7.GMBF

101 27 17
                                    

"Lalu, mengapa Tuhan tak mengambil nyawaku? Aku ingin bersama Albert," Kata Raina dengan frustasi.

"Sabar," satu kata yang membuat Raina terdiam sebentar.

"Aku tak punya siapapun lagi." Katanya sangat pelan.

"Harusnya, aku memanggil dokter tadi, bukannya membuat Raina menjadi seperti ini." Batin Nadine.

"Raina, tunggu sebentar ya? aku mau manggil dokter dulu. Aku lupa tidak memanggilnya tadi," kata Nadine, lalu pergi meninggalkan Raina.

Sedangkan, Raina masih terdiam ditempatnya. Pikirannya berniang-niang tentang kejadian kecelakaan itu.

"Harusnya, aku jagain Albert, aku terlalu bodoh," batin Raina.

Tak lama kemudian pintu ruangan Raina terbuka. Raina melihat kearah pintu ruangan tersebut. Ia melihat dokter dan Nadine menutup pintu tersebut dan berjalan menuju Raina.

"Syukurlah, kamu bisa sadar dari komamu," ucap dokter tersebut lalu tersenyum, dan hanya dibalas fake smile oleh Raina

"Ya sudah, kamu banyak-banyak istirahat dulu ya? kalo udah beneran sembuh, kamu boleh pulang," tambah dokter tersebut, lalu pergi meninggalkan Raina dan Nadine.

"Tuh, gak seneng kamu dengar itu tadi?" tanya Nadine

"Enggak, Nad." Jawab Raina sambil menggelengkan kepalanya pelan.

"Harusnya, senang kan kamu kembali ke rumahmu." Kata Nadine lalu tersenyum

"Tidak, karena Albert tidak ada," kata Raina, lalu menangis.

"Udahlah, jangan nangis."

"Kamu bilang akan cerita-in semuanya, ayo." ucap Raina dengan suara serak.

"Ya, iya aku cerita-in." kata Nadine sambil menghembuskan nafas kasar.

"Cepat,"

"Kamu sudah koma selama 10 hari, Albert juga koma tapi cuman 6 hari. Saat ia sadar dari komanya. Ia diperbolehkan memakai kursi roda. Ia selalu datang kesini. Sampai akhirnya, dia memintaku menjagamu dan memberikan surat itu. Terlihat dari wajahnya, ia terlihat frustasi. Dihari kedelapan kamu koma, ia meninggal karena penyakitnya. Dokter berusaha semaksimal mungkin hari itu. Siapa yang bisa merubah kehendak Tuhan? Ia divonis meninggal keesokan harinya." Kata Nadine dengan nada sedih.

"Iya, siapa yang bisa melawan kehendak Tuhan?" kata Raina dengan isak tangisnya.

"Ra, aku disini menjaga amanat dari sahabatmu, untuk menjagamu selalu, aku janji aku bisa jadi sandaranmu." Kata Nadine lalu tersenyum.

"Iya," ucapnya singkat

3 hari kemudian, ia sudah diperbolehkan pulang. Kondisi fisiknya memang sudah jauh sangat lebih baik. Namun, hatinya tidak. Ia hancur, ia tak pernah mengira bahwa ia akan kehilangan sahabatnya.

Sesampai dirumahnya, ia melihat mobilnya digarasinya, ia ingat bahwa Albert telah memberinya sebuah kardus. Ia, segera mengambil kunci mobil dan membuka bagasinya untuk mengambil kardus tersebut. Ia langsung membawa kardus tersebut kekamarnya dan membukanya.

Isinya adalah sebuah kamera, sebuah album berukuran agak besar dan jam tangan, serta beberapa novel. Raina mengambil kamera tersebut dan melihat galery kamera tersebut, ternyata ada beberapa videonya bersama Albert. Ia memutar satu persatu video tersebut dan tak ia sadari air matanya menetes, membasahi pipinya.

Lalu, ia melihat Album tersebut, ternyata disana banyak tersimpan foto Albert dan dirinya. Lalu, ia mengambil jam tangan dan memakainya serta mengambil novel-novel tersebut dan menaruhnya dimeja belajarnya.

keesokan harinya, ia tak bersekolah. Ia menuju rumah Albert dan menanyakan dimana makam Albert. Keluarga Albert memberitahunya. Lalu, ia segera ke toko bunga untuk membeli bunga dan menuju pemakaman Albert.

(Sesampai di pemakaman Albert)

Ia berjongkok dan menaruh bunga diatas tanah yang didalam tanah tersebut ada sahabatnya.

"Bert, maaf ya? Aku baru datang sekarang. Kamu tahu, kamu itu jahat banget, kamu ninggalin aku sendirian. Sekarang aku baru sadar. Keegoisanku menyebabkan aku harus kehilanganmu. Dan aku tahu, waktu di coffee itu. kamu bernyanyi if tomorrow never comes. Jika diambil intinya, lagu itu mengisyaratkan kamu akan ninggalin aku, ternyata benar. Bert, kamu tetaplah sahabatku, sampai kapanpun. Aku janji. Bert, aku pulang dulu, ya? kalo ada waktu, pasti aku kesini" kata Raina pada batu nisan yang bertuliskan nama sahabatnya.

2 hari kemudian ia bersekolah. Ia mulai berubah. Ia memperbolehkan siapapun menyalin pekerjaan rumahnya. Itu membuat banyak orang menyukainya. Ia juga, mengikhlaskan Albert pergi, karena ia yakin bahwa ia bisa hidup tanpa Albert.

The End.

Selamat tahun baru ya...
Semoga 2017 lebih baik daripada tahun 2016.

Dan aku ngucapin terima kasih banget buat vote, comment (saran dan kritikan), makasih banget.

Goodbye, My Best FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang