Ini cerita tentang Tama, sosok cowok manis yang sayangnya sedikit abstrak dan nyeleneh kalau ditanya. Suka-suka dia aja.
Tapi biarpun gak pernah nyambung kalau ditanya, tes IQ tahun kemarin hasilnya di atas rata-rata. Iya sih, keabsurdannya pun di atas rata-rata. Kasian orang tuanya.
Nama panjangnya? Jangan deh, jangan ditanya. Nanti illfell loh, kayak Sisil, temennya waktu pertama ketemu di kegiatan penerimaan siswa baru.
Waktu itu Sisil tertarik sama Tama. Habisnya, selain manis, cowok satu itu kelihatannya kalem dan sopan. Tipe Sisil banget pokoknya. Sisil bertekad harus mendapatkannya gimanapun caranya.
Pertama-tama, Sisil pura-pura lupa bawa pulpen terus pinjem sama Tama.
"Eum, gue gak bawa pulpen nih. Lo bawa lebih gak? Gue pinjem dong." Kata Sisil dimanis-manisin, padahal mukanya gak pas banget buat manisan.
Tama ngangkat kepalanya, liat Sisil, dari atas sampe bawah terus dari bawah sampe atas. "Ada, sebentar ya." Tama ambil pulpen dari tasnya, "ini."
Oke, mungkin kalian bingung. Itu Tama biasa-biasa aja tuh, gak ada yang aneh. Ya jelas, setelah diceramahi ibu bapaknya yang mau gak mau berurusan sama satpam minimarket gara-gara Tama ngutil di sana. Padahal kata Tama, dia gak ngutil, dia cuma pinjem pulpen dari sana, yang masih ada bandrol harganya, buat nulis nomor hapenya mas-mas tukang batagor favorit dia di depan minimarket. Cuma waktu dia mau bilang 'pinjem' gak ada orang. Makanya dia ambil aja. Nah dari situ ibunya bekelin Tama pulpen banyak banget.
"Makasih. Gue pinjem dulu ya, eum, nama lo siapa?" Kedua-dua, masih dalam tahap pedekate Sisil tanya namanya.
"Tama." Jawab Tama mulai nyengir lebar.
"Nama panjang lo?"
"Tamaaaaaaa. Terserah lo mau sepanjang apa."
Kening Sisil berkerut, mulutnya nganga 'Hah?' Sisil mendadak illfell.
Seminggu kemudian Sisil tau kalau nama panjang Tama itu Januar Pratama dari name tagnya. Dan sopan itu cuma keliatanya doang.
Januar Pratama yang lagi kita baca ceritanya ini masih sekolah, sekarang kelas 3 SMA, jurusan IPA. Beruntung dia punya otak encer walau ngeselin. Makanya banyak yang mau temenan sama dia walaupun kebanyakan dongkolnya.
Kalau boleh jujur, Tama lebih milih sendiri. Dibanding sama temen-temennya, Tama lebih milih ngobrol sama si Kala, nama kalajengking yang duduk manis di dalem botol lab IPA. Kala kalau diajak ngobrol gak pernah nyela, apalagi jitak kepala Tama. Selalu diem dan jadi pendengar yang baik untuk Tama. Sayangnya Kala gak pernah mau ngomong, kasih saran gitu kalau Tama mentok. Tapi gak masalah, Tama kan bisa gunain otak kanannya.
Satu sekolahan kenal Tama, tapi Tama cuma kenal beberapa. Kalau kalian tanya mereka satu persatu, poling paling banyak diraih Tama adalah kerena keunikannya. Dibilang oon, Tama pinter. Dibilang pinter, tapi Tama kayak orang oon. Intinya Tama abstrak. Dan dia terkenal karena keabstrakannya.
Mungkin kalau Tama mau, dia bisa jadi jenius. Tapi enggak, Tama gak mau jadi jenius.
"Jadi jenius itu bahaya," mukanya waktu itu keliatan serius sekaligus ngeri, "Begitu tau kalau lo jenius, orang-orang bakal culik lo terus mereka ambil otak lo, terus diekstrak buat dijadiin minuman mereka, hiiy."
Temen-temennya sempet mikir, kira-kira Tama nonton apa aja ya sampe punya pikiran kayak gitu.
Tama suka semua pelajaran, kecuali olahraga. Teori oke jempol, tapi jangan tanya kalau praktek. Di pelajaran olahraga Tama lebih milih nimbang berapa berat bola basket dari pada ngoper bolanya ke temen atau masukin ke ring di tengah-tengah permainan.
"Pak, berat bolanya gak sesuai dengan peraturan pertandingan. Saya minta ganti." Tama ngomong dengan santainya sementara temen satu timnya frustasi.
Bola kaki juga gitu, Tama malah sibuk coba berdiri di atas bola dari pada nendang.
"Stop!" Teriak Tama waktu dia dapet operan bola.
Semua diem, baik kawan maupun lawan gak jadi rebut bola dari kakinya Tama, kaget juga sama peringatannya. Mau apa ini anak? Semua kedip, kedip-kedip.
Tama mulai bergerak setelah semuanya diem. Pertama-tama dia taruh kaki kanannya di atas bola yang gak bergerak. Terus lompat sedikit buat naruh kaki satunya, coba buat berdiri di atas bola. Begitu terus sampe semuanya baru sadar apa yang lagi dicoba Tama.
'HAH?!'
Ini sumpah, si Tama lagi ngapain sih di tengah permainan?
"Ngapain lo, nyet?!" Lawannya teriak gak terima, merasa dibodohi oleh seorang Tama.
Temen-temennya kapok, apalagi gurunya. Biarin aja deh Tama begitu. Karena Tama bukan tipe orang yang peka kalau sekitarnya lagi marah, kesel, dongkol ataupun gendek gara-gara kelakuannya. Tama cuma nyengir, nyengir lebar pula. Hagh!
Hari ini cukup panas, apalagi setelah pelajaran olahraga. Tama dan temen-temennya sekarang di kantin.
"Iihh~ lo gak jijik apa? Masa wafer coklat lo celupin ke es koktail gitu?" Sari merinding ngeri waktu liat Tama yang celup angkat celup angkat wafer coklatnya ke dalem es koktail.
Tama terusik, udah dibilang, Tama itu suka sendirian. Tapi temen-temannya mepet mulu, pake komentar lagi. Alis Tama naik sebelah, "Lo gak tau?"
Yang lain bingung sekaligus penasaran sama apa yang bakal diomong Tama, mereka geleng kompak.
Tama beredehem sebelum ngelanjutin omongannya, "Ehem. Kalian tau kan kelebihan coklat itu apa?" Denger pertanyaan itu yang lain ngangguk, "Kalau koktail?" Lanjut Tama.
Temen-temennya saling pandang, bingung terus geleng-geleng macam guk-guk di dashboard mobil.
"Masa gak tau?" Tanya Tama meyakinkan.
"Serius Tama, gue gak tau!" Alif gemes sendiri liat kelakuan Tama.
"Koktail kan buat diminum. Masa kalian gak tau."
Pletak!
Tuh kan, Tama gak suka ngobrol sama mereka. Dijitak kan sakit, Tama meringis usap kepalanya.
"Semua juga tau, nyet!" Farid teriak gak terima.
Ah, lagi-lagi gak nyambung. Obrolan mereka.
"Serius, cara lo gak wajar banget. Aneh tau gak sih." Denza nambahin.
"Gue sering dibilang gila, kok."
Nah, kan. Mereka ini sebenernya ngomongin apaan sih?!
Lagi-lagi mereka cuma bisa geleng kepala denger jawaban Tama.
"Hello, guys!" Windi dan Sisil ikut gabung.
"Hmm." Alif.
"Yayaya." Denza.
"Loh, kalian kenapa?" Dapet reaksi yang masa bodo dari yang lain Windi akhirnya penasaran.
"Biasa, noh si Tama kelakuan." Sari jawab sambil nunjuk Tama dengan dagunya.
"Haha, sabar. Tama mah emang gitu." Sisil yang emang korban pertama Tama coba bikin santai suasana.
"Eh, iya. Nanti malem nobar, yok. Udah kelar ini ujian praktek. Itung-itung kenanganlah, bentar lagi kan kita pisah." Ajak Windi.
"Boleh tuh." Sari orang pertama yang setuju.
Denza, Alif, Sisil, dan Farid ngangguk tanda setuju. Cuma satu yang adem, semua mata ngarah ke dia.
"Apa?" Yang dilirik malah balik tanya.
"Lo ikut gak?" Alif yang emang dasarnya bukan orang sabaran nanya Tama.
"Ke?"
"Astaga, Tama! Beberapa detik yang lalu jiwa lo ke mana?!" Farid meraung.
"Gue gak ngerti astral projection, jadi gue gak ikut." Jawab Tama santai sambil angkat bahu.
'Eh?!'
...
"TAMAA!!" seisi kantin langsung nengok ke meja mereka, begitu tau ada apa di meja itu mereka geleng-geleng kepala. Tama lagi.
Dan Tama kangen Kala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gado-Gado Gope
Short StoryTau gado-gado? Pasti tau dong... Itu loh, makanan yang berasal dari Indonesia yang isinya berupa campuran berbagai sayuran yang direbus terus disiram saus kacang. Iya, campuran. Ada si mungil toge, si panjang kacang, si renyah kubis dan keluarga say...