Malam

116 8 0
                                    

Lebih tepatnya setelah matahari pulang ke peraduan. Lalu bulan mulai naik ke langit dengan terang .

Masih ingat kah, tuan?  Saya harap iya.

Entahlah. Hubungan ini yang sudah hambar atau kau yang harus ditampar.

Tak cukup kah hanya saya?

Saya selalu berusaha menjadi yang terbaik untukmu, tapi sepertinya bukan saya yang kamu mau.

Malam itu, kenyataan tidak bersahabat baik dengan saya.

Boleh saya tanya, tuan?

Sejak kapan kau mahir memainkan skenario?

Sampai membuat saya terkejut dengan pertunjukkan perselingkuhanmu yang hebat.

Kau betul-betul handal dalam berperan. Hingga membuat saya seperti orang bodoh yang tak tahu apa-apa.

Entahlah. Sebelumnya, terima kasih untuk pertunjukkannya. Berhasil mengeluarkan ribuan rasa sakit yang tertuju pada diri saya.

Juga hati ini, tuan.

Sebaiknya jangan muncul lagi. Sebelum saya muak dan bersikap seperti anak kecil yang kehilangan permen manisnya. Lebih tepatnya menangis tak henti-henti.

Karena saya rasa, pria brengsek sepertimu tak pantas mendapatkan air mata saya.

Pergilah.

Pergi dengan ratusan janji yang kau buat, sewaktu saya masih sama kamu. Pergi dengan sikap yang selama bertahun-tahun ini, cukup meyakini saya bahwa kau pria baik-baik.

Tapi nyatanya tak lebih dari pria brengsek.

Ah, iya. Kau tahu? Kau berhasil membuka luka baru, yang sebenarnya sudah kau sembuhkan beberapa tahun lalu.

Sewaktu saya masih sama kamu.

Lucu memang. kau yang menyembuhkan, kau juga yang menghidupkannya lagi.

Bukan menghidupkan kebahagian.

Melainkan luka yang tak saya inginkan.

Djakarta, Desember 2016
-syhw.

PenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang