|ein| BLUE

3.4K 198 9
                                    

ditulis oleh Rafeni
diedit oleh Venusyura


1. Blue : Ghali Lazuardi


          Satu hal yang gue benci adalah harus bangun sepagi ini di hari Minggu. Oh, ayolah, minggu itu adalah hari dimana lo bisa tidur sesuka lo tanpa takut telat masuk sekolah. Dan ya, gue suka hari minggu.

Melalui bulu mata gue yang mulai terbuka, gue melihat siluet tubuh seseorang yang langsing memakai rok. Dia berdiri di depan jendela kaca yang gordennya telah terbuka. Sinar matahari langsung menusuk masuk ke mata gue, membuat gue mengernyit.

“Oh, Ma, ini masih pagi,” keluh gue saat menyadari sosok di depan jendela sana. Ya, dia adalah wanita yang sudah mengandungku selama tujuh bulan. Bukan sembilan bulan, karena gue lahir prematur.

Mama duduk di kasur. Dia menurunkan selimut yang dinaikkan untuk menutupi seluruh tubuhku. Terjadi tarik-tarikan selimut beberapa saat, hingga akhirnya gue mengalah. Gue bangun dengan menyadarkan punggung ke kepala kasur.

Gue melirik jam yang berada di atas nakas. 07.00. Gue mengerang sambil mengacak-acakan rambut. Gue beri tatapan kesal kepada wanita di depan gue yang tampak tersenyum bangga karena berhasil membuat gue bangun juga.

“Sekarang sebut apa keinginan Mama,” ucapku to the point.

Gue melihat Mama tersenyum geli.
“Jangan bilang enggak ada apa-apa, ya,” tambah gue judes.

Mama menatap gue yang sekali lagi mengacak rambut. Tiba-tiba Mama mengatakan, “Kamu sexy.”

Kalau gue lagi minum, pasti gue akan menyemburkan airnya. Untungnya hal itu tidak terjadi. Gue malah menatap Mama syok.

Mama seketika itu juga tertawa. Gue makin menatap Mama aneh.

Gue enggak habis mikir, bagaimana Papa bisa tahan dengan sikap Mama. Mama itu bisa dibilang agak aneh. Bukan maksud gue untuk durhaka sudah mengatakannya hal semacam itu. Tapi, jika saja lo tahu sikap asli Mama. Pasti lo akan sependapat dengan gue.

Mama itu umurnya sudah hampir berkepala empat. Tapi, sikapnya masih saja kekanak-kanakan. Mama itu suka nonton drama korea yang sangat digilai remaja cewek di luar sana. Mama juga suka nangis tiba-tiba, suka marah tiba-tiba, suka senyum-senyum sendiri tiba-tiba, kalau lagi nonton. Bikin gue suka pusing dengarnya. Dan satu lagi, Mama itu sangat mengidolakan Lee Min Hoo. Bahkan, gue yakin di dompetnya Mama itu pasti terpajang foto Lee Min Hoo, bukannya foto Papa. Walau begitu, Papa tidak pernah protes seperti apa yang sering gue lakuin terhadap Mama. Mereka selalu saja harmonis. Mungkin itu semua dikarenakan mereka saling cinta. Cinta yang saling melengkapi.

Cinta, ya? Ngomong-ngomong soal cinta, gue jadi malas melanjutkannya.

Kembali gue menatap Mama. “Nggak usah ngalihin perhatian, deh.”

Mama nyengir kuda. “Beneran deh, kamu sexy kalau lagi ngacak-ngacak rambut gitu. Mirip Lee Min Hoo. Coba aja Papa seganteng kamu.”

Tuh! Bahkan gue disamakan dengan idolanya itu. Gue mendesah kasar. Menyingkirkan selimut dari atas paha, gue turun dari tempat tidur dan berjalan ke kamar mandi. Di depan wastafel gue menyuci muka. Gue mengambil handuk yang tergantung di balik pintu dan mengelapkannya ke wajah. Dari cermin gue bisa melihat Mama yang berdiri di depan pintu sambil melipat tangan.

Kami sempat saling tatap melalui cermin. Melihat Mama yang enggak membuka mulut untuk menjawab pertanyaan awal gue, gue memutuskan untuk menyikat gigi.

Pink and BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang