Ica menolehkan kepala nya ketika seseorang membuka pintu kamar. Ia mendapati Juna yang memasang wajah datar dengan memasukkan kedua tangannya kedalam saku jeans nya. Juna berjalan melewatinya melalui Ica yang sedang sibuk menyusun baju Juna kedalam koper."Juna, kita akan pindah kemana?" Tanya Ica masih sibuk dengan pekerjaannya. Lama ia menunggu, namun tak ada jawaban. Ia menolehkan kepalanya dan mendapati Juna yang sudah terlelap di sofa. Ica berdiri dan berjalan menuju Juna. Ia mengambil selimut dan menyelimuti tubuh Juna. Ica memandang sendu wajah Juna yang terlihat damai dalam tidur nya. Ia menyusuri wajah tampan Juna.
"Andai kau ingat aku, pasti pernikahan kita adalah hal terindah yang aku miliki. Remind me please Juju." Lirihnya. Ia mengecup lembut pipi kiri Juna. Ia beranjak dari tempatnya dan mulai mengerjakan pekerjaannya yang sempat tertunda.
Juna pov
Entah karena badanku yang letih, aku yang awalnya tidak berniat tidur jadi ketiduran. Namun aku terusik ketika sebuah tangan menyusuri wajahku. Aku hanya diam dan mencoba untuk tidur lagi.
"Andai kau ingat aku, pasti pernikahan kita adalah hal terindah yang aku miliki. Remind me please Juju." Lalu setelah itu kurasakan kecupan singkat di pipi kiri ku. Aku yakin itu adalah Ica. Ingin aku memarahinya, namun perkataannya membuatku bungkam. Apa maksud dari perkataannya? Mengingatnya? Maksudnya apa?
Author pov
Arjuna membuka matanya ketika ponselnya berdering diatas nakas. Ia melihat Ica berjalan kearah nakas dan mengambil ponselnya. Ica mendekatkan ponselnya ketelinganya.
"Maaf ya mbak, Arjuna sedang tidur." Juna mengepalkan tangannya dan beranjak menuju Ica. Direbut paksa ponselnya, membuat Ica terkejut. Arjuna melihat penelpon dan membulatkan matanya. Ia memandang marah kearah Ica .
"Apa yang kau lakukan hah?!! Kau tidak tau siapa yang sedang menelponku?!!" Arjuna berteriak marah, membuat Ica tersentak. Ica ikut menatap marah kearah Juna.
"Lalu apa peduliku huh?!! Kau masih berhubungan dengan jalang itu sedangkan aku adalah istrimu!!"
Plakkkk
Juna reflek menampar pipi kiri Ica, membuat Ica jatuh tersungkur saking kerasnya tamparan Juna. Pipinya perih, namun hatinya lebih perih. Ia memandang Juna marah namun juga terluka. Sedangkan Juna menatap Ica sinis.
"Kau mengatainya jalang? Sudah kukatakan bukan kalau dia lebih sempurna berkali kali lipat dari kau!! Kau harusnya sadar bahwa kau tidak akan pernah membuatku tertarik dengan kau!!" Juna kembali berteriak marah. Beruntung kamarnya kedap suara, sehingga ia bebas untuk mengatai perempuan didepannya ini. Ia beranjak meninggalkan Ica yang masih setia dengan posisinya menuju balkon. Dirinya segera memencet nomor 1 dan mendekatkan ponselnya ketelinganya. Ia harus menjelaskan semuanya pada kekasihnya.
"Halo, sayang maafin aku ya. Harusnya aku yang angkat teleponnya. Tadi itu aku ketiduran."
"..."
"Iya sayang, perempuan itu sudah kumarahi. Maafin aku ya."
"..."
"Iya sayang. Oh ya, bagaimana kalau kamu nanti kerumah baru aku. Kamu tau kan alamatnya. Kita akan bersenang senang nanti malam."
"..."
"Ya udah. Bye sayang. I love you."
Ica tersenyum miris dan bangkit. Ia melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda dalam diam. Tanpa diketahui Juna, ia sebenarnya menahan tangis.
'Tidak, aku tidak akan lemah. Aku akan buktikan kalau aku bisa membuatmu berpaling padaku.' Batinnya dalam hati.
***
Malamnya, Ica menatap langit dari balkon kamarnya. Sejak tadi siang ia sudah berada dirumah baru milik Juna. Dan bisa Ica tebak, mereka akan pisah kamar.
Ica bisa mendengan suara suara sialan itu dari samping kamarnya. Suara desahan dan rintihan dari perempuan jalang yang berstatus kekasih suaminya itu membuat telinganya panas. Bayangkan saja, ia yang sah sebagai istri pun tak pernah disentuh. Jangankan disentuh, dilirik pun tidak.
Dengan gusar, Ica masuk kedalam kamar dan membaringkan badannya. Tidak hanya lelah fisik, namun pikirannya juga lelah. Memikirkan bagaimana kehidupannya kedepan jika Juna masih berperilaku seperti bajingan. Matanya memberat, ia memposisikan tubuhnya senyaman mungkin untuk tidur.
***
Ica sedang berkutat dengan masakannya. Dirinya hanya memasak untuk dua porsi. Ia akan membuktikan pada kedua sejoli itu bahwa dia tidak terpengaruh dengan perbuatan menjijikkan mereka.
Ica meletakkan nasi goreng yang dimasaknya dan duduk. Ia tidak akan menunggu suaminya dan mulai memakan masakannya. Baru sesuap yang masuk kedalam mulutnya, Juna dan perempuan sialan itu sudah hadir dihadapannya.
"Kenapa cuma sepiring yang kau buat?" Ujar Juna dingin. Ica menggedikkan bahunya dan melanjutkan makannya.
"Terserah gue dong. Kan disini cuma ada lo sama gue." Ujarnya cuek. Hal itu membuat Jeanna kesal. Ia melayangkan piring yang berisi nasi goreng itu sehingga makanan itu berserakan disertai bunyi pecahan kaca. Ica hanya tersenyum geli.
"Lo nggak perlu sampai mecahin piring kali. Lo kan bisa mesen makanan." Ica tertawa mengejek dan bangkit. Ia meletakkan piring bekasnya dan mencuci piring bekas makannya dengan bersenandung kecil. Merasa senang karena berhasil membuat kedua manusia menjijikkan itu kesal.
Ica mematikan keran air dan berlalu meninggalkan Juna dan kekasihnya. Namun, pergelangan tangannya dicekal oleh Juna.
"Mau kemana?! Bukankah kau seorang istri?" Ujar Juna membuat Ica menaikkan alisnya.
"Lalu?!"
"Kekasihku memecahkan piring. Dan tentu saja kami tidak ingin kaki kami terluka. Bersihkan!!" Ica tersenyum sinis dan melepaskan cekalan Juna. Ia hanya tersenyum mencibir dan berlalu. Namun, belum selangkah tangannya sudah ditarik dan badannya terhempas kelantai. Beberapa pecahan kaca mengenai lengan kirinya. Ica meringis kesakitan, membuat Juna dan Jeanna tertawa sinis.
"Jika kau masih tak mematuhi perintahku, maka kau akan mendapatkan yang lebih dari ini. Camkan itu!!" Juna berlalu dan menggaet kekasihnya keluar rumah. Baru setelah itu, Ica menangis terisak. Ternyata pura pura kuat lebih sakit. Ia mencoba bangkit dan berjalan menuju kamarnya. Ia harus membersihkan lukanya, baru setelah itu ia akan pergi bekerja.
***
Ica meringis sakit ketika ia mencabut beberapa kaca yang menancap dilengannya. Setelah itu ia berjalan ke arah wastafel dan mencuci lukanya. Setelah bersih, ia kembali duduk di tepi ranjangnya dan mulai membalut lukanya dengan perban setelah ia memberi betadine. Ia menatap lukanya lalu mengusap pelan.
"Aku ingin tau seberapa kejam Juna yang sekarang. Jika aku melakukan kesalahan kecil seperti ini saja lukaku sudah diperban, bagaimana jika aku melakukan kesalahan besar?!" Tanya nya pada dirinya sendiri. Ia bangkit lalu mulai mengganti pakaiannya untuk pergi kerumas sakit tempatnya bekerja. Dirinya bekerja sebagai salah satu dokter psikologi sesuai cita citanya.
Dirinya sudah siap dengan rok kembang selutut bewarna putih dipadukan baju panjang lengan bewarna hijau tosca. Ia menyandang tas selempangan bewarna hitam. Mencoba meyakinkan dirinya bahwa hari ini akan menjadi lebih baik jika dirinya berbaur dengan teman teman seprofesinya.
****
Bersambung...
Heheh.. maaf ya udah berbulan bulan daku nggak update.. yah saya sedikit kecewa sih ketika melihat pembaca cerita ini nggak sebanding dengan banyak vote ataupun komennya. Saya juga nggak bisa maksain para readers juga. Tapi saya harap ada yang ngasih VOTE DAN KOMEN dengan IKHLAS...
Udah segitu aja deh cincongnya...
Bye byeLaupyuu....
KAMU SEDANG MEMBACA
Vous Attend(menunggumu)
RomanceNIKAH MUDA SPIN OFF Dulu. Arjuna dan Desyca bagai perangko dan ampolp. Tak ada hari yang tak dihabiskan dengan canda tawa mereka berdua. Walau terpaut 3 tahun,namun tak menjadi pembatas bagi mereka berdua. Tapi itu dulu, sebelum kecelakaan merengg...