9 : Old Enemy

3.7K 337 36
                                    

Haruno Sakura mengerjap tidak nyaman ketika instingnya merasakan kalau pagi sudah menjelang. Memang kamarnya masih gelap, gorden di jendelanya pun masih tertutup rapat, tapi instingnya sudah berteriak kalau hari memang sudah pagi dan saatnya untuk Sakura bangun dari tidurnya.

Sakura memang tidak pernah menyetel alarm untuk membantunya bangun. Bukan apa-apa, ia hanya tidak suka dengan suara alarm yang terlalu berisik. Ia adalah tipe gadis yang menyadari waktu dengan sendirinya.

Sakura menggeliat kecil, berusaha mendudukkan dirinya dengan keadaan tubuh yang terasa lemas dan sakit semua. Begitu posisi duduknya telah sempurna, ia menyadari kalau ia tidak tidur dalam kamar pribadinya.

Sakura mengernyit menyatukan alisnya. Ia menerawang, menarik dirinya kembali untuk mengingat kejadian semalam. Lalu Sakura merona, menyadari dimana ia berada sekarang.

Kamar Sasuke.

Ya, tidak salah lagi. Sprei berwarna gelap dan aroma maskulin yang membelai mesra hidungnya sudah cukup menjadi bukti eksistensi jejak Sasuke dalam kamar ini.

Tanpa sadar, Sakura menenggelamkan wajahnya kembali dalam bantal yang semalaman menopang kepalanya. Menyerap dalam-dalam aroma Sasuke yang langka, dan sebisa mungkin menyimpannya dalam memori otak, agar bisa dihirupnya kapan saja.

Namun, Sakura langsung berjingkrak ketika pintu yang awalnya tertutup terbuka dengan gerakan perlahan. Hal pertama yang membuat atensi Sakura teralihkan adalah sosok Sasuke yang memakai celemek dan membawa sebuah nampan dengan semangkuk bubur yang dapat dipastikan adalah buatan tangan Sasuke.

Sasuke menekan tombol lampu, dan menemukan Sakura telah bangun dan menatapnya dengan wajah merona. Astaga, apa yang sudah dilakukan gadis gila itu pagi-pagi begini?

"Kau sudah bangun." Ucap Sasuke, berjalan mendekati Sakura yang masih belum menemukan dunia nyatanya.

Sasuke meletakkan nampannya di nakas samping tempat tidur, bersamaan dengan melepas celemek yang dipakainya. Ia menatap emerald Sakura dan menaikkan alisnya satu, tidak mengerti dengan ekspresi konyol yang ditampilkan Sakura sekarang.

"I-iya..." Adalah satu-satunya kata yang dapat keluar dari mulut Sakura.

Canggung.

Tak ada kata-kata apa pun yang keluar lagi dari mereka berdua. Kini kesunyian telah menelan mereka. Sakura yang tidak tahu harus memulai apa dan Sasuke yang terlalu kaku untuk sekedar memulai sebuah percakapan.

"Jadi..."

"Jadi..."

Jadilah mereka berdua mengucapkan dua kata yang sama dalam frekuensi masa yang sama pula. Sakura mengerjapkan matanya lalu terkikik, sementara Sasuke hanya menggaruk belakang kepalalanya canggung.

"Jadi, Sasuke-kun sudah tahu semuanya kan?" Tanya Sakura akhirnya memulai.

Sasuke mengangguk serius, "Hn, maaf untuk semalam. Aku benar-benar tidak tahu kalau akan separah itu."

Tersenyum maklum, Sakura mengangguk patah-patah, "Yah, memang. Rasanya seperti kejadian terkutuk itu terulang kembali."

"Aku pikir, aku merasakan sebuah kehilangan yang paling buruk. Tapi ternyata aku masih tidak seberapa." Ungkap Sasuke.

Sakura tersenyum maklum. Ia sangat mengerti akan perasaan itu. Perasaan kehilangan terburuk yang pernah ia rasakan selama hidupnya. Jujur, ia juga sering berpikir seperti Sasuke. Ia bahkan sering berpikir kalau hidupnya sudah tidak berguna lagi ketika ia telah tidak memiliki siapa-siapa untuk dijadikan rumah ketika ingin pulang.

Namun Sakura sadar, jika dunianya tidak berpusat pada orang tuanya. Masih ada banyak orang yang bersedia memberikan sandaran untuknya. Dan Sakura tahu, kalau Sasuke baru saja menjadi salah satunya.

Ikemen Syndrome [SasuSaku]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang