4. Radio Silence

9.1K 631 39
                                    


Edited

Hal yang pertama kali dirasakan Faith saat pertama kali bangun dari tidurnya adalah rasa lelah. Ia sudah tertidur selama 7 jam dan entah mengapa ia masih merasa amat lelah seperti energi yang dikumpulkannya dengan tidur hilang begitu saja. Tidak biasanya Faith merasa seperti ini. mungkin ini adalah efek bekerja terlalu larut malam. Selimutnya yang halus membuat Faith ingin kembali tidur, namun ia tahu ia tidak bisa melakukannya karena ia harus bersiap-siap untuk kerja sebelum ia terlambat. Faith segera berjalan menuju kamar mandinya, namun sebelum ia masuk ke dalam bathubnya, ia memastikan tidak ada makhlus halus atau apa saja yang menyentuh pahanya semalam. Faith menggeleng-gelengkan kepalanya, Faith tidak percaya pada keberadaan makhlus halus, ia seharusnya tidak perlu mengkhawatirkan hal-hal seperti ini. Mungkin kejadian tadi malam hanyalah halusinasinya. Setelah mandi dan berdan-dan seadanya, Faith lalu mengenakan seragam kerjanya yang biasa ia pakai. Sambil menyisir rambutnya yang masih basah, mata Faith tidak sengaja tertuju pada radio tua ayahnya.

Meletakkan sisirnya, Faith berjalan menuju meja tempatnya menyimpan radio. Jemarinya menelusuri tekstur radio itu. Semalam radionya ini berhenti berputar, apakah radio ini telah rusak? tanya Faith dalam hati. Jari telunjuknya menekan tombol power, mencoba untuk menyalakan radio itu, namun tidak ada suara apa-apa yang dikeluarkan oleh radio itu. Faith mencoba mengutak-atik volume radionya dan menekan semua tombol yang ada disana secara bergantian, namun hasilnya nihil. Sambil menghembuskan nafas kecewa, Ia akhirnya menyerah, radio ini benar-benar telah rusak. Faith tidak tahu apa yang menyebabkan radio itu rusak, tadi malam radio itu masih menemaninya. Mungkin karena efek usia mesin radio yang memang sudah tua. Meskipun sudah rusak Faith tetap akan menyimpannya karena radio ini adalah satu-satunya peningggalan ayahnya. Faith menggendong radio yang tidak terlalu besar ukurannya itu ke atas lemari bajunya. Untuk sementara waktu akan ia letakkan disana saja, sampai Faith bisa mengumpulkan uang untuk memperbaiki radio itu.

Faith melirik jam tangannya dan matanya terbelalak lebar ketika melihat jam tangannya menunjukkan pukul tujuh yang artinya ia telah terlambat bekerja. Ia mengutuk dirinya sendiri karena dari tadi ia terus memikirkan dan mengurusi radio tuanya hingga ia lupa waktu dan terlambat. Faith dengan cepat berlari kebawah dan menaiki sebuah taksi kosong yang terparkir di halaman apartmentnya. Ia tidak punya waktu lagi untuk menunggu bus yang biasa ia naiki. Faith bertanya-tanya dalam hatinya apa yang akan atasannya pikir tentang Faith karena tidak biasanya Faith terlambat seperti ini. Naik taksi akan membuat Faith mengeluarkan uang yang lebih banyak dari biasanya, tapi Faith tidak punya pilihan. Cafe tempatnya bekerja buka pada pukul tujuh dan ia berangkat dari apartmentnya pada pukul tujuh juga. Faith sangat yakin atasannya akan marah padanya.

Setelah menyerahkan beberapa lembar uang kepada taksi itu, Faith dengan cepat berlari memasuki cafe, ia melihat Lauren dan beberapa karyawan lainnya berjalan kesana kemari dengan sibuk melayani pelanggan yang sudah lumayan ramai. Tidak ingin membuang waktu lagi, Faith setengah berlari ke lokernya. Tanpa memperhatikan jalan, Faith menabrak seseorang--bossnya. Faith mengutuk dirinya dalam hati, sungguh awal yang bagus untuk harinya.

"Faith!" Lelaki tua dengan kumis yang tebal membentak Faith, membuat Faith menundukkan kepalanya dengan takut.

"Mengapa kau terlambat?! Kau tahu bukan restoran ini tidak menerima karyawan malas? Ini sudah--" Lelaki tua itu melirik jam yang tergantung di restorannya, lalu ia melanjutkan, "pukul tujuh lewat, kau terlambat 30 menit! Pekerjaan apa yang kau lakukan dirumahmu sehingga kau terlambat??! Cafe ini harusnya menjadi prioritas utamamu!" Omel atasannya didepan wajah Faith yang sudah pucat seperti kertas dengan keringat dingin yang sudah menghiasi keningnya. Faith melirik kumis tebal atasannya yang terciprat oleh ludahnya sendiri saat ia memarahi Faith tadi. Faith berusaha untuk menjaga ekspresi wajahnya tetap netral, tidak ingin menujukkan ekspresi jijik karena ia yakin ia akan terjebak kedalam masalah yang lebih besar dari ini.

My Demon MasterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang