|zwei| PINK

1.8K 147 5
                                    

2. Pink : Rosa Ghayda Briana

Ditulis oleh saya
Diedit oleh Ulfa


          Minggu pagi adalah pagi yang sangat sibuk bagi Blume Florist. Toko bunga ini selalu mendapatkan pelanggan yang ramai di saat weekend seperti saat ini.

Pemiliknya adalah seorang wanita berkebangsaan Jerman yang sudah lama menetap di Indonesia. Ia memiliki seorang putri yang berparas cantik yang didapati darinya dan sikap yang ramah dari sang ayah. Rasa cinta wanita Jerman tersebut kepada suaminya, membuatnya mencintai Negara Indonesia yang memiliki sejuta kebudayaan yang sungguh membuatnya terkagum-kagum. Oleh sebab itu, walaupun suaminya telah meninggal dunia ia masih menetap di Indonesia. Itu semua karena rasa cintanya terhadap Indonesia.

Putri itu adalah aku.

Aku, dengan dress pink selutut bermotif bunga-bunga sedang merangkai sebuah bunga yang baru di pesan beberapa detik yang lalu. Kegiatan ini selalu menjadi hal yang paling menyenangkan sedunia. Setidaknya, itulah bagiku.

"Rosa, tolong rangkai bunga aster pesanan tante Diana." Wanita Jerman yang adalah mamiku memberi perintah. 

Kuanggukan kepala sebagai tanda mengiyakan.

Setelah itu, aku kembali menyibukkan diri dengan rangkaian sebelumnya. Tinggal setangkai bunga terakhir yang harus kuletakkan ke dalam rangkaian bunga tersebut, setelahnya aku baru beranjak bangun ke kumpulan bunga aster di sudut kiri ruangan. Dan aku pun kembali tenggelam dalam rangkaian bunga aster sambil bersenandung ria.

***


Sebuah bunyi lonceng terdengar beriringan dengan pintu Blume Florist terbuka. Aku hanya melirik sekilas ke pintu. Seorang cowok mengenakan celana jeans dengan kemeja kotak-kotak bewarna biru bercampur putih.

Melihat ada pelanggan, aku memanggil Mami, "Mi, ada pelangg—" tapi saat kulihat ke arah kasir—tempat dimana Mami sebelumnya duduk— tempat tersebut telah kosong, suaraku menghilang di akhir kata. Mami sudah tidak ada di sana.

Kuedarkan pandangan ke sekeliling ruangan, namun tak terlihat sedikitpun sosok Mami. Akhirnya, dengan terpaksa aku harus meladeni cowok itu. Aku mendesah kecewa menatap rangkain bunga aster yang hampir selesai. Kegiatan yang paling kusukai di dunia ini harus terhenti. Jujur saja, aku paling benci hal tersebut.

"Selamat datang di Blume florist, Tuan," ucapku dengan sedikit penekanan di akhir kata.

Aku menatap tidak suka pada setelan cowok ini. Kemeja biru. Memang tidak full biru karena ada warna putihnya, namun tetap saja ada unsur birunya. Aku sungguh membenci warna tersebut. Ditambah cowok inilah yang mengintrupsi kegiatanku.

Bagiku biru adalah warna yang memberikan kesan dingin. Kita bisa mengigil karenanya, dan jika tidak tahan maka kita akan membeku.

Melihat dari caranya berpakaian, memandang, dan bergaya, sudah pasti ia orang yang dingin. Kesimpulan tersebut diperkuat dengan tatapan cueknya dan gayanya yang sok terlihat cool dengan memasukkan kedua tangan di saku celana.

Cowok itu hanya mengerutkan kening bingung, "Tuan?" beonya dengan sedikit menganga.

"Iya. Tuan mau pesan bunga apa?" tanyaku mengulangi pertanyaan, sambil menelengkan kepala ke samping, menatapi cowok di depanku ini dengan aneh.

Apa yang salah dengan panggilan itu?

"Emangnya gue kelihatan tua?" tanya si cowok sambil menunjuk dirinya sendiri. "Tuan? Yang benar saja," desisnya tidak suka.

Pink and BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang