Cowo itu menundukan kepala, bukan dengan perasaan takut atau deg-degan. Hanya pencitraan belaka.
Didunia ini yang ia takuti hanya 3, Allah Swt, Mamahnya, dan kulit ayam McD yang diambil Akam dengan diam-diam.
Berurusan dengan Papahnya memang menjadi salah satu kegiatan yang rutin setiap harinya. Bukan karena ia senang mencari ribut dengan Papahnya. Tapi, entah dari mana, Papanya itu tau semua apa yang Stevant lakukan.
Hanya ada dia dan pria paruh baya yang masih menggunakan pakaian kantornya. Wajahnya yang terlihat muda dibanding umurnya sekarang itu hanya bisa melihat anak laki-lakinya dengan tajam. Kantong dibawah matanya terlihat jelas kalau ia kurang tidur. Rambutnya yang berantakan menandakan kalau ia baru saja selesai bekerja.
"Siapa yang ajarin kamu kayak gini!?" Ucap Arga baru membuka suara setelah 1 jam diam tadi "Kamu galiat mamah kamu sekarang?"
"MAU JADI APA KAMU, STEVANT?!" Laki-laki itu pun teriak, lalu ia menggebrak meja kencang membuat suara gaduh di dalam ruangan kaca ini. "Gak puas liat Mama yang selalu datang ke sekolah kamu terus, hah?!"
"JAWAB!"
Cowo itu mengangkat kepalanya "Papah cape 'kan ngurusin Stevant? Mending istirahat aja. Stevant ngantuk, Pah."
Cowo itu bangun dari sofa yang 1 jam tadi dia duduki. Ia keluar dari ruangan kerja Papahnya tanpa menucapkan salam atau sepatah kata.
Arga mengusap mukanya lelah, ia duduk di bangku kerjanya sambil memijat-mijat pangkal keningnya. Satu permikiran yang melintas di kepalanya. Ia pun langsung memencet tombol-tombol di telpon rumah itu.
"Halo? Selamat Pagi, Bu Giyanti. Maaf saya mengganggu waktu ibu. Saya puya ide untuk masalah gang itu ..."
~¤~
"Stevant, kok kamu belum ganti baju sih!?"
Stevant mengangkat selimut yang menutupi tubuhnya dengan cepat, apa yang tadi subuh ia bilang ke ayahnya bahwa ia ngantuk itu memang benar. Dia begadang kemarin malam. Dan asal kalian tau, Stevent pulang kerumah jam 4 pagi karena ditelpon Papahnya dengan alasan bahwa Mamahnya sakit. Padahal itu bohong.
Dan dia tidur dari sehabis shubuh dan sekarang baru bangun. 8 malem.
Ia melihat ke arah pintu, di sana ada Mamahnya yang sepertinya ingin pergi. Baju yang dipakai terlalu formal menurut Stevant dan Stevant tidak menyukai itu. Bukan, bukan bajunya, tapi orang yang menggunakannya.
Mamahnya terlihat memaksakan baju itu melekat ditubuhnya. Stevant ingin mencibir kalau baju yang Mamahnya pakai kekecilan tapi, yah, apaboleh buat, Stevant takut Mamahnya memotong uang jajannya.
Stevant pun lalu menutup kembali wajahnya dengan selimut.
"Stevant, banguun!" Selimut yang menutupi Stevant dibuka, memperlihatkan Stevant yang hanya menggunakan boxer dan baju oblong hitam kesayangannya. "Yaampun, masih santai santai aja, kamu tuh ya!"
Stevant menguap besar "Mau kemana sih, Ma?" Stevant mengangkat badannya, memposisikan ia yang sekarang sedang duduk dengan rambut acak-acakan khasnya "Jam berapa, nih?"
Ranti berdecak pinggang "Jam 7 Malem!"
Stevant kaget dan langsung mengusap matanya yang masih sayu "Kok Mama gabangunin Stevant sih! Stevant mau pergi hari ini!"
Stevant memanglah sangat kemanjaan terhadap Mamahnya.
Ranti duduk di pinggir kasur "Gabangunin gimana? Kamu tidur 14 jam! Percuma Mama bangunin juga, Gapegel apa mata kamu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Trust Me
RandomStevant Ryant, yang sehari-harinya nongkrong di Tongkrongan Reman, beradu jotos dengan teman sendiri, dan kebiasaannya main uno, membuat racikan hebat tentang bagaimana cara memerahkan wajah orang menjadi bintik-bintik merah hanya dengan bedak. Jika...