3. Biang Kerok

250 14 0
                                    

"Bisaku hanya menunggu alam mempertemukan ku dengan 'sang tepat'."

•••

Bogor, Indonesia.
09.50

Siul-siulan sekaligus gelak tawa mendominasi segala penjuru kantin dibarengi eksistensi seorang pemuda yang terkenal sebagai biang kerok sekolah, Rendi Bramantyo. Pagi hari ini Marshall sukses membuat reputasi Rendi yang terkenal sebagai Raja FIFA sekolah hancur habis. Jika saja tidak ada perjanjian yang mengikat antara Marshall dan Rendi, pasti sudah dipastikan, Marshall tidak akan menunjukkan eksistensinya di sekolah selama seminggu kedepan, kalaupun tidak, pastinya Marshall akan datang dengan dihiasi lebam di sekujur tubuh dan wajahnya.

"Ren, boxer kamu bagus," cetus seorang pemuda yang berkedudukan sebagai ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah, Reyhan Bagaswara. Reyhan dan Rendi bagai pion yang kontras sangat berbeda baik tingkah maupun kepribadiannya. Tak ingin memicu keributan, Rendi tak menggubris cemoohan Reyhan yang selalu bisa memanfaatkan segala situasi yang berpotensi menjatuhkan reputasinya. Memang sudah tidak menjadi pemandangan yang aneh lagi kalau kedua pemuda ini saling melemparkan tatapan membunuh bagaikan melempar bom ke benteng kubu lawannya masing-masing.

Bagai maling yang tertangkap basah tengah mencuri, Rendi digiring keliling kantin dengan hanya memakai boxer dan atasan seragam sekolah untuk memenuhi taruhannya dengan Marshall.

"Kalau gue yang menang, motor lo gue pakai selama sebulan kedepan." kata Rendi dengan senyum miring tercetak di wajahnya.

"Kalau gue yang menang, lo harus muter-muter kantin, pakai boxer." kata Marshall dengan senyum sarkastis yang tak kalah tajam dengan seringaian Rendi.

Sementara dibelakang Rendi, Marshall menampilkan cengiran yang memancarkan kebahagiaan penuh, terlihat dari deretan giginya yang ia pamerkan dengan amat bangga. Tak jarang ada beberapa siswa yang memberikan ucapan selamat kepadanya dikarenakan keberhasilannya menaklukkan si Raja FIFA sekolahan tersebut. Sementara Marshall berjalan penuh kebanggaan, Rendi di depannya justru menahan uneg-uneg sekaligus umpatan-umpatan yang berulang kali harus ia telan, barangkali untuk saat itu.

Sementara itu, gadis yang berambut hitam sebahu yang berjalan bersebelahan dengan Marshall malah menautkan alisnya, tak faham dengan apa yang sekarang tengah terjadi di depan matanya. "Kamu enggak kasihan?" Dengan tatapan iba sekaligus dipenuhi rasa tak tega, Luna melihat pemuda di depannya ini seperti sedang diperlakukan tidak senonoh. "Kenapa perlu kasihan? Kan sesuai dengan isi taruhannya." kata Marshall dengan santai sembari tangannya ia kibas-kibaskan sepanjang koridor kantin dengan angkuhnya. Luna hanya bisa menggigit bibir bawahnya dengan getir tanpa bisa bertingkah apa-apa.

•••

Tetesan air hujan yang terus saja menderu dari balik kaca besar di hadapan gadis berseragam khas anak sekolah menengah atas. Tak jarang pula gemuruh guntur ikut bersuara memecah kesenyapan dan rasa kantuk yang disebabkan oleh hawa dingin yang ditimbulkan hujan.

Moon and MarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang