Bagian tanpa judul 10

4 0 0
                                    

Ryuga masih tidak percaya dengan apa yang terjadi pada ayahnya. Seorang kepala kepolisian tidak akan mudah dikalahkan seperti itu. Ayah terlalu egois, kenapa ia harus turun kelapangan, hanya untuk dianggap sebagai pahlawan ? untuk sekedar membuktikan bahwa ia layak diposisinya.

Kepalanya masih tersandar di atas batu nisan kuburan ayahnya. Suasana duka menyelimuti upacara pemakaman ini. Setiap mata tak dapat menahan kesedihan yang mendalam, air mata membasahi pipi setiap orang yang menghadiri. Suara tembakan senjata bergema di udara, penghormatan terakhir diberikan oleh pasukan yang dipimpin kolonel Edward. Tanah menutupi lubang lahat, isak tangis semakin keras terdengar. Polisi yang biasanya terlihat berjalan dengan angkuh dan gagahnya. Kini berjalan meninggalkan pemakaman dengan menunduk dengan wajah diselimuti air mata. Himura dan Rebecca masih berada di pemakaman, menunggui Ryuga yang masih belum mau beranjak dari sana. Ia masih saja meratapi kepergian ayahnya.

"Tidak ada gunannya menangis lagi, itu semua tidak akan mengembalikan ayahmu. Itu juga akan membuat beliau menangis juga disana." kata Himura yang mencoba menenagkan Ryuga.

"Kau benar, aku tidak boleh seperti ini, aku bersumpah demimu ayah! Akan aku balaskan dendammu, dan akan hancurkan para mafia itu, terutama orang yang berani membunuhmu."

Himura merangkul Ryuga yang kesulitan berdiri. Bersama dengan Rebecca ia membawanya masuk ke mobil polisi meninggalkan tempat.

Sesampai mereka di rumah Ryuga, mereka bertiga menyuruh Ryuga untuk duduk menenangkan diri di sofa.

"Beristirahatlah sejenak. Akan aku ambilkan segelas kopi panas untuk menenagkan hatimu." Kata Rebecca yang meninggalkan mereka di ruangan tamu dan berjalan menuju dapur.

Himura masih berusaha untuk menenangkan Ryuga, kendati mereka sudah dekat begitu lama. Kesedihan bagi Ryuga juga kesedihan bagi Himura. Sama rasa yang terjalin antara mereka begitu kuat.

"Minumlah agar hatimu tenang." Rebecca segelas kopi kepada Ryuga.

Hatinya mulai tenang setelah menyeduh segelas kopi. Rebecca tersenyum setelah melihat wajah Ryuga tidak bersedih. Dibalik sifatnya yang jahil dan mesum, Ryuga ternyata orang yang begitu sayang kepada orang tuanya. Rebecca pun duduk di sebelah sofa mereka.

"Sekarang apa yang harus kita lakukan, kita tidak boleh bersedih terus, kini harus mencari tahu siapa pembunuhnya?"

"Kau benar, Himura."

Handphone Ryuga berdering, ia lantas mengangkatnya. Keadaan yang tenang kemudian berubah, Ryuga mengambil jaketnya dan buru-buru pergi meninggalkan rumah. Mereka berdua terkejut melihat tingkah Ryuga. Apakah ada sesuatu yang menimpa Ryuga? Mereka mengikuti Ryuga yang pergi sendirian.

Dan ternyata Ryuga pergi kerumah sakit karena mendapat panggilan dari dokter bahwa hasil otopsi sudah keluar. Dengan tergesa-gesa, mereka berjalan menuju lantai dua dimana ruangan dokter itu berada.

"Permisi!"

"silahkan masuk!"

"Ternyata kalian bertiga, ini hasil otopsinya."

"Kau bercanda, ini sama persis dengan DNA pemimpin sebelumnya, tidak mungkin ia membunuh ayahku, bukankah dia telah meninggal dunia akibat kecelakaan."

"Ya, memang aneh, tapi bisa jadi dia berasal dari keluarganya."

"Tidak mungkin, tidak mungkin keluarga dari seorang pahlawan di kepolisian melakukannya, lagi pula semua keluarga meninggal akibat kecelakaan itu."

"Ya, tapi menurut saksi mata saat kejadian itu, anaknya berhasil lolos, ia sempat menyelamatkan diri. Ia menyeburkan diri kedalam sungai, hanya saja keberadaannya sekarang tidak kita ketahui."

"Kau jangan bercanda dokter!" Ryuga memegang jas dokter tersebut.

"Tenang Ryuga!" Himura mencoba menyabarkannya.

Dengan kesal, Ryuga pergi meninggalkan ruangan tersebut, ketidak puasannya dengan hasil otopsi membuatnya panik petunjuk apalagi yang bisa ia gunakan untuk mencari pelaku. Himura dan Rebecca meminta maaf kepada dokter atas kelukaan Ryuga.

"Tidak apa-apa, selanjutnya kami akan berusaha sebaik mungkin untuk membantu kalian."

Kemudian mereka menyusul Ryuga yang duduk di kursi didepan ruangan dengan wajah tertunduk.

"Aku tahu kau kesal, tapi begitulah hasilnya, kita tidak boleh menyalahkan mereka, mereka telah berusaha sebaik mungkin."

"Tapi bagaimana mungkin seorang anak dari mantan polisi membunuh ayahku."

Mereka bertiga memikirkan bagaimana cara mencari tahu sosok pelaku. Rebecca teringat dengan tugasnya. Tugas sebagai sekretaris di kepolisian, mempunyai setiap data dari keluarga polisi yang bertugas.

"Aku bisa membantumu, aku mempunyai data keluarga para anggota polisi yang mungkin bisa dijadikan petunjuk."

Mereka bertiga segera menuju kantor kepolisian.

I_V\[

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 13, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

WineWhere stories live. Discover now