Prolog

50.7K 2.3K 31
                                    

Suara gemericik air semakin lama semakin kencang, menandakan di luar sana hujan mulai turun dengan lebatnya. Menimbulkan rasa dingin, dan sejuk secara bersamaan. Tapi, semua itu seakan tak ada rasanya jika dibandingkan dengan perasaan yang kini sedang dirasakan oleh orang yang tengah menangis pilu itu.

Elvy, menatap sahabatnya dengan pandangan tak tega, tangannya beberapa kali mengusap punggung sahabatnya itu dengan lembut.

"Udah dong Maura, jangan nangis terus. Lo nangis juga percuma. Gue udah berapa kali bilang kalau dia itu nggak baik buat lo, lo nya nggak percaya apa kata gue." Dia bukan mau menyalahkan sahabatnya, tapi dia greget sendiri dengan sikap Maura yang lebih memilih percaya dengan tokek rombeng macam Toni Toni itu dibandingkan dengan dirinya.

Maura menoleh dengan mata yang sembab, hidungnya memerah dan mengeluarkan cairan dari sana, yang membuat Elvy langsung memberikan tisu pada Maura. "Lo kok nyalahin gue sih, El." Maura menghapus ingusnya dan membenarkan duduknya menghadap kearah Elvy

"Lo nggak tahu gimana rasanya jadi gue, diputusin tanpa sebab, rasanya itu sakit banget El. Padahal gue itu sayang banget sama dia, tapi dia ngelakuin ini semua ke gue." Air mata Maura kembali keluar diiringi dengan isak tangis dari bibir wanita itu.

Elvy menepuk punggung Maura yang kembali bergetar, ya dia memang tidak tahu bagaimana rasa sakitnya diperlakukan seperti itu, dan dia juga tidak berniat untuk nya. "Dengerin gue, lo nangis juga percuma dia nggak bakal peduli sama lo. Kalau dia peduli dia nggak bakal buang lo kayak gini."

"Tapi kan.."

Elvy mendelik "Tapi apa?" potonganya dengan sorot mata menantang. Elvy menggelengkan kepalanya ini yang menjadi satu alasan yang membuat dia tak ingin mengenal perasaan yang semua orang katakan sebagai perasaan bahagia tapi sering berakhir duka "Nggak ada tapi-tapian. Lo bakal dapetin orang yang lebih baik dari dia, percaya sama gue. Seorang sahabat nggak bakal jatuhin sahabatnya, kecuali itu sahabat jadi-jadian."

Ucapan Elvy itu membuat Maura tertawa kecil "Dih sok bijaksana banget sih. Padahal jatuh cinta aja nggak pernah," ejek Maura "Gue doain lo moga ngerasain apa itu namanya jatuh cinta." Maura mengusap matanya, menghapus sisa air mata yang di matanya.

"Doanya gitu banget sih. Nyesel gue temenin lo ber jam-jam disini. Mana hujan lagi." Elvy cemberut, pura-pura marah

"Ih kan gue becanda. Eh beneran deng , semoga lo bisa rasain namanya cinta. Perasaan yang dari dulu lo nggak suka. Biar hidup lo berwarna dikit El." Maura terkekeh apalagi saat melihat raut wajah Elvy yang semakin cemberut.

Elvy bangkit dari duduknya, menyampirkan tas di bahu kanannya "Gue balik." Dan langsung pergi dari sana, dengan Maura yang berteriak untuk menungguinya. Dia bukannya tidak suka untuk jatuh cinta, tapi dia hanya takut jika dia cinta dia akan merarasakan namanya sakit karena patah hati. Perasaan yang bisa membuat dia terpuruk seperti sahabatnya itu.

TBC

Hai hai, apa kabar? aku membawa cerita baru nih, semoga kalian suka ya sama cerita ini dan Alya hehe sekalian promosi.

Berharap kalian suka ya. See ya :D


Eldwin dan Elvy✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang