BAB 1

41 1 0
                                    

P E N Y I S I P A N
(Bagian 1)
__________________

-Hidup itu bukan tentang menuju hasil, tapi menikmati proses-

------------------

'Tidak! Bukan maksudku seperti itu, tapi keadaan yang memaksaku, tolong mengertilah." dengan lirih dia mengatakannya, seorang perempuan berambut cokelat kehitaman sekitar awal 20-an.

"Keadaan yang memaksamu? Tidak, keadaan tidak memaksakan cinta Nat, tapi mungkin kaulah yang sudah lelah berjuang bersamaku." Sambil menggelengkan kepalanya pelan, laki-laki yang umurnya tidak jauh dari lawan bicaranya itu melepaskan genggamannya.

"Dery, kumohon mengertilah, aku tak mau kehilanganmu." perempuan yang tadi dipanggil Nat itu menahan genggaman yang hampir terlepas.

"Tidak mau kehilanganku, tapi kau juga tidak mau kehilangan kesempatam untuk menikahi laki-laki yang lebih mapan, bukan? Jadi lepaskan saja aku, kau juga harus mengerti, jangan terus menyiksaku." Pria bernama Dery itu akhirnya melepaskan genggamannya dan pergi meninggalkan gadis itu terpaku sambil menangis di tempatnya.

"Cut!! Oke cukup untuk hari ini, kerja bagus" suara seorang pria menghentikan over melodrama tersebut.

"Oke guys, hari ini cukup sampai di sini, besok kita lanjut dari jam 8 pagi, dan gak ada yang telat!" dia lagi yang berbicara, seorang pria tegap berumur 29 tahun, yang sedang duduk dibangku bertuliskan 'sutradara'.

Setelah dia berbicara semua orang yang ada di tempat itu mulai merapikan barang-barang, entah itu barang pribadi atau properti.

Saat dia bilang tidak ada yang boleh terlambat besok maka tidak akan ada yang datang terlambat, alasannya beragam tiap perspektif individunya, tapi yang paling banyak adalah karena semua orang menghormatinya.

Dalam dunia perfilman siapa yang tidak mengenalnya, seorang sutradara muda yang sedang naik daun karena setiap film yang digarapnya selalu menuai prestasi, setidaknya setiap film yang dia buat akan selalu masuk nominasi.

Darias Nanta Praja, jika nama itu terpampang dalam sebuah film, maka dipastikan film itu akan menjadi sorotan utama media pada penayang perdananya.

Kini Darias hanya sedang duduk santai di singgasana miliknya, dia sedang memijit pelan hidung mancung miliknya sambil memejamkan mata.

"Kenapa projek terakhir gw harus full romance sih, naskahnya beban lagi, hahh." Darias menghela nafas lelah.

Dia hampir tidak pernah membuat film romance, dia lebih suka action ataupun crime dibandingkan romance, tapi ini semua keputusan dari PH untuk menempatkannya di film ini, sebenarnya dia bisa menolak, tapi desakan untuk membuktikan dirinya juga bisa membuat film bergenre romance akhirnya mendorongnya untuk menerimanya.

"Hahh"

Sekali lagi dia menghela nafasnya, kemudian dia bangkit dan memberikan perintah kepada asisten sutradara untuk merapihkan tempat syuting dengan teliti, dan kemudian dia mengendarai mobilnya pergi menjauh dari tempat itu.

Keadaan Jakarta cukup ramai tapi tidak padat, walau ini sudah lewat jam 10 malam aktifitas Jakarta tetap tak berhenti, benar bila orang bilang Jakarta kota tanpa tidur.

Darias menepikan mobilnya di dekat sebuah warung makan kaki lima di pinggir jalan, dia memutuskan untuk mengisi perutnya terlebih dahulu sebelum pulang, karena dia yakin jika dia sudah sampai rumah yang akan dia lakukan adalah langsung tidur.

Dia memesan sate ayam, lalu duduk menunggu pesanannya selesai, dia termenung diam dalam duduknya.

Pandangannya tertuju pada jalan yang sedang dipenuhi lalu-lalang kendaraan.

Mungkin Tak Ada EsokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang