F O U R|Y O U & M E

662 27 10
                                    


Jean menganga lebar mendengar ucapan sang pujaan hati. Ica tak lagi berkutik, otaknya kaku seketika. Pikiran-pikiran tentang Juna yang mengingatnya membuat perasaan membuncah hadir didadanya.

"Maksud kamu apa hah?!!" Jean berteriak marah. Wajahnya merah padam antara menahan malu dan marah. Juna hanya memasang senyum smirk.

"Ica emang lebih dulu hadir dalam hidup aku, Jean. Dia sudah jadi kakak ipar adik aku selama 8 tahun. Sedangkan kamu baru hadir 1 tahun sebagai kekasih aku. Jadi, wajar dong kalau dia lebih dulu kenal sama aku dibanding kamu." Ujar Juna panjang lebar tanpa melihat ekspresi Ica yang kecewa. Jean mendengus memutar bola matanya malas. "Kamu kok jadi nyebelin gini, sih sayang?" Ujar perempuan itu jengkel lalu keluar dari kamar Ica dengan kaki yang menghentak-hentak. Juna menggelengkan kepalanya melihat tingkah kekasihnya itu.

Menyadari kehadiran Ica yang masih disampingnya, Juna menolehkan kepalanya dan menatap dalam diam wajah cantik Ica. Tangannya terulur untuk mengusap pipi Ica. Sontak kedua pipi Ica memerah, membuat Juna terkekeh karena sikap Ica yang malu-malu.

Kenapa aku baru sadar sekarang setelah 8 tahun dekat?!!

Ica bisa merasakan kelembutan tangan Juna. Dengan spontan ia menggenggam tangan Juna yang berada dipipinya.

"Jun, bisakah lo nerima diri gue? Setidaknya jadi temen curhat lo?" Juna hanya diam, namun setelahnya terbit senyum ragunya. "Kalau misalnya gue curhat tentang pacar gue, lo masih mau dengerin?" Tanyanya ragu, membuat Ica terdiam sebentar lalu tersenyum tipis.

"Lo boleh ngomong soal apapun, Jun. Asalkan lo anggap gue jadi temen." Juna tersenyum dan mengangguk. "Lo juga boleh Ca. Jangan cuma terpaku sama diri gue aja. Lo juga harus mikirin diri lo." Ica mengernyit tak mengerti. "Maksud lo apa?"

Juna tersenyum manis. "Ya, gue nggak larang lo deket sama cowok lain Ca. Selama gue juga deket sama cewek lain, gue beri lo kebebasan sendiri." Ica menggeleng tak percaya.

Gue nggak akan mampu Jun. Karena hati gue udah lo rantai. Dan gue nggak bisa buka lagi hati gue.

"Sebahagian lo aja Jun." Juna terkekeh dan mengacak rambut Ica. Membuat sang empu lagi-lagi memerah.

"Dasar!! Dikit dikit merah kayak tomat. Gemesin banget!!" Ujar Juna tertawa kecil lalu mencubit pipi Icq keras, membuat gadis itu berteriak kesakitan. Namun, walau begitu dalam hatinya ia merasa senang. Mulai saat ini mungkin mereka tak lagi ada yang namanya pertengkaran.

***

"Pacar lo mana, Jun? Tumben tuh nggak nongol?!!" Tanya Ica sambil mematikan api kompor. Saat ini ia sedang menyiapkan makan malam atas permintaan Juna. Sedangkan Juna hanya menggedikkan bahunya acuh lalu mencomot masakan Ica, yang dipelototi oleh sang istri.

"Udah pulang tuh sejak tadi terakhir ngeliat. Biarin aja, gue juga capek ngadepin nenek lampir kayak gitu." Ujar Juna. Ica menatap heran lelaki dihadapannya.

"Udah tau dia nenek lampir, ngapain juga lo mau sama dia? Atau lo kena pelet cinta lagi. Hahaha!!" Juna mendengus geli dan menerima piring yang sudah berisi nasi dari tangan Ica.

"Yakali gue kena pelet cinta. Nggak tau kenapa tuh kok gue bisa cinta sama Jean. Tuh cewek kalo permintaannya nggak dikabulin langsung nangis kejer. Nggak tau tempat lagi. Kan gue jadi malu kalau dia nangis di tempat umum. Bisa digebukin gue sama orang orang!!" Mendengar celotehan panjang Juna, lagi-lagi membuat tawa Ica berderai. Walau ada rasa panas dihatinya. Sedangkan Juna merasakan perasaan hangat dalam hatinya. Rasanya perasaan ini sudah lama tak ia rasakan. Entah sejak kapan, ia tak tau.

"Eh, Jun! Abis ini kita nonton yuk!!" Ujar Ica sambil mengunyah makanannya. Juna mengangkat sebelah alis. "Nonton apaan? Kalau horor sih gue nggak mau!!" Ica nampak berfikir sambil masih mengunyah makanannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 08, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Vous Attend(menunggumu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang