[2] Perpisahan

61 9 0
                                    

Ketika ia melepaskan dekapannya, aku takut bahwa dia akan meninggalkanku. "Seandainya kita berpisah sekarang, aku yakin kita bakal dipertemukan kembali. Apa kau percaya itu?" Walau dia telah berusaha meyakinkanku tetapi rasa ketakutan tetap saja menghantuiku.

"Aku percayakan semuanya padamu." jawabku penuh keraguan. Tak lama setelah itu, ia mengucapkan selamat tinggal dan mendoakanku supaya mendapat kejutan yang membuatku bahagia. Kejutan apa itu? Aku tak peduli. Yang penting aku benar-benar bisa bertemu dengannya lagi dan itu sudah lebih dari cukup.

"Oh, matahari.. Tolong jangan tinggalkan aku! Hanya ada kamu disini." kalimat itu langsung keluar dari mulutku. "Kalau boleh ku minta, aku ingin sekali! Hidup normal kembali seperti sedia kala. Keluarga yang hangat, teman-teman, dan lingkungan sekitar seperti rumahku." kataku yang penuh dengan rasa harapan. "Permohonan kepada matahari? Seperti orang bodoh saja!" ketusku dalam hati.

Detik demi detik berlalu, aku masih ditempat yang sama. Melewati malam di angkasa, berdiam sendiri bertapa, dan tak tahu harus bagaimana. Ku pejamkan mata ini sampai semua akan kembali. Tak lama setelah itu, aku tertidur. Di angkasa yang kosong nan gelap gulita, hanya ada aku dan matahari yang selalu bersinar.

"Bau apa ini?" Aku seperti mencium sesuatu. "Seperti bau.." Perlahan ku membuka mata dan.. "rumah sakit?" Aku ada di rumah sakit? Apa yang terjadi denganku? Berapa lama aku ada disini? Jangan bilang ini masih di dalam mimpi? Pertanyaan, pertanyaan, dan terus pertanyaan yang selalu muncul di otakku.

"Vina! Kamu sudah sadar? Bagaimana? Apa ada yang sakit?" kata seorang dokter kepadaku. "I..i..bu?" tanyaku perlahan. "Apa kau tahu dimana ibuku?" lanjut perkataanku. Beliau tak menjawab dan sepertinya ada yang disembunyikan dariku. "Kau istirahat saja dulu, kau belum cukup pulih untuk berfikir." jawabnya. Aku pun beristirahat cukup lama dan masih tetap terjaga terhadap lingkungan.

Waktu berlalu begitu cepat. Dan, kenapa aku bisa disini? Aduh, rasanya punggungku sakit sekali! "Bisa kau urus punggungku?" kataku meminta pada dokter. Fikiranku pun masih terbayang soal mimpi itu. Aku takut bahwa mimpi itu adalah petunjuk bagiku. Mungkinkah ada sesuatu yang terjadi padaku hingga membuatku terbaring disini?

"Kenapa kau tidur lama sekali?" tanya dokter itu. "Hmm.. Sebenarnya, aku bermimpi melihat ibu tanpa bayangan, ayah yang muncul tiba-tiba, dan matahari yang berada di dekatku. Lalu apa lagi ya.." jawabku mengingat apa yang kualami selama bermimpi. Aku tak mau mimpi seperti itu lagi, sungguh mengerikan!

DEG! dokter itu sepertinya kaget. Tapi kenapa ya? "Dok, apa yang terjadi denganku?" tanyaku penasaran. "Sebelumnya kau sedang tidur dan ibumu sedang memasak. Tapi, mungkin karena gas bocor atau apa tiba-tiba gas meledak dan seluruh rumahmu terbakar." jawab dokter.

Kupikir mungkinkah itu adalah hal yang sama seperti dalam mimpi? Aku berada di dekat matahari yang berarti aku kepanasan karena rumah terbakar. Aku melihat ibu tanpa bayangan.. Oh tidak! "Dok, dimana ibuku? Aku harus bertemu dengannya sekarang juga!" bentakku dengan nada tinggi. "Dok, tolong!" kataku sekali lagi. "Ibumu.."

The Magic Dreams

The Magic DreamsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang