Pondok Labu, Jakarta Selatan
"Ezraa!" Terdengar teriakan Tante Lina dari ruang tamu.
Ezra berhenti menulis beberapa kalimat dasar bahasa Spanyol yang ia pelajari secara otodidak dari video pembelajaran di YouTube. Ia segera mengklik tombol pause pada video yang masih berputar di layar laptop, lantas berdiri dari meja belajar. "Ya, Tante?" sahutnya sambil melangkah keluar dari kamar.
Tante Lina baru sampai di depan kamar, matanya berbinar begitu melihat Ezra. "Tebak siapa yang baru saja menelepon mencari Ezra?"
"Tete?!" Ezra memekik senang.
Tante Lina mengangguk dengan senyum merekah. "Ayo, cepat. Jangan biarkan dia menunggu lama!"
-----
"Halo... Oh, ho-hola?" sapa Ezra tergagap begitu mendekatkan gagang telepon di telinga kirinya. Ia berdiri dengan gugup, sementara Tante Lina di sampingnya memberi kode padanya agar duduk di atas kursi dekat meja telepon. Ezra menurut, wajahnya masih saja tegang.
"Hola. Ezra?" Suara di seberang sana terdengar kaku.
"Hola, Tete..." Ezra tersenyum kagok.
"Tete? Uh, just call me Alex. Can you speak Spanish, Ezra?"
Mata Ezra berkaca-kaca. Suara kakak lelakinya, entah kenapa, terdengar hangat dan dekat. Mereka seperti pernah bertemu, pernah saling bicara sebelum ini, pernah berinteraksi, hanya saja Ezra lupa kapan dan di mana.
"Yes... Err, I mean, no!" Ezra menyahut grogi, menggelengkan kepala sambil mengelap keringat dingin di keningnya. "I still learn Spanish, Kak.. ah, I mean, Alex."
"What did you call me? 'Kak'?"
"Kakak. Older brother in Indonesian," jelas Ezra tersendat. Ia menatap Tante Lina yang masih tersenyum ke arahnya dengan sorot minta tolong. Tante Lina menepuk pundak anak itu, memintanya tenang.
"You may call me Kakak if you want to. Sounds good."
"Kakak, are you okay there?" tanya Ezra dengan segera. "Is Papa really dead?"
"... Yes."
Mata Ezra sudah basah kini. "I am sorry... I saw the news. People shot him, right? With the big guns? Did Papa hurt much? Mama hurt much before she died..."
Tak ada tanggapan dari seberang.
"Kakak? Are you still there? Please don't leave me..." Ezra menghapus air mata yang mengalir di pipinya.
"Yes, I'm still here, Ezra."
"So, we are alone now? I am alone? They say something about immigration I really don't understand. They say I have to go back to Honduras because Mama was late about something, about having permission to live here as foreigners. You know about deportation?"
Tante Lina menutup mulut, tampak syok. Ia tak menyangka Ezra mengetahui hal ini. Apa anak itu mendengar percakapannya dengan sang suami tempo hari?
"I know. I have read some documents sent from Indonesian embassy through Papa's mail address. I think I am gonna pick you up soon, Ezra. There's no other choice. You're my responsibility now."
"When?" Ezra memegang gagang telepon erat-erat.
"After Papa's funeral. I just need to sign some papers, then I will come to get you."
KAMU SEDANG MEMBACA
Chartreuse 2014
General FictionBUKU KEDUA DWILOGI CHARTREUSE. HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG. Versi dewasa dari tokoh utama Chartreuse 2004, Alexander Aranda, yang telah berusia 20 tahun dan bekerja di Morgue Judicial (rumah duka) San Pedro Sula, Honduras. "Tahu cara terbaik...