[3] Sendirian

38 6 2
                                    

"Ayo dok, cepat katakan!" paksaku kepada dokter. Walau dokter tak mengatakan apa-apa tetapi aku paham benar apa yang ingin dokter katakan. "Baiklah, aku mengerti." jawabku penuh kegelisahan. Mataku berkaca-kaca setelah tahu apa yang terjadi. Ibu? Dimana kau berada?"

"Jadi dimana beliau sekarang?" kataku penasaran. "Ibumu ada di kamar mayat rumah sakit ini." lanjut dokter. Aku kaget tak percaya. Jadi benar Ibu meninggalkanku? "Aku akan kesana!" bentakku. Aku menangis tersedu-sedu menuju kamar itu. Rasanya sekarang semua sangat hampa.

Sesampai disana, aku berdiri di depan pintu. Berdiam sendiri menunggu. Menunggu dan terus menunggu hingga waktu terus berlalu. "Oh Tuhan, kenapa semua ini harus terjadi?" kataku mulai berkeluh kesah. Apa ini yang dimaksud kejutan oleh lelaki itu? Ah tidak mungkin!

Kulihat langit sudah mulai gelap, tanda hari sudah semakin sore. Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Aku harus segera pulang. "Lelahnya hari ini.." keluhku. Sesampai disana, tampaknya sesuatu mengganjal belakang lemariku. "Apa itu?" kataku penasaran. Aku segera mengambilnya. Ternyata itu adalah..

"Jubah? Eh bukan! Ini.. Gaun pengantin ibu!" kataku. Aku langsung memeluk gaunnya. Tak terasa, air mataku menetes. "Ibu.." Kubayangkan ibu yang sedang memakai gaunnya. Tak lama kemudian aku tertidur. Terlihat sosok wajah ibu dimimpiku. "Ibu harap.. Kau segera punya teman."

Ya, memang. Semenjak hari itu, aku tak mempunyai teman lagi. Hari dimana aku pindah ke sekolah lain karena ayahku yang memaksa. Dulu alasan beliau tidak jelas. Tapi sekarang, aku mengerti. Pernikahan tak selamanya indah. Akhirnya, mereka pun berpisah dan tak pernah bersatu kembali.

Esok harinya, aku pergi ke sekolah. Seperti biasa. Sendiri, sendiri, dan terus sendiri. Tak ada satupun yang menemani. "Kurasa, sudah lama sekali aku terus begini! Kapan ya, aku punya teman?" harapan itu terlintas difikiranku. "Ada-ada saja! Tidak mungkin aku mempunyai teman!"

Pelajaran berakhir, bel istirahat pun berbunyi. Saatnya jam makan siang berlangsung. Aku pun menuju kantin untuk membeli makanan. "Aku yang dikucilkan di kelas ini bisa apa?!" teriakku mengeluh sampai mengagetkan seluruh orang yang berada di kantin. "Hhh, malunya.." batinku.

Karena moodku sedang tidak enak, jadi setelah makan aku langsung beranjak dari bangku untuk menuju kelas. "Aduhh!!" teriakku karena tertabrak seseorang. "Maaf ya?" katanya. "Sepertinya orang itu sedang terburu-buru? Ada apa ya?" pikirku. Aku mencoba mengikutinya. Karena aku terfokus oleh orang itu, aku tak sadar bahwa gelang pemberian ibuku jatuh.

Kuikuti beberapa langkah, dan terlihat kerumunan orang sedang ribut-ribut. "Ada apa itu?" kataku penasaran. Kakiku melangkah hendak kesana, tetapi pandanganku mengarah ke bel masuk. Setelah kutengok kembali ternyata kerumunan orangnya sudah tiada. "Sialan!" Aku pun beranjak dari kantin menuju kelas.

Sesampai di kelas, aku melihat seperti ada aura yang aneh. "Pada kemana ini?" tanyaku. "Tadi mereka ke kantin, tapi entah mau ngapain." jawab Resi. "Mungkin tadi di kantin.. Ah sudahlah, biarkan saja!" Aku pergi menuju bangkuku. "Jam berapa ini? Aku ngantuk sekali!" Lama ku menunggu, hingga tak sadar aku sudah tertidur.

The Magic Dreams

The Magic DreamsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang