Warning Typo! Gaje ! Flat !
Eldwin menatap pintu ruang dosen itu dengan pandangan penuh keyakinan, ditangan kanannya masih setia map milik Elvy. Dia akan bertanggung jawab dengan apa yang sudah dia perbuat, terlebih lagi dengan cara ini dia bisa memperbaiki hubungannya.
"Lo gila El. Lo gila." Eldwin geleng-geleng kepala sendiri, menyadari apa yang dia lakukan ini hanya untuk seorang wanita yang belum genap seminggu dia kenal. Wanita yang manis sekaligus galak. Eldwin memegang rambutnya yang masih terasa nyilu akibat Elvy yang menjambaknya dengan keras. Dia heran Elvy apa dia beneran cewek atau cewek jadi-jadian. Tapi, dia tidak marah melainkan menyukainya. Gila kan.
Setelah memperbaiki penampilannya, cowok berkemeja flanel itu masuk kedalam ruangan, mencari dosen untuk menyelesaikan masalah ini.
Dilain tempat Elvy merengut kesal, disampingnya Maura, Atta dan Evan yang sudah duduk manis, menemaninya.
"Gue heran. Kenapa lo punya temen gila plus menyebalkan kayak gitu sih. Padahal lo itu keliatan pendiem, jauh banget sama temen lo satu itu," ucap Elvy sambil meremas-remas kertas sampai lecek.
Evan menghendikkan bahunya, "Takdir kali," candanya "Udah deh El, lo percaya aja sama si Eldwin. Gue yakin dia nggak bakal ngapa-ngapain tugas lo." lanjutnya, mencoba menurunkan emosi Elvy.
Elvy mencebikkan bibirnya, "lo yang yakin gue nggak," tukasnya keras. "Awas aja tuh anak satu, gue nggak segan-segan dia mukul dia sampai biru kalau tugas gue dia hancurin lagi." Ancamnya dengan kilatan amarah yang jelas sekali di mata wanita itu.
Maura melempar pandangan ke arah Evan, yang dibalas gelengan kepala sambil mengankat hpnya. Dan respon yang sama dia dapatkan saat melihat Atta.
"El gue boleh nanya?"
"Tanya aja." Atta menoleh kearah Evan dan Maura sebelum mengeluarkan kalimat yang sudah gatal dia ingin keluarkan sejak kemarin-kemarin.
"Lo punya perasaan ya sama Eldwin? Maksud gue lo suka samaa Eldwin?" tanya Atta hati-hati. Tapi, meski begitu Elvy langsung melemparkan lemparan tajam ke arah Atta seakan cowok itu sudah mengatakan hal yang paling menjijikan.
"Lo bilang gue suka sama si Eldwin?" Elvy menunjuk dirinya sendiri, lalu geleng-geleng dengan senyum mengejek "Nggaklah, ngapain gue suka sama tuh manusia satu, yang ada gue benci sama dia," bentaknya kesal membuat Atta terlonjak saking kagetnya.
"Ya kan kali suka. Soalnya kok lo bisa marah banget sih, padahal cuman tugas lo doang yang rusak tapi marahnya kayak orang diselingkuhin." Atta mengusap tengkuknya gugup. Gimana nggak gugup kalau Elvy sudah menatapnya dengan tatapan seakan-akan ingin memakan dia hidup-hidup.
"Bukan masalah cuman tugas anjir." Elvy merasa tersinggung dengan ucapan Atta "Gue udah ngerjain tugas itu dari kemarin sampe nggak tidur. Kalau gue nggak lulus mata kuliah itu, emang dia mau biayain gue buat ngulang ha!?"
Maura yang sudah merasa keadaan tak tentram mulai buka suara, ditepuknya pundak sahabatnya "Udah El, udah," ucapnya menanangkan Elvy "Lo juga Ta, udah tahu anak orang lagi emosi, lo pancing-pancing."
"Ya maaf."
"Daripada kita panas-panasan disini, ke cafe depan yuk. Lumayan ngadem sambil nunggu si kunyuk, gimana?" usul Evan sambil menoleh ke tiga orang itu menunggu jawaban.
Maura mengangguk, "boleh deh, lumayan gue haus. Yuk El, gue bantuin deh ngebujuk Bu Ratna, tenang gue bakal bantuin lo sebisa mungkin kalau bisa sampai darah penghabisan deh."
Elvy mengernyit lalu tertawa kecil "Lo lebay tahu nggak. Tapi makasi ya Ra," ujarnya tulus.
"Sama-sama sayang, lo sahabat gue. Seorang sahabat selalu ada untuk sahabatnya kalau dibutuhkan,kan. Jadi ayok kita ke cafe, gue udah nggak tahan." Maura bangkit sambil membantu Elvy berdiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eldwin dan Elvy✔
RomanceElvy, takut untuk jatuh cinta. Takut merasakan patah hati seperti orang lain, perasaan yang membuat dia merasa jatuh sejatuh-jatuhnya. Dan karena itulah dia membetengi dirinya agar tidak pernah merasakan perasaan itu. Tapi tiba-tiba, perasaannya...