Teamwork,
Bekerja bersama sama, sebuah pekerjaan yang dikerjakan banyak orang yang diikat dalam satu tempat, satu misi dan satu visi."Ini aplikasinya, kumpulkan semua data kemudian jadikan satu dengan cara copy paste special. Paham?" Jelas pak Fajrin, bagian administrasi.
"Bagaimana caranya? Bisa dipraktikkan?" Jawab mba Ana, seseorang yang ditugaskan sebagai pengumpul data.
Saat ini di kantor terlihat lebih sibuk dari biasanya. Maklum saja, di akhir tahun seperti ini baik dari pemilik perusahaan sampai ketua pengawas menginginkan laporan akhir tahun serapi dan secepat mungkin. Tidak peduli sesulit apa mengumpulkan data dari divisi-divisi lainnya sampai mengharuskan kami lembur.
Bagianku sedikit santai, selain karena aku sudah menegaskan pada divisi lainnya masalah tenggat waktu yang ada juga karena aplikasi yang aku gunakan sedikit lebih sederhana dari milik mba Ana ataupun pak Aziz. Aku bersyukur atas itu. Juga bersyukur karena menghadiri rapat saat pemilihan anggota.
"Masih tidak mengerti, bisa diulangi?" Pinta mba Ana.
Mba Ana terpaut 7 tahun denganku dan seharusnya aku memanggilnya dengan sebutan 'ibu', tapi karena dia yang meminta maka aku memanggilnya 'mba', berbeda dengan rekan kerjaku lainnya. Sebenarnya untuk seusia mba Ana seharusnya sudah tidak canggung menghadapi komputer. Hanya saja sepertinya mba Ana kesulitan menggunakan aplikasinya. Begitupun dengan pak Aziz.
Entah untuk yang keberapa kalinya pak Fajrin dibantu dengan pak Taqin memberikan pengarahan pada mba Ana dan pak Aziz, tetap saja mereka masih kurang paham. Bisa dilihat baik pak Fajrin maupun pak Taqin sedikit frustasi menghadapi kenyataan kalau memang aplikasi yang digunakan sungguh merepotkan.
Awalnya mba Ana merasa sanggup mengerjakan saat pertama kalinya pak Taqin menjelaskan cara menggunakan aplikasi yang digunakan. Tapi setelah data terkumpul dan tiga hari lagi menjelang pengumpulan laporan, mba Ana mendapat kesulitan baru yaitu tidak dapat memindahkan data yang sudah dikumpulkannya ke dalam aplikasi tersebut. Selalu error.
Puncaknya sehari sebelum laporan dikumpulkan. Semua mendadak menjadi panas dan sedikit tidak terkontrol. Pak Fajrin yang jengah, pak Taqin yang harus ke sana ke mari karena tugasnya sebagai ketua pengawas, mba Ana yang tertekan karena harus sesegera mungkin menyelesaikan laporan padahal data belum semua terkumpul dan pak Aziz yang hampir menyerahkan semuanya pada pak Fajrin.
Aku? Hampir selesai, tinggal memasukkan data dari satu divisi kemudian cetak dan tanda tangan.
Semua lembur. Memaksakan waktu dan tenaga untuk menyelesaikan pekerjaan yang hampir membuat semua orang menjadi gila. Tapi tetap saja tidak terselesaikan hari itu juga. Terpaksa, besok, hari yang ditentukan sebagai batas pengumpulan laporan, 3 jam sebelum rapat dimulai, kami harus menyelesaikannya.
Ya, akupun terpaksa harus lembur karena satu divisi yang menurutku tidak konsisten dalam masalah waktu pengumpulan data. Semua divisi juga tahu, divisi yang memaksakan lembur itu memiliki sifat jam karet. Dengan berat hati pekerjaan itu kubawa pulang. Memaksa ketua divisi itu untuk menyelesaikannya dan memberikan laporan data padaku di malam harinya. Akhirnya tengah malam pekerjaanku selesai. Besok hanya harus menyerahkannya pada pemilik perusahaan, bos besarku.
3 jam sebelum rapat akhir tahun dimulai, terlihat mba Ana dan pak Aziz memasang wajah serius tidak ingin diganggu. Laporan mereka belum beres. Suasana kembali memanas dan tidak terkontrol, sedikit saja aku bersuara menanyakan sesuatu, mereka mengerang frustasi. Malah terkadang lepas kendali dengan luapan emosi.
1 jam lagi, dan mereka lebih sensitif lagi dari sebelumnya. Sebenarnya tidak hanya kami yang sibuk, di lantai ini hampir tidak ada yang terlihat santai. Semua sibuk menata laporan masing-masing. Yang membedakan hanyalah divisi lainnya terlihat lebih mantap dan siap dibandingkan dengan kami.
Laporanku selesai. Tanpa bantuan dari pak Fajrin ataupun pak Taqin. Bukannya aku terlalu angkuh untuk meminta bantuan. Hanya saja mendapati aplikasi yang lebih mudah dan sederhana dari pada dua rekanku yang lainnya membuatku enggan menambah pekerjaan mereka. Dengan melihat laporan dua tahun ke belakang aku menyelesaikan laporanku tanpa kendala yang berarti.
Saatnya menghadap atasan. Karena laporanku selesai lebih dulu, maka aku berinisiatif untuk menyerahkannya lebih dulu dari mba Ana ataupun pak Aziz. Kening atasanku berkerut, menatap heran pada format laporan di tangannya.
"Kenapa laporan akhir tahun begini formatnya?" Tanya pak Rafi, atasanku.
Keningku ikut berkerut, 'Bukankah laporan akhir tahun dua tahun yang lalupun seperti itu?'
"Format laporan itu saya dapat dari laporan tahun lalu dan setahun sebelumnya, pak.""Tidak, tidak. Laporan akhir tahun seharusnya tidak seperti ini." Tegas pak Rafi.
"Atau bapak mau melihat laporan dua tahun sebelumnya, pak?" Mungkin terdengar tidak sopan, tapi aku merasa jika memang format laporan yang kugunakan salah, kenapa dua tahun sebelumnya tidak salah? Jika memang format laporanku salah, bukankah itu artinya format dua tahun yang lalu juga salah? Lantas mengapa tidak direvisi? Kenapa masih digunakan dan ditanda tangani? Ah, begitu banyak pertanyaan dalam kepalaku. Sedikit tidak terima juga sebenarnya.
Kemudian aku kembali memasuki ruangan pak Rafi kembali dengan membawa laporan yang ku maksud. Membukanya dan memperlihatkannya pada pak Rafi. Beliau terdiam kemudian menandatangani laporan milikku.
Aku pikir selesai sampai di situ, sementara mba Ana dan pak Aziz semakin panik. Ini sudah waktunya. Tapi ternyata dugaanku salah. Sesaat setelah aku keluar ruangan, ternyata pak Rafi menegur pak Taqin selaku ketua pengawas dan meminta laporanku untuk direvisi. Astaga, merepotkan.
Akhirnya dengan berat hati laporan yang sudah susah payah kubuat, direvisi kemudian cetak ulang. Kali ini, karena merasa bosan dengan sifat ketidakkonsistenan pak Rafi, aku akhirnya merepotkan pak Taqin. Ya sudahlah, aku bisa apa sebagai bawahan?
Tepat pukul 11.30, akhirnya pekerjaan kami pun selesai. Saat ini kami semua tengah berkumpul melepas lelah. Bersandar di sofa dan menghela napas lega. Semua ekspresi berubah. Tidak ada lagi kerutan frustasi di kening pak Imam, atau wajah lelah pak Taqin, mba Ana dan juga pak Aziz.
"Alhamdulillah, akhirnya selesai juga." Mba Ana mengucap syukur di tengah suasana lelah.
"Iya, akhirnya beres juga." Pak Fajrin menanggapinya kemudian tersenyum.
Aku, pak Taqin dan pak Aziz hanya menampilkan senyuman tipis.
"Maaf ya pak Fajrin, pak Taqin. Saya banyak merepotkan kalian." Mba Ana memandangi pak Fajrin dan pak Taqin bergantian.
"Iya, bu. Sama-sama." Jawab pak Taqin.
"Ah, bakso bikin seger nih." Pak Fajrin menjawabnya dengan muka jenaka.
Semua tertawa menyadari kode dari pak Fajrin yang minta ditraktir bakso. Tidak ada lagi suasana panas dan kerutan ataupun kata-kata pedas seperti saat-saat mengerjakan laporan. Yang ada hanya rasa lega karena dapat menyelesaikan pekerjaan dan juga canda tawa karena hilang beban yang sebelumnya ada. Dan menjelang jam pulang kami pun mampir ke kedai bakso. Semua ditraktir mba Ana, kecuali aku dan pak Taqin yang kuputuskan agar aku yang membayarnya. Hitung-hitung ucapan terima kasihku karena sudah merepotkan beliau.
Aku tersadar, inilah teamwork, inilah kerja sama tim dan inilah bagian dari cerita hidupku.
Tidak ada kerja sama tim yang tidak berselisih paham ataupun saling bergantung satu sama lain. Satu tim bukan berarti satu kepala, tapi satu pemahaman. Satu tim bukan berarti satu tangan, tapi satu kekuatan yang saling menopang. Hadapi bersama-sama, kerjakan bersama-sama dan nikmati hasilnya bersama-sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gado-Gado Gope
Short StoryTau gado-gado? Pasti tau dong... Itu loh, makanan yang berasal dari Indonesia yang isinya berupa campuran berbagai sayuran yang direbus terus disiram saus kacang. Iya, campuran. Ada si mungil toge, si panjang kacang, si renyah kubis dan keluarga say...