[5] Bangun

52 6 1
                                    

"Ya sudah, jam berapa ini? Aku harus kembali ke sekolah." ucapku. "1 jam disini sama dengan 1 menit disana." katanya. "Berarti aku bisa lama disini?" jawabku jengkel. "Ya, bolehlah. Tapi sebaiknya kau pulang sekarang. Karena kau tak tahu apa yang terjadi selama kau tertidur saat jam pelajaran." katanya mengagetkanku.

Aku sampai lupa bahwa aku sedang dalam pelajaran. "Ah, baiklah! Sampai nanti!" ucapku berpamitan. "Gimana caranya kau pulang?" katanya terkekeh. Aku diam karena tak sadar bahwa aku tak tahu cara untuk pulang. "Nah kan, tak tahu!" jawabnya. "Dulu kau bangun dengan cara seperti apa?"

"Hmm, dulu ya.." pikiranku melambat. Aku mulai menggaruk kepala yang tak gatal. Entahlah mungkin aku benar-benar lupa. "Masuk ke kamarku sekarang!" ucapnya menyeringai. "Aku takkan berbuat apa-apa." lanjutnya tenang. Sikapnya yang aneh membuatku takut.. Ah, sudahlah!

Mungkin tanpa berpikir panjang dia langsung menggendongku ke kamarnya. "Eh, sedang apa?!" sontak aku menjambak rambutnya. "Hey, bisa kau diam!" katanya sambil melemparku ke atas kasur lalu tanpa disadari aku menendang dia secara otomatis.

"Auww!! Dia bersikeras untuk menahan sakitnya tendanganku. Sepertinya tendanganku tadi malah terkena 'itu'nya. Aduh, gawat! Ah tapi, sudahlah! "Sudah cepat tidur!!" bentaknya dengan nada tinggi. Dia tak marahkah? "Maaf aku sud-.." belum selesai aku bicara dia sudah menutup mulutku dengan jari telunjuknya.

"Sudah! Cepat tidur! Aku tinggal ya?!" ketusnya yang menjengkelkan. Aku kan mau pulang! Kok malah disuruh tidur? "Itu caramu agar bisa pulang. Setiap orang mempunyai caranya masing-masing." jelasnya singkat yang membuatku semakin penasaran. Dia bisa membaca pikiranku?

"Bisa. Aku keluar rumah dulu!" cengirnya yang membuatku sebal. Dia tak berkata apapun lagi dan langsung membanting pintu kamarnya. "Kasar sekali!" kataku dengan nada sedikit tinggi. "Apa?!" katanya membuka pintu lagi. Aku menyengir mengikuti gayanya yang tadi. Dan kami pun tertawa bersama.

Tak terasa waktu terus berjalan, tetapi mataku masih belum bisa menutup sempurna. "Oh Tuhan! Bagaimana bisa pulang kalau terus begini!" Lalu kucoba bangun dari ranjang dan membuka tirai putih yang berada di kamar Kevin.

"Lho? Kevin? Sedang apa dia?" Aku heran melihatnya yang sedang berenang di tengah salju. Tiba-tiba ia terlihat seperti tak bergerak sama sekali. Sontak aku lari dan keluar rumah mencarinya, tetapi jasadnya sudah terapung dan tidak bernafas di atas air es.

"Vin, kau tak sedang bercanda kan?!" bentakku padanya. Tubuhnya yang tak bergerak dan bibir yang sangat pucat membuatku semakin takut. Ia seperti membeku lalu tenggelam begitu saja. "Vin!!!" teriakku dengan isakan kencang. Air mataku tak sempat keluar karena suhu udara yang mulai mendingin.

Dengan rasa sesal aku kembali masuk rumah karena aku benar-benar tak tahu harus berbuat apa. Teringat pesan Kevin yang menyuruhku agar cepat tidur. Akhirnya aku segera beranjak ke ranjang dan mencoba memejamkan mataku kembali.

Setelah kubuka mataku kembali, terlihat suasana kelas yang menyebalkan. Resi, temanku, melihatku sedang tertidur selama pelajaran. Dia melaporkanku pada guru. Akhirnya aku dihukum menulis catatan dari luar kelas.

The Magic Dreams

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 16, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Magic DreamsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang