Dobi

11 1 0
                                    

"Lagi ngapain?"

"Eh, kak Kiki. Ini loh, masa ini ditaruhnya di sini, kan harusnya di sini. Terus juga ini kok begini, harusnya kan begini."

Dia perfeksionis. Oh, atau peduli? Saking pedulinya sampai mau repot-repot turun tangan mengurutkan pensil warna berdasarkan warnanya. Dari hijau tua kemudian hijau sampai hijau muda. Dari putih kemudian abu-abu. Begitu seterusnya. Dan kalau yang punya pakai, berantakan lagi, diberesin lagi sama dia.

"Cantik ya?"

"Iya, siapa yang gak kenal dia."

"Cantik juga aku, ya kan? Kan kan kan."

Dia narsis. Ah, lebih halusnya memiliki tingkat kepercayaan diri yang melebihi batas normal. Mepet ke gila lah ya.

"Oy, Dobi. Bisa minta tolong? Tolong bla bla bla."

Sayangnya dia pinter. Iya, sayang banget. Padahal kalau dia bego kan lebih seru ceritanya. Eh, dia gak pinter-pinter amat kok. Oke, dia juga gak bego. Cuma kalau lagi kumat bisa lebih gila dari orang yang asli gila.

Kenalin nih, Dobi Mutiara. Cewek yang kata dianya sendiri cantik. Iya cantik, kalau dengan rambut hitam panjang sepanjang jalan kenangan, eh menutupi punggung, kulit putih, hidung mancung jambu, tau kan mancung jambu? Itu loh, hidung yang dari atas kecil ke bawah lebar. Nah, itu. Oke lanjut.

Sampe mana tadi? Ah, ya. Rambut panjang, kulit putih, hidung mancung jambu, mata belo dan suka cekikikan gak jelas. Kalian bayangin apa hayo? Heh, ya bukanlah. Dobi yang ini beneran manusia, bukannya pemilik paku di atas kepala. Ah, kalian mah gitu.

Dobi ini masih sekolah, kelas 3 SMK jurusan Multi Media. Di sekolah dia dikenal sebagai cewek yang sekali lihat pasti bilangnya cantik dan kalem, tapi kalau lihatnya berkali-kali bikin sweatdrop temen sekelasnya.

Dia cerewet, bawel, narsis, jahil, doyan lompat sana lompat sini, pokoknya gak mau diem kayak ulet keket. Untungnya dia —uhuk!— ca-ca-cantik! Gak rela banget ini bilang dia cantik. Juga pinter dan bisa diandalkan. Makanya banyak yang mau berteman sama dia.

Biar dia cantik, pintar, baik hati, tidak sombong dan rajin menabung, jangan sekali-kali bilang suka sama dia. Bikin sakit hati kalau nekat. Kayak yang dirasa Jemie, temen sekelasnya yang udah mendem rasa dari kelas satu.

Waktu itu dengan romantisnya Jemie bawain lagu cinta diiringi gitar buat Dobi. Oh, so sweet sekali lah pokoknya.

"Dobi, mau gak jadi pacar aku?" Ungkap Jemie di bagian akhir.

"Eh?" Dobi malu, malu banget malah. Gak menyangka bakal didzing! Sama temen kelasnya di belakang sekolah. "Maaf, tapi aku gak bisa."

Oww, Jemie patah hati ini mah, patah hati. Dengan mata berkaca-kaca Jamie pun bertanya, "Kenapa?" Woy, ini lagi sedih, jangan dibayangin iklan biskuit dong. Kenapa?~

Lanjut.

"A-aku udah punya suami."

HAH? Serius kamu, Dob. Kamu kan masih sekolah di cerita ini. Ah, author aja ngeri.

"Ka-kapan kamu nikah?" Alah, sinetron banget pake terbata-bata.

"Hah? Nikah?"

"Suami kamu siapa? Orang mana? Aku tau gak orangnya?"

"Kamu tau kok. Kamu juga kenal. Semua orang juga kenal." Ups, author lupa bilang. Kalau kalian ketemu Dobi, ngobrol sama dia, terus tiba-tiba gaya bicaranya berubah, lebih semangat dengan matanya yang mengeluarkan bintang-bintang atau antena di kepalanya berdiri, artinya kalian harus waspada. Siaga 3 pokoknya mah.

"Si-siapa?" Ih, masih aja si Jemie terbeton-beton.

"Uzumaki Naruto! Tau, kan? Itu loh, anaknya Namikaze Minato. Nah, dia suami aku. Minato itu mertua aku. Eh, tapi jangan bilang-bilang ya. Aku selingkuh sama Takumi Usui. Ihh, abis dia ganteng banget sih. Yamada Ryosuke apalagi. Ya ampunn, manisnya..."

Dobi masih aja cuap-cuap sementara Jamie sakit hati karena ditolak dan parahnya Dobi lebih milih karakter 2 dimensi dari pada dia. Lihat, sampe berbusa tuh mulut Jemie.

Sekarang lupakan insiden yang mengerikan untuk jemie itu dan balik lagi ke waktu ini. Siang-siang di jam istirahat, pastinya semua murid nongkrong dong di kantin. Selain isi perut yang mulai kelaparan, mejeng dikit gak masalah kali ya.

"Kamu kayak anak kecil aja jajanannya chiki." Ika, temen kelas Dobi komentar pas liat dia bawa jajanan pilihannya.

Dobi cuma senyum-senyum gak jelas kemudian buka jajanannya. Dilihat terus dikocok-kocok. Temen-temennya saling pandang, bingung sama kelakuan Dobi.

"Nyari apaan?" Agus gak betah juga lama-lama. Mending chikinya satu, lah ini 7. Di buka satu, dilihat terus dikocok-kocok tapi gak dimakan. Begitu aja sampe mau habis chiki dibukain. Tapi setelah itu dirapihin lagi. Jangan lupa ya, Dobi itu perfeksionis.

"Gak ada isinya." Matanya ngintip ke dalem bungkus.

"Masa? Kan itu ada chikinya."

"Hadiahnya." Masih aja serius ngubek-ngubek bungkus chiki.

"Elah, palingan juga gopek hadiahnya."

"Ih, siapa tau ada hadiah orang gantengnya. Kan cocok sama aku yang cantik. Hihihi." Nah, Dobi cekikikan lagi.
...

"Orang gantengnya kayak Naruto gitu, aku Hinatanya. Atau Takumi Usui, aku Misakinya. Eh, Hinata sama Misaki mah lewat, cantikkan juga aku. Kyaa! Kalau ada cowok kayak mereka, aku karungin deh. Terus aku kurung di dalem kamar. Biarin aja, cuma aku yang boleh punya. Eh, Ika." Setelah ngomong ngalor ngidul, Dobi panggil Ika dengan muka horor. Bikin Ika dan Agus sedikit ngeri. Ada apa sih? Kok mukanya Dobi dari yang mengeluarkan bunga-bunga berubah ngeri gitu.

"Apa sih?!" Yang dipanggil udah sensi aja.

"Ada ulet bulu tuh di rambut kamu." Dobi bergidik jijik.

"Kyaaa!" Wow, nyaring banget suaranya Ika. "Mana?! Mana?! Gak mau! Lepasin! Ambilin!" Ika geleng kanan geleng kiri, mukanya udah mau nangis aja. Agus yang lihat jadi kasian. Dicarilah ulet bulu itu.

"Bahahaha!" Eh, ini anak sedeng kali ya? Ada temannya panik bukannya bantuin malah ngakak nista. "Tapi bohong."  Dobi ngacir keluar kantin. Ika malu dan marah setengah mampus sedangkan Agus cuma geleng-geleng kepala, edan.

Gado-Gado GopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang