Chapter 3

1K 30 1
                                    

Holla...
Mampir yuk! Boleh dong di follow ig aku yaa @ainitia14 (hehe sekalian promosiin ig) Terima kasih :*
Ohh iya! Btw Happy reading :)

------

Wajah lo sangat mudah dicintai," ucap Raja seraya nyengir, pandangan mata teduh tadi telah pudar sehingga Ratu akhirnya menghela napas lega. "Dan sifat lo lebih menakjubkan. Gue suka. Makanya gue gangguin lo. Gue suka liat lo marah-marah. Boleh, gak, gue gangguin lo terus?"

"Gangguin cewek lain, sana," usir Ratu seraya cemberut, bertepatan pada Tita yang datang membawa pesanan Ratu. Menaruh kopi hitam di depan perempuan itu seraya tersenyum pada keduanya, lalu berbalik pergi menuju ruang dapur. Barulah, Ratu meneruskan ucapannya. "Kayak, gangguin Tita."

"Gue udah bilang, kalo lo sendiri, lo bakal kesepian. Gue gak mau lo sendiri. Apalagi kesepian."

Ratu membuang mukanya, tidak mau Raja sadar bahwa pipinya memerah karena balasan cowok tadi.

Semua yang ada di diri Raja tidak terduga. Raja memang Raja dari segala-galanya, Raja menggombal, Raja konyol, dan Raja-Raja lainnya, huft.

"Gue gak pernah sendiri atau kesepian," elak Ratu pelan.

"Lo pembohong yang buruk, My Ratu."

Ratu sadar pernyataan Raja selalu benar.

***

Raja awalnya tersesat saat ia ingin mencari alamat rumah sepupunya di sudut kota. Setelah lima jam mencari, Raja memutuskan untuk beristirahat di salah satu kafe terdekat. Maka Raja memarkirkan city car kesayangannya, hadiah dari mendiang ibunya yang meninggal, di areal parkir taman. Raja pun menyebrangi jalan menuju kafe tersebut.

Hingga Raja melihat seseorang di balik dinding kaca kafe tersebut. Raja berdiri diam di sana. Perempun yang duduk itu tampak terfokus pada laptop di depannya hingga tidak menyadari keberadaan Raja.

Raja tersenyum. Masuk ke dalam kafe dan secara naluri, ia mengganggu dan membuat kesal perempuan di depannya. Raja tidak menyadari apa yang membuatnya seperti ini. Hingga ia sadar bahwa ia suka Ratu, mantan pacar sahabatnya sendiri. Dan Raja, dengan canggungnya, menyatakan hal itu minggu lalu.

Raja hanya dihadiahi dengusan kecil dari Ratu saat itu.

Tapi Raja tetap menganggap Ratu sangat indah.

"Lo ketemu Ratu lagi kemaren?" tanya Juna dengan pandangan mata tidak percaya, mengusap peluh keringat yang ada di lehernya dengan handuk.

Raja mengangguk, nyengir. Mereka sedang latihan kickboxing di rumah Juna. Hanya berdua, mengingat Raja bilang bahwa ia ingin mengobrol hal penting dan tidak mau diledek oleh yang lain. Untungnya, dari Alvaro hinga Haris menerima itu dan memilih pergi mencari sarapan.

"Iya," jawab Raja. "Dan, oh-dia-sangat-indah saat duduk di sebrang gue."

Juna tertawa mendengar itu, sambil geleng-geleng kepala. Sejak Raja mengaku bahwa ia suka dengan Ratu, semuanya terasa mudah baginya untuk bercerita dengan Juna. Seolah beban berat itu terlepas. Padahal sebelum itu, Raja sangat gugup dan penuh pertanyaan 'jika' di otaknya bila ia mengaku pada Juna. Seperti, bagaimana jika Juna tidak suka Raja menyukai mantan pacarnya? Bagaimana jika Juna tidak merestui hubungan mereka? Bagaimana jika cinta ini jadi hubungan terlarang? Oke, pertanyaan terakhir sangat menjijikan, bahkan di pikiran Raja sendiri.

"Lo udah bilang, kalo lo suka dia?" tanya Juna lagi, sekarang duduk di samping Raja. Keduanya melepas lelah setelah sama-sama meninju samsak yang ada di halaman belakang rumah Juna.

Raja melihat temannya, sebelum menggaruk lehernya salah tingkah. Mana mau Raja mengatakan bahwa ia ditolak habis-habisan oleh Ratu? Apalagi, kemarin, Ratu sangat kaget begitu tahu Raja serius dengan kata-katanya. Seolah Raja ini selalu bercanda bila di sekitar perempuan itu.

Padahal Raja menyelipkan kebenaran-kebenaran nyata di tiap kalimat jahilnya, seperti, "lo manis banget kalo marah kayak gitu, My Ratu," maka Raja sebenarnya berkata, "mau lo marah-marah kayak Mak Lampir, bagi gue, lo tetep manis dan gue suka lo".

Sepertinya Raja mulai bertindak seperti cewek ababil yang penuh teka-teki.

"Jadi?" tanya Juna mendesak.

"Gue ...." Raja lagi-lagi menggaruk lehernya, "duh, gatel."

Juna memutar bola matanya. Tahu bahwa sikap salah tingkah itu ditutupi dengan baik oleh Raja. Selama entah berapa tahun berteman dengan Raja, Juna tahu tabiat cowok itu. Dengan menyenggol bahu Raja, cowok itu lantas menggerutu, paham bahwa ia harus jujur.

"Dia nolak gue."

"Terus?"

"Ya udah."

"Gak mau lo perjuangin?"

"Gue udah perjuangin dia bahkan sebelum gue ijin ke lo, Jun."

Mendengar jawaban sangat percaya diri itu membuat Juna ikut nyengir. Ia memberi high-five pada Raja yang dibalas antusias cowok itu.

"That's my man," ucap Juna. "Gue gak sabar denger kabar baik kalian."

Raja tersenyum miring, "cepat atau lambat, Jun."

Raja dan Ratu (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang