Minghao dan Lalisa duduk di sebuah cafe. Mereka berdua memutuskan untuk pergi lebih dulu dari yang lain. Sebenernya Minghao yang mengajak Lalisa pergi, karena ia tau kalau Lalisa sedang dalam kondisi emosi yang memuncak.
"Udah sih, Lis. Lo nggak usah dendam gitu sama Wonwoo sama Nayoung. Mereka juga kan dulu sahabat lo," ujar Minghao sambil menatap Lalisa yang masih betah menatapnya dengan pandangan datar.
"Sahabat? Bukan. Nggak ada sahabat yang nusuk dari belakang," balas Lalisa acuh.
"Ya lagian lu sahabatannya sama cowok sih. Jadinya gini kan, gue nggak nyalahin posisi lo kok. Elo nggak salah sama sekali, kalian bertiga nggak ada yang salah kok. Cuma ya itu, perasaan cinta tumbuh seiring berjalannya waktu. Kalian saling cinta karena udah terbiasa," ujar Minghao lagi.
"Tapi lo tau nggak sih, gue ngerasa semua ini nggak adil. Gue yang suka duluan sama Wonwoo, gue yang sayang duluan sama dia, gue yang selalu ada buat Wonwoo, gue yang selalu sedia telinga cuma buat dengerin curhatan Wonwoo tentang Nayoung, gue yang selalu siap jadi hati batu dan baju cuma buat nahan rasa sakit hati pas liat Wonwoo sama Nayoung, gue yang selalu di lupain kalo mereka lagi berdua, gue... gue... gue yang selalu ngalah di berbagai keadaan. Dan sekarang lo nyuruh gue ngalah lagi, Hao? Gue capek ya ngalah mulu. Kalo ngebunuh orang nggak bikin gue masuk penjara, mungkin dari dulu 2 manusia itu udah gue abisin sampe ke akar-akarnya."
Minghao menatap Lalisa dengan prihatin tapi tidak bisa dipungkiri juga kalau dia merasa ngeri pada Lalisa.
"Ya terus sekarang mau lo apa? Lo mau ngejauhin Wonwoo terus? Lo mau marah terus sama Nayoung?" Tanya Minghao yang kemudian mengusap wajahnya.
Lalisa diam saja, dia tidak bisa menjawab pertanyaan Minghao sama sekali.
"Nggak bisa jawab kan lo? Lo bingung kan? Udahlah, Lis. Maafin aja mereka berdua, lo lupain semua masalah ini. Gue nggak mau lo makin pusing soal kaya beginian. Tuhan aja Maha Pemaaf ya, Lis. Masa lo yang ciptaannya Tuhan nggak mau maafin sesama sih?" Bujuk Minghao lagi.
Lalisa masih diam saja. Belum ada niat untuk menjawab setiap pertanyaan dan bujukan Minghao.
"Lis, gue tanya sama lo. Lo masih sayang nggak sama Wonwoo? Mau sejelek apapun dia, mau seburuk apapun dia, lo masih sayang nggak sama dia?" Tanya Minghao serius.
"Ya. Gue masih sayang sama dia."
Minghao tersenyum lega, "Kalo lo masih sayang sama Wonwoo mending lo maafin dia. Balik lagi ke dia, terserah lo mau jadiin dia apa. Asal jangan jadiin dia budak aja. Kasian," balas Minghao yang langsung dapet toyoran gratis dari Lalisa.
"Yakali gue sekejam itu sama Wonwoo. Nonjok aja kadang gue nggk tega, tapi gimana ya? Kelepasan mulu sih," ujar Lalisa sambil menatap tangan kanannya yang dulu pernah menonjok Wonwoo.
"Emang dasarnya aja lo preman, Lis," cibir Minghao.
"Gue bukan preman anjir! Gue model." Protes Lalisa tak terima.
"Suka-suka lu, gue nggak ngurus. Jadi intinya lo mau maafin Wonwoo nggak?" Tanya Minghao lagi.
Lalisa menggigit bibirnya lalu perlahan mengangguk, "Ya. Bakalan gue coba," balas Lalisa.
"Kalo Nayoung?"
Tatapa Lalisa langsung berubah datar, "Kalo yang itu gue pikirin dulu. Mungkin baru kejawab pas gajah punya anak tapi anaknya itu belut," balas Lalisa datar. Datar banget kaya jalan tol.
Minghao mendesah pelan lalu menggelengkan kepalanya, "Susah juga ya nyuruh lo maafin Nayoung doang," lirih Minghao.
"Ya susahlah, dia yang udah bikin muka gue bonyok-bonyok, bikin gue sakit hati, terus langsung gue maafin gitu aja? No! Ngomong sono sama tembok!" Seru Lalisa jengkel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Back 🍃 Jeon Wonwoo ✔️
Fanfiction[END] Terlibat cinta segitiga memang rumit. Apalagi sama sahabat sendiri. ➖ JEON WONWOO'S BOOK ➖ #stradaseries #17series Note : Dapat dibaca tanpa membaca series yang lain © copyright 2016 by Junwookshi Highest rank #21 in Short Story