Dua Belas

257 19 0
                                    

.
.
"Arra, arra pergilah!" usir Kris pada Luhan. Ia sangat geram dengan keputusan Luhan yang mendadak ini. Tapi jika tak menuruti Luhan, Kris akan menyakiti hati adik satu-satunya yang ia miliki.

"Xie-xie ge!" ujar Luhan akhirnya, lalu pergi meninggalkan Kris yang masih tak percaya dengan kelakuan Luhan.

"Si brengsek sekarang sudah dewasa eoh?" Kris berujar pada dirinya sendiri. Ia dengan sesegera menghubungi seseorang yang dikenalnya. "Eoh, Jongdae-ya!" sapanya pada sambungan telepon.

Luhan berjalan limbung. Ia berjalan kembali menuju rumah Jiwon. Pagi ini, dirinya sudah memutuskan akan kembali ke China dan berjanji akan menjadi pengusaha sukses. Ia harus meninggalkan Jiwon, jadi sekarang saatnya ia pamit untuk pergi. Jauh.

Sekali lagi Luhan menghirup nafas panjang, menguatkan hatinya. Ia melangkah masuk ke rumah besar daerah Gangnam. Desain interior yang sudah sering sekali Luhan masuki.

Ting tong

Luhan memencet bel, menunggu seseorang membukakan pintu jati di hadapannya. Kemungkinan yang membuka pintu hanya Appa Jiwon, kalau tidak ya Jiwon sendiri. Karena rumah Jiwon tak memiliki maid. Orang rumah Jiwon tak mempercayakan seseorang untuk menjadi maid.

Kira-kira 30 detik kemudian, seorang laki-laki paruh baya yang terlihat tua tapi masih tampan terlihat kaget melihat kedatangan Luhan. Dia Appa Jiwon, Kim Hanseol.

"Luhan?" tanya Kim Hanseol dengan nada terkejutnya yang kentara.

"Masuklah, Jiwon sedang di dalam!" ujarnya lagi menyuruh Luhan masuk ke dalam.

"Ne abeonim." tanpa babibu Luhan mengikuti Hanseol untuk masuk ke rumah besar itu.

---

Saat ini Tao sedang berada dalam mobil, ia bersiap untuk pergi ke butik kenalan keluarganya di Korea. Di sebelahnya sudah ada Park Shin Hye yang terus saja tersenyum tak menyangka akan secepat ini menikah dengan Tao.

Tadi pagi, Tao sudah membicarakan rencananya dengan appa dan eomma Shinhye. Dengan senang hari appa dan eomma Shinhye menyetujui rencana Tao, sebulan lagi. Tapi sayangnya Baba dan Mama Tao masih berada di China, mengurus bisnis.

"Hye-ya!" panggil Tao.

"Eum?" Shinhye menoleh menatap Tao yang ternyata mereka sudah sampai di butik. Tao tersenyum simpul.

"Sebegitu senangnya kah dirimu, sampai-sampai kau tersenyum sepanjang jalan dan mengabaikanku?" Tao mengeluarkan sikap manjanya.

Muka Shinhye serasa memanas mendengar kata-kata Tao barusan. Sungguh dirinya saja tidak menyadari bahwa ia tersenyum sepanjang malam.

"Tentu saja!" jawabnya ketus, mencoba menghilangkan kegugupannya.

Tanpa babibu, Tao keluar dari mobil dan meninggalkan Shinhye yang masih diam mematung.

Dengan perasaan kesal, Shinhye keluar dari mobil Tao dan menutup pintu mobil Tao dengan keras. Hingga berbunyi Brakkk.

"Kau menyebalkan Zi Tao!"

"Arraseo aku juga mencintaimu!" jawab Tao sembari menggandeng Shinhye yang masih kesal dengan sikap Tao. Menyebalkan

Tao dan Shinhye memasuki butik yang cukup terkenal di daerah Seoul. Tao masih saja menggoda Shinhye yang sedang kesal.

---

"Arra baba, hajima!!!" Pria bermata rusa sedang berbicara dengan seseorang melalui ponsel yang digenggamnya. Muka pria itu tampak kesal. Memang dia sedang kesal dengan baba-nya yang sedang di China.

Luhan memejamkan matanya. Ia menahan emosinya yang terkuras karena baba-nya terus saja mengancam luhan ini-itu. Terlebih lagi mengancam seseorang yang sangat-sangat berarti untuk Luhan. Terlebih fakta baru telah terungkap.

"Arrrggghhhh!!!" Luhan membanting ponselnya ke lantai hingga layar ponselnya retak. Ia mengusap rambutnya  tak terasa Luhan meneteskan air mata. Hal yang ia takuti sekarang benar terjadi. Ia dilema.

---

"Jiwon-ah! Buka pintunya! Kim Jiwon! Setidaknya makanlah sesuatu!" Shinhye sudah bolak-balik membujuk Jiwon. Tapi Jiwon tetap tidak mau membuka pintu kamarnya.

Promise (EXO fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang