[2]: Awalnya

567 282 127
                                    

Marshmello - Alone ♪

Bukannya Maura malas untuk menemani Keanu pergi ke Mall. Tapi dia tidak nyaman dengan suasananya. Ditambah lagi jam-jam segini pasti sedang ramai-ramainya anak sekolahan pulang dan memilih untuk mampir ke Mall daripada langsung pulang. Dengan murid cewek yang memakai baju kekecilan, dan murid cowok dengan pakaian yang acak-acakan. Murid seperti ini biasanya mampir ke pusat perbelanjaan atau ke restoran cepat saji. Meski begitu, ada juga yang di toko buku. Biasanya penampilannya lebih rapi, muka-muka anak IPA.

Maura menghela napasnya lalu menyandarkan punggungnya ke rak buku, dia menatap Keanu yang sedang memilih buku-buku komik. Sudah hampir tiga puluh menit, tapi Keanu masih belum mendapatkan komik yang akan ia beli.

"Mau nyari komik apa emang?" kata Maura. Kakinya sudah kesemutan karena berdiri terus dari tadi.

Keanu melirik Maura sebentar, kemudian dia mengalihkan pandangannya ke komik-komik di hadapannya. "Apa ya? Nggak ada yang bagus."

"Kalo kamu nyari komik bokep, di sini nggak ada. Kamu harus nyari di google, ketik aja 'komik hentai' " ujar Maura.

Keanu yang tadinya membungkukkan tubuhnya kini dia berdiri tegak dan menatap Maura dengan kedua mata yang tak berkedip. "YA AMPUN MAURA, MASIH INGET AJA--"

Maura membawa kepalan tangannya ke mulut Keanu yang berteriak karena saat ini semua orang di toko buku sedang menatap mereka.

"Berisik tau nggak?!" sungutnya, kemudian dia melepaskan tangannya dari mulut Keanu.

Keanu nyengir. Dia lalu meraih satu komik dan satu novel di rak kemudian mereka berjalan ke arah kasir. Di sana juga ada seorang cowok bersama lelaki paruh baya di sebelahnya. Mereka terlihat sedang membeli beberapa kamus dan buku tulis, juga beberapa alat tulis. Lantas Keanu dan Maura mengantri di belakang mereka.

"Besok Papa anter kamu ke ruang Kepala Sekolah ya," kata lelaki paruh baya kepada cowok di sebelahnya. Maura bisa menyimpulkan jika dia adalah Ayah dari cowok itu.

Cowok di sampingnya itu menautkan kedua alisnya, lalu dia mengerucutkan bibirnya. "Nggak usah, Pah. Aku kan bisa sendiri."

Kasir menyerahkan kantung plastik besar kepada Ayahnya. "Dua ratus tiga belas ribu, Pak."

Setelah dia menyerahkan dua lembar uang ratusan dan satu lembar uang lima puluh. Mereka pergi sesaat sang kasir menyerahkan kembaliannya. Ayah cowok itu merangkul pundak anaknya saat mereka pergi ke luar toko. Maura tersenyum, dalam hatinya dia bertanya. Kapan dia bisa sedekat itu dengan Ayahnya?

Keanu menyerahkan bukunya, dan Maura memilih untuk menunggu Keanu di luar toko. Sambil berkhayal, apakah kakaknya sedekat itu dengan ayahnya di Australia? Ingin sekali dirinya menghabiskan seharian penuh dengan ayahnya seperti dulu. Saat mereka berdua pergi bersama ke taman hiburan. Tertawa bersama, bertingkah konyol bersama. Maura selalu merasa seperti anak kecil jika bersama ayahnya.

Maura tersenyum kecil. Dia sangat merindukan sosok figur lelaki itu. Dia yang selalu membelikannya es krim cokelat saat pulang sekolah. Menggondongnya pulang ke rumah saat dia capek. Meskipun dia tahu, ayahnya juga pasti kecapekan karena habis bekerja.

"Ra?" Keanu muncul dari balik pintu kaca toko. Maura sontak menoleh dengan wajah kaget. Keanu terkekeh, "kaget ya? Kita ngopi dulu yuk."

Maura menggeleng cepat. "Nggak, aku alergi kopi. Langsung pulang aja."

"Aish, lupa kalo kamu jadi nggak suka kopi gara-gara--"

Belum sempat Keanu menyelesaikan perkataannya, tangan Maura sudah mendarat di kepala Keanu.

"Aduh! Galak amat sih, Ra!" keluh Keanu, dia memegangi kepalanya dan mengusapnya pelan. Maura hanya mendengus, kemudian pergi meninggalkan Keanu sendirian, "ih! Kok ditinggal? Tungguin, Ra!"

***

Mario menyandarkan kepalanya ke kaca jendela mobil. Menatap ke luar dengan beberapa mobil berjejer di depan. Mario menghela napasnya. "Gimana kalo di sana Mario nggak bisa pinter kayak yang Papa mau?"

Papanya yang sedang menyetir di sebelahnya menoleh. Kemudian dia memalingkan kepalanya ke depan. "Kenapa? Gimana kalo ada murid cewek yang tiba-tiba mau ngajarin kamu? Terus kamu jadi antusias gara-gara cewek itu cantik?"

Mario tertawa. "Apaan sih, Pah. Belom juga masuk sekolah udah bahas cewek aja."

Dia menaikkan kedua kakinya dan duduk bersila di atas jok. Papanya terkekeh, dia melajukan mobilnya saat mobil di depan maju dan jalanan tak macet lagi.

"Anak Papa udah gede, bukan waktunya buat keluyuran nggak jelas. Main bowling, pergi ke tempat perbelanjaan, kamu bandel, tapi nggak pernah sekalipun Papah liat kamu sama cewek." Papanya menghela napas panjang. Kemudian berkata, "Papa takut kamu nggak normal."

Perkataan papanya barusan itu membuat Mario tertawa terbahak-bahak. Dia memegangi perutnya kemudian berusaha tenang. Dia berkata, "nggak lah Pah! Enak aja, gini-gini Mario nggak suka main pedang-pedangan."

Mereka berdua tertawa terbahak, mungkin papahnya itu benar. Bukan saatnya untuk terus membuat ulah, bukan saatnya untuk tak memikirkan masa depannya. Mungkin, saat ini adalah saat yang tepat untuk mencari pacar. Yah, Mario mungkin tidak boleh terlalu fokus untuk mencari pacar. Tapi, Mario saat ini berusaha untuk berbaur pada cewek di sekolah barunya. Semoga saja mereka tidak menyebalkan seperti sekolah lamanya.

"Oh ya, Kakakmu bulan depan akan bertunangan," kata papahnya.

Mario mengerlingkan matanya. "Kok cepet banget. Bukannya selama kuliah Kakak nggak boleh pacaran sama Mama?"

Papanya itu menaikkan kedua bahunya. "Nggak tau, mungkin udah kebelet," katanya sambil tertawa.

Mario terkekeh, dia menyandarkan punggungnya di sandaran jok. Kepalanya menengadah ke langit mobil. "Terus, ceweknya orang bule?"

Papanya menggelengkan kepalanya, meski Mario tak dapat melihat gelengannya. Dia berkata, "bukan, katanya sih orang Indonesia. Tapi tinggal di sana."

"Yah, masa jauh-jauh ke Aussie jodohnya orang sini juga."

"Masing mending lah. Daripada kamu suka keluyuran nggak jelas tapi nggak ketemu juga jodohnya," saut papanya dengan nada sindiran. Mario mengangkat kepalanya dan menatap papanya dengan wajah yang merengut.

"Nyambungnya ke sana mulu. Heran," ujarnya kesal.

Papanya terkekeh heran. Dia membawa tangannya ke atas kepala Mario dan mengusapnya pelan. "Makanya, cari pacar gih buruan. Biar nggak disindir mulu."

Mario bingung, kakaknya dulu tak boleh pacaran oleh mamanya meskipun dia sudah kuliah. Sementara dirinya diminta untuk cepat-cepat memiliki pacar oleh papanya.

Meskipun begitu, Mario berusaha menepiskan pemikirannya itu dan berusaha untuk memikirkan sekolahnya besok. Semoga saja berjalan baik dihari pertama. Semoga.



The Girl Who Can't Be LaughedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang