02

43 9 9
                                    


      Senin kembali, sudah menjadi rutinnitas kalo setiap hari senin Feby harus datang lebih cepat kalo ngga mau ditutupin pagar, terus itu harus menunggu sampai upacara selesai ditambah membersihkan halaman parkir sekolah yang cukup luas. Sadis banget kan.

"Bun, sarapan kita apa nih?" tanya feby memerhatikan setiap pergerakan mamahnya di dapur.

"Sini bantu jangan liat aja." Pintah Bunda.

"Ya deh bun, hmmm kok sepi sih rumah!" Ucap Feby bertanya-tanya.

"emang kenapa?? Biasa kalo ada kakakmu pasti bertengkar terus." Bunda tersenyum licik.

"Ah bunda bukan gitu tapi kan aneh aja kalo sepi." Sahut feby tak mau kalah.

"Dia nginep tempat temennya jadi ngga pulang, terus ayah mu sudah pergi kerja." Jelas bunda kepada feby.

Feby hanya menganggukkan kepalanya tandanya mengerti.
Setelah selesai sarapan ia berangkat diantar Bundanya.

"Cepat ayo masuk bunda lagi buru-buru nih." Pintah bunda menaikan nadanya.

"Sabar bun." Sahut Feby sambil berlari ke arah mobil putih yang terpakir di garasi.

Upacara berjalan lancar, lancar juga keringat yang berjatuhan dari wajah-wajah kesal,lelah bahkan kusut seperti benang jahit.

"Woi panas nih." Gerutu anak-anak olahraga di samping Feby.

Terik matahari langsung  menyergap wajah-wajah manusia yang tak berdosa, eh ngga kok pasti ada dosanya.

Begitu juga dengan Feby, ia menutupi wajahnya namun tetap saja itu tidak merubah keadaan.

Pelajaran di hari senin sungguh indah sekali. Tak ada kata lain selain ulangan dan tugas.

"feb kak Firmam jadian ya!" Celoteh Mela di depan Feby.

"Gue ngga tau mel." Sahut Feby singkat.

Hatinya seperti tercabik-cabik ketika mendengar pernyataan Mela. Ingin rasanya menangis dan berteriak sekencang-kencangnya.

sakit dan perih itu hal yang Feby hindari selama ini, namun siapa yang tidak pernah merasakannya.

Feby tau bagaimana rasanya mencintai dalam diam, bagaimana sakitnya mencintai orang yang Femes seperti Firman.

Banyak juga mengejar-ngejar Firman termasuk Feby tapi ia selalu sadar akan dirinya.

Dua tahun bukan hal yang mudah dan wajar untuk mencintai seseorang yang tidak pernah tau tentang perasaannya.

Bukan tidak punya nyali untuk mengungkapkannya tapi ia takut akan jawabannya setelah itu.

Dia harus menunggu waktu yang pas agar bisa mengumpulkan sejuta keberanian untuk betatap mata dan mengungkapkannya kepafa Firman.

Rasanya sudah tidak ada tenaga lagi untuk melakukan hal lain selain hanya bisa menempelkan wajahnya dimeja sambil menghadap tembok.

"Feb, sudahlah gue tau kok lo pasti sedih kan tapi lo ngga boleh galau mulu." Fena mengelus pundak Feby.

Fena selalu merasa prihatin dengan sahabatnya yang satu itu. Dia juga kagum dengan Feby karena mau bertahan mencintai seseorang yang ngga pernah tau tentang perasaannya.

Feby mencoba menegakkan kepalanya sambil menghadap papan tulis putih di depannya.

"Fen, yang Mela kasih tau ke gue betulan ngga sih." Ucap Feby lemas.

"Hmmm gimana ya?? Lo liat sendiri aja nih." Menyodorkan handphone miliknya.

Tangisnya pecah seketika kala ia melihat foto Firman bersama seorang cewe yang bernama Andini itu.

"Hus-hus sudah feb, lo itu kuat ngga boleh gini." Pintah Fena menguatkan Feby.

Sampai akhirnya semua menyadari mata Feby sebam karena abis menanggis.

"Loh feby kenapa fen?" Tanya Okta mengelus Feby.

Fena hanya diam sambil memperlihatkan foto yang ada di handphone miliknya.

"Sabar-sabar feb." Elus Okta untuk kedua kalinya.

"Ih maap Feb gue ngga sengaja mau buat lo nangis suwerr." Ucap Meli Mengangkat salah satu tangannya dan membentuk v.

"Lo ngga salah mel, perasaan gue yang salah karena terlalu baper."ucap Feby sambil menyeka tangisnya.

Untung saja kali ini keberutungan berpihak kepada Feby.

Pelajaran akhir tidak ada guru yang masuk karena gurunya memang dibilang sibuk sama pekerjaan lainnya.

Untung pak Anto ngga datang mau buat alasan apa gue kalo ditanya kenapa nangis?

Mata lebam dan sayu itu menghiasi wajah Feby. Dia ngga peduli orang-orang menilainya seperti apa. Sapa yang peduli dengan perasaannya yang hancur saat ini.

Feby membaringkan tubuhnya di kasur. Hujan deras dan kilat menemani dirinya yang sedang begitu rapuh.

Meskipun hujan tidak ia rasakan tapi dinginnya sangat menusuk dirinya.

Inilah akibat mudahnya jatuh cinta jadinya sakitnya berlebihan.

Dan ini sudah hampir setengah semester setiap kali Feby mencoba untuk menghilangkan pahitnya patah hatinya semakin sering ia bertemu dengan Firman.

Apes mulu gue, kenapa hampir tiap hari ketemu dia?, giliran gue pengen ketemu kak Firman malah jarang banget ketemu, tapi giliran gue malas ketemu malah diketemuin mulu.

"Feby,feb, oh feby." Panggil teman-teman Feby ketika Firman dan teman-temannya lewat di depan kelas.

Feby mendengus kesal rasanya ia ingin memukul kepala teman-temannya itu.

Rasanya mukanya seperti tomat busuk ketika Orang-orang memerhatikannya termasuk Firman.

"Rese loh semua." Gerutu Feby kesal.

"Eleh bohong itu seneng juga pang." Cibir Fena.

Kalo Firman hanya meresponnya biasa saja. Berbeda dengan teman-temanya yang lebih antusias atau namanya kepedean.

"Hai adek." Sapa kak Gilang antusias.

"Hehehe hai kak." sahut Okta.

"Sok kenal anjir lo lang." Ucap Firman sinis.

Mereka kembali berjalan meninggalkan kelas Feby.

Bukan hanya sesekali teman-teman Feby melakukannya tapi berulang-ulang kali setiap Firman lewat di depan kelas baik itu sendiri atau bersama gengnya.

Sampai beberapa teman cewe Firman menatap kearah teman-teman Feby dengan tatapan sinisnya, Seperti iayarat untuk mengancam agar mereka tidak melakukannya lagi.

Memang sulit dimana-mana setiap yang jadi kakak kelas pasti berasa berkuasa dan anehnya adik kelas patuh saja dengan mereka.

Seandainya Firman tau apa yang Feby ingin ungkapkan kepadanya.

Tapi tidak ada alasan untuk dia berhenti berjuang. Mengungkapkan perasaannya kepada Firman.

Dan membenahi hatinya yang hampir hancur itu. Tapi bukan berarti ia harus menghancurkan hubungan Firman dengan Andini saat ini.

Yang dia bisa lakukan sekarang hanya menunggu sampai kapan hubungan mereka akan berakhir.

⏳⏳⏳

-Andai kamu tau merapikan kembali serpihan hati yang hancur itu ngga mudah seperti membalikkan telapak tangan-
-WIL-

⭐⭐⭐

Alhamdulillah udah di part 2 semoga kalian suka ya! Aku jadi kangen dan pengen ngulang kejadian pas nama ku dipanggil berulang-ulang kali setiap Dia lewat hehe. Ya kalo ngingat masa lalu mang gitu deh bakal kebawa terus.

Sorry kalo banyak typonya ya😂😂

Butuh vote dan koment thanks💞💞

Writing In a LetterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang