38. ikhlas

497 36 1
                                    

thirty eight

GALANG memasuki rumah besar yang kini nampak kosong. Seperti tak ada kehidupan. Rasanya kesedihan mengambil segala cerita dirumah yang hampir 5 bulan dia tempati ini. Dan, kehangatan dirumah ini sungguh membuat Galang bahagia.

“Ma?” Galang memanggil pelan. Dia memang memutuskan untuk memanggil Kiran, Mama. Karena suatu malam, Galang menangis karena Ayahnya memutuskan untuk menikah lagi. Juga Ibu nya yang baru Galang ketahui bahwa mempunyai pacar dan akan menikah suatu saat nanti. Hal itu jelas membuat Galang hancur. Cowok itu tak tahu harus berbuat apa malam itu, hanya menangis walaupun dalam diam. Hingga, Kiran datang, dan berkata bahwa semua baik-baik saja jika Galang dirumah ini. Dan, semua benar. Disaat kebahagiaan itu merembet jauh dalam hidupnya, kini kenyataan datang menghempas semua itu dalam satu detik.

“Bang?” panggil Galang lagi disaat sudah menaiki anak tangga.

Lorong rumah itu nampak hampa, dan Galang memutuskan untuk berhenti didepan kamar Fathan.

Fathan sudah dimakamkan, baru saja. Dan hal itu. Membuat semua orang terluka sangat jelas. Hingga semua tak dapat berkata selain berdoa dalam hati. Walaupun beribu harapan malam itu terucap berkali-kali, takdir tetap mengambil jalan sesuai perintah-Nya. Dan, semua mencoba ikhlas walaupun harus mencoba menyembuhkan luka yang tertancap dalam, juga lebar.

Galang membuka pintu kayu itu, dan berhenti melangkah ketika melihat punggung seseorang yang membuatnya melebarkan bola mata, lalu mengucek matanya beberapa kali.

“Fath?” katanya bergetar.

Ketika menoleh, Galang segera menghembuskan napas kasar. Ternyata Fathir. Galang tersenyum miris, kemiripan mereka berdua jelas sekali. Tidak ada bedanya. Bedanya hanya, Fathir rapih setiap saat, sedangkan Fathan masih tercuil gaya tengilnya. Galang terkekeh tanpa suara mengingat hal itu.

Gue masih gak nyangka, udah gak ada lo yang bakal ngomel karena gue masuk kamar lo tiba-tiba, Fath. Gue masih pengen, pengen bikin lo marah setiap gue kerikan disini.

“Kangen?” tanya Fathir dengan bibir yang tertarik tipis.

Galang hanya tersenyum miris, lantas memasuki kamar itu. Kamar dengan aroma khas milik Fathan Ado Respati.

Galang membaringkan tubuhnya dengan pelan keatas kasur, lalu menutup matanya, dan menghela napas lewat mulut.

“Banget.” ucap Galang menjawab pertanyaan Fathir sebelumnya.

Fathir terdiam, menghela napas teratur dengan tenang. “Anak nakal.” gumam laki-laki itu menatap meja belajar adiknya, dimana ia sering mengawasi adiknya disana, dimana dia akan menegur dengan sarkas saat Fathan memainkan ponsel jika sedang belajar. “Gue belom nikah demi lo, tapi lo tinggalin gue gitu aja.”

Galang menarik napas dalam-dalam, mencoba mengisi dadanya yang tiba-tiba serasa terhimpit. “Brengsek lo, Fath. Lo pergi tanpa bilang apa-apa ke gue. Seenggaknya lo bilang kek, gue jangan kerikan lagi dikamar lo.”

If YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang