[7]: Telat!

240 95 41
                                    

Ariana Grande ft. Iggy Azalea - Problem ♪

Sebuah guncangan pelan di bahunya membuat Maura membuka kedua kelopak matanya. Seberkas cahaya kemilau membuatnya menyipitkan matanya lagi. Hingga setengah detik kemudian dia sadar jika hari sudah siang.

"Ya ampun!" Maura bangun dari tidurnya dan segera berlari menuju kamar mandi. Meskipun kakinya beberapa kali tersandung, bahunya menyenggol tembok, dan juga kepalanya yang menabrak pintu kamar tak membuat dirinya memelankan laju langkahnya.

"Ibu kenapa nggak bangunin dari tadi?" katanya dari dalam kamar mandi. Terdengar suara kecipakan air dari dalam.

Ibunya itu hanya menggeleng pelan. Tidak biasanya Maura terlambat pergi sekolah. Biasanya dia bangun pagi-pagi sekali untuk sholat subuh dan memasak sarapannya sendiri. Jadi, tidak heran kenapa Sarah bingung mendapati anaknya jam tujuh kurang lima belas menit masih tidur dengan suara dengkuran pelan.

"Kamu cepetan mandinya. Nanti Ibu anter." Sarah sedikit berteriak ke arah kamar mandi.

"Iya," saut Maura yang saat ini sedang menggosok giginya buru-buru.

Hanya dalam waktu sepuluh menit dia sudah keluar dari kamar mandi. Seragamnya belum rapi, rambutnya masih berantakan, dan wajahnya masih terlihat kusut.

Maura meraih sisir dan menyisir rambutnya asal-asalan. Kemudian dia menyemprotkan parfum ke seluruh badannya, sampai dia terbatuk karena tak sengaja menyemprotkannya ke wajah.

Maura menyambar tas gendong dan sepatunya kemudian berjalan cepat keluar kamar. Dia menghempaskan tubuhnya di sofa dan buru-buru memakai kaus kaki dan sepatunya. Meskipun ritme napasnya tak beraturan, dia tetap mempercepat gerakannya. Setelah dia selesai dengan perlengkapan sekolah, Maura pergi keluar rumah.

Ibunya sudah berada di dalam mobilnya, bergegas Maura masuk ke dalam mobil.

"Cepetan, Bu!" tukasnya ngos-ngosan.

Sarah tak menghiraukan perkataan Maura, dia hanya menginjak pedal gas dengan cepat dan membawa mereka pergi dari rumah.

Maura mengeluarkan ponselnya, waktu menunjukkan pukul tujuh lewat. Sekolahnya berjarak dua kilometer, Maura pesimis jika dirinya akan segera sampai ke sekolah tepat waktu. Dan benar saja, tepat di depan, mobil berwarna abu-abu berhenti. Maura pun terjebak macet.

"Sial!" umpat Maura, kemudian dia buru-buru menutup mulutnya karena menyadari jika Sarah berada tepat di sampingnya.

"Maura, Ibu nggak mau Rifal dengerin kata-kata kayak gitu dari kamu." Kata Sarah, sedikit mengancam.

Maura hanya menghela napasnya panjang, lima menit lagi gerbang ditutup. Bagaimana jika Maura tak dapat masuk? Bisa saja dia memohon untuk masuk jika pertugas piketnya Bu Tirta. Karena dia dan guru bahasa Indonesianya itu cukup dekat. Tapi, bisa mati jika dia bertemu dengannya, bisa-bisa Bu Tirta menganggapnya bukan siswi teladan lagi baginya.

"Aisshh!" Maura mendengus kesal. Pening kepalanya menjalar ke bawah, tepatnya di perutnya. Karena dia tadi memang tak sempat untuk sarapan terlebih dahulu.

Boro-boro buat sarapan, mandi aja cuman kena air doang. Maura harap parfumnya itu bisa bertahan lama. Karena jika tidak, Maura bisa diejek karena bau badan.

Setelah lima belas menit berlalu, Maura akhirnya sampai di depan sekolahnya. Setelah dia mencium tangan Sarah dan mengucapkan salam, dia berlari mengintip dari balik tembok dekat pos satpam, yang mana hanya berjarak dua puluh meter dari gerbang sekolahnya.

"Aduh! Mati gue! Udah ditutup lagi!" Maura mengumpat dengan suara pelan, takut-takut jika satpam mendengar.

Maura mengintip lagi ke arah meja piket. Di sana, duduklah seorang lelaki paruh baya yang bertubuh tinggi besar dengan kumis yang tak terlalu tebal di atas bibirnya. Itu Pak Cahya. Guru galak yang mengajar mata pelajaran Ekonomi.

"Gue nggak mungkin bisa masuk, gue harus lewat belakang!"

***

Mario melahap potongan pisang goreng terakhirnya. Dia kehausan, kemudian dia membeli es teh yang letaknya tak jauh dari perpustakaan.

"Bang, satu." Kata Mario. Dia menyodorkan uang dua ribuan.

Mario mengelap sisa minyak dari bibirnya, dengan sabar dia menunggu es tehnya jadi. Dia menyandarkan tubuhnya di pintu kedai es teh tersebut. Kemudian sesuatu menarik perhatiannya.

Di atas tembok sekolah yang bagian atasnya tak ditambahi kawat besi, muncul tangan seseorang. Mario berusaha meyakinkan dirinya jika yang dilihatnya itu bukan ilusi. Juga bukan tangan hantu.

"Ini dek," Mario melonjak kaget, dia meloncat setengah senti dari tempatnya berdiri. Lantas dia tersenyum kemudian meraih es tehnya, dan menyeruputnya. Dengan perlahan dia berjalan mendekati tembok yang kini memunculnya sebuah kepala dengan rambut kecoklatan. Dia meminum esnya hingga habis dan menibulkan bunyi yang berisik.

Mario menyipitkan kedua matanya, dalam hitungan detik seseorang itu melempar tas gendong. Untuk kedua kalinya Mario hampir jantungan. Namun dia merasa tak asing dengan tas yang baru saja mendarat tak jauh darinya itu.

Akhirnya sam pemilik tas memunculkan batang hidungnya. Namun sepertinya dia tak menyadari jika sedari tadi dirinya tengah diamati seseorang.

Dia terus saja memanjat tembok hingga akhirnya dia berhasil turun dengan suara tertawa lega. Dia menepuk telapak tangannya, berusaha membersihkan debu dari tangannya. Dan baru saja dia mau mengambil langkah, dia membeku, tubuhnya tak bergerak, meski jantungnya bekerja lebih cepat dari biasanya.

"Lu?!" pekiknya.

Mario tersenyum, dia menaik-turunkan alisnya. "Hey Maura, ketua kelas teladan yang katanya patuh sama peraturan sekolah."

Maura mendengus kasar, dia lalu berjalan tak menggubris perkataan Mario. Saat tangannya hendak meraih tasnya yang tergeletak di tanah. Mario dengan sigap mengambilnya.

"Eits! Lu kan telat. Lu harus kena hukuman."

Maura memutar kedua bola matanya jengah. "Emang lu siapa? Kepala sekolah? Staff TU? Lu bahkan bukan satpam di sekolah ini. Lu itu bukan siapa-siapa. Jadi sekarang balikin tas gue!"

Mario terkekeh pelan. Dia lalu menggelengkan kepalanya. "Lu nggak mau kan kalo berita soal ketua kelas yang selalu jadi anak emasnya guru-guru, telat terus dia manjat tembok sekolah kayak orang utan."

Maura menggeram kesal. Mimpi apa dia semalam, pagi-pagi sudah diributkan dengan anteknya Mario Bros ini?

"Plis deh, lu bisa apa? Lu nggak punya bukti tuh." Kata Maura santai.

Mario terkekeh pelan, membuat Maura menautkan kedua alisnya bingung. "Plis deh, Maura sayang. Gue udah fotoin lu dari tadi kali."

Maura tercekat. Mati. Bunuh diri namanya kalo ngebiarin anak baru itu nyebarin fotonya.

Maura menghela napasnya berat. "Ya udah deh! Lu mau gue lakuin apaan?"

Mario tersenyum puas. "Gue mau lu jadi pacar gue."

Maura terperangah, tak percaya dengan perkataan yang baru saja Mario lontarkan dari mulutnya itu.

Pacar katanya?

Dia bahkan baru mengenalnya kemarin. Kenapa bukan si Bea saja yang dia jadikan pacar? Jelas-jelas cewek itu naksir sama Mario.

Tapi Maura tak heran, karena Bea selalu menyukai cowok ganteng.

Maura diam mematung. Mario masih memegangi tasnya. Waktu seakan berhenti berputar. Apakah ini benar-benar terjadi padanya?




A/N
Bayangin Mac makan gorengan jadi ngakak sendiri njir bhakkk

#QOTD: Lagi suka genre musik apa?

Me: EDM

The Girl Who Can't Be LaughedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang