Bagian VII

449 105 13
                                    

Mungkin memang sudah tidak ada yang tersisa untuk dirinya. Semua yang dia miliki, seluruh kehidupannya, bahkan kehormatannya sebagai seorang gadis pun telah terenggut paksa.

Yuki tak dapat berhenti menyesali dengan apa yang sudah terjadi. Apa yang sudah mereka lakukan --atau apa yang sudah sang kekasih lakukan kepadanya-- sudah di luar batas kewajaran. Mereka dengan beranu menerobos tabu dan melanggar larangan dalam norma masyarakat dengan melakukan hubungan seks sebelum pernikahan.

Hingga pagi menjelang, gadis itu masih tak berhenti menangisi apa yang telah terjadi. Sementara Al, pemuda itu justru tertidur dengan nyenyak setelah melakukan tindakan tidak senonohnya. Semua karena pemuda itu dalam pengaruh minuman keras.

Yuki berjalan tertatih menuju kamar mandi. Ingin rasanya dia membersihkan diri dari bekas kejadian semalam. Dirinya merasa kotor dan hina. Namun sebanyak apapun air yang diguyurkan ke tubuhnya atau sekeras apapun dia menggosok permukaan kulitnya hingga kemerahan, gadis itu masih tetap merasa kotoran menempel di tubuhnya.

Deru nafas Al, pandangannya yang menggelap, tingkahnya yang kasar hingga penyatuan yang dipaksakan, membuat Yuki tak berhenti menyakiti dirinya untuk mengenyahkan bayang-bayang kejadian mengerikan tersebut.

Rasa bersalahnya karena telah meninggalkan kedua orangtuanya, terlebih dengan kondisi sang Ayah yang tengah terbaring sakit membuat perasaannya kian sesak. Bagaimana jika kedua orangtuanya sampai mengetahui kejadian yang telah menimpanya? Bukankah mereka akan sangat kecewa? Yuki bahkan tak sanggup membayangkan wajah kedua orangtuanya jika sampai mereka mengetahui dosa yang telah dilakukan oleh putri semata wayang mereka.

Yuki memang mencintai Al. Sungguh, gadis itu tak pernah memiliki keraguan sedikitpun atas perasaan cintanya. Namun tindakan Al kali ini sungguh di luar batas wajar. Karena selama mereka menjalin cinta, Al tidak pernah melakukan tindakan tidak senonoh kepadanya. Kelakuan pemuda itu memang temperamental, tapi Al tidak pernah bertindak kurang ajar, setidaknya sampai sekarang ini.

Gadis itu merasakan perubahan pada sikap kekasihnya. Al seolah menanggung beban berat, beban yang tidak Yuki mengerti karena pemuda itu enggan membagi cerita dengannya. Yuki hanya bisa menebak bahwa semua ini pasti ada hubungannya dengan keluarga kekasihnya itu. Namun apapun alasannya, perlakuan Al kepadanya semalam tidak dapat dibenarkan.

Yuki menggosok permukaan tubuhnya lagi hingga kulitnya kemerahan. Rasanya masih tetap kotor. Tubuhnya dipenuhi oleh dosa yang telah mereka lakukan karena menerobos tabu serta norma. Bagaimana semua ini bisa enyah, Tuhan?

Gadis itu masih terduduk di bawah shower yang menyala saat ketukan di pintu kamar mandi terdengar. Perlahan, Yuki segera membersihkan diri dan mengenakan pakaiannya.

Saat keluar dari kamar mandi, tubuh sang kekasih yang tengah duduk di sofa adalah pemandangan yang pertama Yuki lihat. Gadis itu tiba-tiba saja teringat kejadian semalam dan itu membuatnya mengalihkan pandangan. Tak mampu memandang sang kekasih seperti sebelumnya.

"Ngapain aja sih di kamar mandi?!" bentakan pemuda itu adalah hal pertama yang Yuki terima. Dan tanpa menunggu jawaban darinya, Al langsung meninggalkannya masuk ke dalam kamar mandi.

Yuki terisak seorang diri. Dia benar-benar kalut tanpa seorangpun teman berbagi. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan dan masih tidak mengerti apa keputusannya untuk pergi bersama Al adalah keputusan yang tepat.

Al keluar tak lama kemudian dan Yuki langsung menyeka airmatanya. Pemuda itu mencari sesuatu di dalam tas dan Yuki mengumpulkan keberanian untuk bicara.

"Al... Apa nggak sebaiknya kita pulang?" takut-takut, Yuki berkata kepada kekasihnya itu. Dan benar saja, Al langsung menghentikan kegiatannya dan balas menatap Yuki dengan garang.

"Apa lo bilang? Pulang? Lo tau kan apa yang terjadi kalo kita pulang kesana?" air wajah pemuda tampan itu terlihat tegang.

"Kita bisa ngomongin baik-baik..." Yuki mencoba lagi.

"Nggak, Yuk. Lo nggak tau keluarga gue kayak gimana. Lo nggak tau!" suara menggelegar itu keluar begitu saja tanpa bisa dikontrol.

"Kenapa? Lo mau pulang? Lo mau ninggalin gue?" Al menatap Yuki dengan marah, meskipun ada kilatan sakit hati disana.

"Gue kira lo beda sama cewe lain. Gue kira lo satu-satunya yang bakal bertahan ngadepin gue yang kayak gini. Ternyata lo sama aja! Lo sama aja kayak cewe di luaran sana!"

"Al, maksudku...bukan begitu." Yuki berusaha menjelaskan agar kesalahpahaman ini tidak melebar. Tapi sia-sia, Al sudah terlanjur dikuasai emosinya.

Plak-
Bruagh-

Tamparan dan pukulan seketika melayang ke arahnya. Yuki sama sekali tidak siap ketika Al dengan membabi buta memukulinya.

"Al... Sakit Al." Yuki hanya bisa merintih di bawah hujan pukulan dan tamparan Al pada sekujur tubuhnya.

"Bangsat lo, Yuk! Kalo perasaan lo nggak serius sama gue, kenapa lo seolah cinta mati sama gue? Kenapa, hah?!" lagi-lagi makian yang diiringi dengan pukulan beruntut. Yuki merasa sekujur tubuhnya sakit saat pemuda itu memukulinya dengan membabi buta.

Kejadian mengerikan itu berlangsung 5 menit. 5 menit tanpa henti dan tanpa ampun Al menghajar kekasihnya itu. Pukulan, tamparan, hingga jambakan semua sudah dilakukannya. Sekarang gadis itu meringkuk kesakitan di ujung tempat tidur sementara Al terengah mengatur nafas.

"Kalo lo sebegitu inginnya pulang. Silahkan. Lo boleh pergi. Tapi inget satu hal, satu jengkal lo keluar dari kamar ini... Itu artinya semua tentang kita selesai disitu. Dan gue nggak akan sudi ketemu lagi sama lo!!"

Selesai mengucapkan kalimat itu, Al pergi dengan membanting pintu.

---0000---

To Be Continue

Another story for update.
Apa kalian senang?
Cuman ini yang bs daku lakukan untuk menebus sekian lama waktu yg telah hilang.😩
Semoga kalian menikmatinya

Between Us [ALKI]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora