Tuan Putri dan Gadis Penghibur

53 5 2
                                    

Jam desa berdentang keras menandakan tengah malam. Seorang gadis kecil berketurunan darah bangsawan, selalu terbangun mendengar bunyi jam desa yang berdentang sangat keras itu. Kedua pelayan gadis kecil itu yang sangat setia, ikut terbangun melihat Tuan Putri terbangun. Gadis berambut panjang se-bahu dengan warna hitam gelap sepeti langit malam, kulit putih seperti Salju, bibir tipis berwarna merah muda pucat, sudah pasti semua laki-laki yang melihat-nya akan ter-gila-gila, namun kini tidak berlaku lagi. Kedua Pelayang yang selalu ada untuknya, adalah satu-satunya Keluarga bagi Agata. Kedua pelayan-nya, Butler dan Maid, Howl dan Alexa, sebenarnya teman jauh dari Agata.

"Tuan Putri, Agata, apa anda tidak mau tidur lagi ?"

Selagi Agata berjalan pelan munuju teras rumah tingkat yang besar milik-nya itu, Alexa bertanya dengan sangat sopan. Agata terus melihat ke arah teras dengan tatapan kosong. Baju tidur panjang berwarna putih miliknya berkibar seperti bendera terkena hembusan angin. Mulut Agata mulai terbuka, tatapan kosong masih dipasangnya.

"Jangan panggil aku Tuan Putri, Alexa. Cukup sebut nama-ku."

Sambil berjalan menuju teras, sumber dari hembusan angin, Agata tidak memedulikan Alexa sedikit-pun. Alexa yang mulai berjalan menuju Majikan-nya tertahan oleh Howl yang melarang-nya. Biarpun Howl dan Alexa adalah teman jauh Agata yang sekarang menjadi pelayan terdekat-nya, dia sama sekali tidak ingin merepotkannya. Hal buruk yang pernah terjadi saat Agata dan kedua pelayannya berusia tujuh tahun, membuat Agata takut untuk melakukannya lagi. Hal yang tidak terduga, dan pasti akan membuat trauma. Membunuh tanpa sadar. Agata tidak sadar bahwa dia dulu telah mencoba membunuh Howl dan Alexa. Satu-satu-nya hal yang di-inginkan Agata adalah tinggal sendiri di rumah milik Neneknya yang sudah meninggal, di area Kuburan.

Agata terus memandangi langit malam. Dari hari ke hari, Agata terus melakukan hal yang sama. Kamar bersar milik Agata, terkunci dari dalam tiap Agata berada di kamar-nya. Tidak pernah ada yang tahu seperti apa kamar Agata dari dalam. Bahkan Maid pembersih di rumah-nya, tidak pernah di-izin-kan Agata untuk membersihkan kamar-nya. Jam Desa berdentang kembali menandakan pukul satu pagi. Agata kembali ke dalam kamar-nya, membanting pintu dan mengunci-nya. Alexa masih terlihat murung melihat Agata, Alexa menepuk-nepuk dada-nya dengan tangan kanan-nya. Howl menggenggam tangan kanan Alexa yang menekan dada-nya sendiri, dan menaruk tangan Alexa di dada Howl. Alexa menoleh menatap Howl.

"Bukan hanya kau yang sedih" ujarnya menekan-kan tangan Alexa ke dada-nya, mata Howl yang berwarna biru samudra terus memandangi pintu kamar agata.

"Detak jantung-mu, sama dengan-ku" ujar Alexa menarik tangannya lalu kembali ke kamar-nya.

Pagi hari, Agata sudah melarikan diri dari rumah besar-nya mengenakan baju terusan berwarna hitam milik-nya dan sepatu Bot panjang berwarna coklat kayu pemberian Kakek-nya. Rambut hitamnya menjadi tidak tertata dan kasar, dia berlari kencang ke Arah tengah kota. Bunyi bel kucing terus berkerincingan dari kalung Agata, berguncang juga botol kecil penuh dengan darah-nya. Bekas luka di setiap jari-jemari Agata, tak terhitung seberapa banyak-nya. Agata pernah berpikir, apabila dia tidak bisa melukai jari-jari-nya lagi, dia berpikir kalau menusuk salah satu mata biru berlian-nya untuk mengisi botol kecil-nya dengan darah dari mata-nya. Sebuah toko buku tua di-tuju-nya. Pria tua beruban, berbadan besar, dan berkacamata, ialah Kakek Agata, Adalwolf.

"Kakek" panggil Agata

"Pagi cucu-ku. Kau mencari buku lagi ?" Adalwolf membelai rambut kasar Agata

"Buku novel seperti biasanya" ujar Agata

Adalwolf mengambil satu kardus penuh novel-novel tebal. Agata mengeluarkan semua isi-nya dan memilih yang ingin dia baca. Selagi memilih, Agata menemukan kertas usang bertuliskan "Kutukan Penyihir". Agata berjalan ke arah Adalwolf dan menunjukan kertas usang itu.

The Witchs CurseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang