Hadiah

342 19 6
                                    

Atley POV

"-...dan begitulah caranya kalian menyelesaikan soal ini. Apa kalian mengerti?"

Kapan belnya akan berbunyi? Aku malas diam di sini lebih lama lagi. Aku ingin makan pizza dan mempunyai rencana untuk melakukan movie maraton di rumah. Tuhan kumohon, biarkan aku pulang ke rumah.

"Psst, hei Atley," seseorang berbisik di belakangku.

Aku melihat belakang pelan, dengan buku yang kubedirikan sebagai pertahanan.

"Apa lagi Rory? Apa kau tau seberapa buruknya pak Doodles saat dia marah?" Bisikku memarahinya.

"Apa kau mau pergi menonton bioskop nanti? Aku dengar mereka mempunyai film baru yang bagus, aku yang bayar."

"Wah! Aku mau pergi! Itu lebih baik dari pa-"

"ATLEY!"

Cih, aku ketahuan! Sialan kau Rory. Aku melihat kebelakang, mengirim sinyal SOS kepadanya. Rory terlihat pura-pura sibuk membaca dan berbisik, "maaf."

"Atley, kalau kau merasa cukup pintar tanpa pelajaranku, sekarang kemari dan jawab pertanyaan ini!!" Pak Doodles memberiku tatapan kematian khasnya sambil menunjuk papan.

Hm, trigonometri tingkat lanjut . Cukup mudah untukku.

Aku berjalan menuju papan tulis dan mengerjakan soal itu tanpa ada masalah. Semua teman kelasku bertepuk tangan, melihat kearahku. Wajah pak Doodles terlihat seperti menelan cabai jalapeno dan buang air besar pada saat yang sama. Itu wajah terjelek yang pernah aku lihat.

"Oh baiklah, anak pintar. Sekarang minta maaf dan berjanjilah padaku untuk tidak berbicara lagi dengan temanmu saat jam pelajaranku. Atau keluar dari kelasku!!"

Aku memutar mataku. Lihatlah siapa yang sok jago sekarang. Tidak mungkin aku akan membiarkannya menghinaku.

Aku berjalan kembali ke mejaku dan mengambil tasku. Rory tersenyum tak percaya.

"Apa yang kau lakukan Atley? Duduk!!"

"Maaf pak, kau memberitahuku boleh keluar dari kelasmu," aku berjalan menuju pintu keluar dan tidak sekalipun menengok untuk melihat wajah pak Doodles. "Untuk salam terakhirku, ADIOS!" Kataku lalu kabur.

Aku dapat mendengar pak Doodles berteriak dan merutuk marah dari jauh.

Aku melewati lorong sekolah, beruntungnya aku. Aku tidak melihat siswa ataupun guru di sini. Ibuku sudah dipastikan akan membunuhku saat ia mendengar hal ini.

"Wah, itu kelas yang menarik."

Aku melihat ke belakang, bertatapan dengan mata seorang laki-laki. Tetapi ini masih jam sekolah. Kenapa ia disini?

"Makasih.... ?" Kataku asal sambil mengangkat bahu.

Laki-laki itu membisikkan sesuatu dan melihat kearahku, "kau tau, ini waktu yang salah untuk pergi dari sekolah."

"Hah? Kenapa kau peduli? Kembalilah ke kelasmu," aku mulai merasa tidak nyaman.

Sedangkan ia hanya tersenyum dan berbalik. Huh, dunia ini benar-benar penuh oleh orang-orang aneh.

Aku mengayuh sepedaku keluar dari sekolah, kembali ke rumah. Aku melewati cafe dan memutuskan untuk membeli kopi untuk menenangkan kelelahan jiwa.

Rumahku mulai terlihat, tak perlu waktu lama aku memarkirkan sepedaku di garasi. Aku tak ingin si manis ini diambil oleh seseorang. Dengan pelan aku membuka pintu, berusaha tak menimbulkan suara.

"Atley?"

MISI GAGAL! MISI GAGAL!

"Um... ya?" Aku memasang senyum tak berdosa sambil memegang segelas kopi di tangan.

"Kenapa kau disini? Bukankah sekarang sekolah masih berlangsung?" Ibu melihatku dengan tatapan serius.

"Gurunya menyebalkan, jadi aku pergi begitu saja," kataku jujur, ya dari apa yang aku lihat saja sih.

"ATLEY!"

Sebelum aku dimarahi lebih lanjut, aku berlari ke atas. Masuk ke dalam kamarku dengan cepat dan menutupnya.

Aku melemparkan tas dan melompat terjun ke atas kasurku, mengambil nafas dalam-dalam. Pikiranku mulai melayang mengenai laki-laki aneh tadi. Sepertinya aku pernah bertemu dengannya, tetapi aku tak bisa mengingatnya.

Sebelum aku tau, aku terlelap begitu saja.
.
.
Gelap, itulah yang pertama kali terlihat. Tubuhku hangat dan memakai selimut. Mungkin ibu yang menyelimutiku saat aku tertidur.

Tak terdengar suara membuatku bertanya-tanya dan memutuskan untuk turun dari kasurku untuk memastikannya.

Aku keluar dari kamarku, akan tetapi tak ada satupun lanpu yang terlihat menyala. Dimana ibu? Mengapa ia tak menyalakan lampu?

Tidak dalam waktu yang lama, lampu kembali menyala. Cahaya itu cukup membutakan mataku sejenak.

"Ibu?" Aku berjalan menuju dapur dan menemukan makanan hangat, surat dan note. Aku memutuskan untuk membaca note terlebih dahulu.

-Atley, ayah mengantarkan ibu dan bibimu ke rumah sakit. Jangan kawatir kami membawa Ethan dan makan malam ada di kulkas. Jangan tidur terlalu malam.

Love mom-

Tetapi makanannya hangat dan ada di meja. Aku merasa tertimpa batu saat melihat ada fotoku yang sedang tertidur, bahkan bajunya sama seperti yang aku pakai sekarang. Akhirnya aku meraih surat itu dan membacanya.

-Hai, wajahmu terlihat imut saat tertidur (oh, kau selalu imut). Tetapi tanganmu dingin, jadi aku menyelimutimu. Aku memanaskan makananmu, jadi kau bisa langsung memakannya. Jangan lupa untuk menjaga kesehatanmu. Apa yang kau lakukan dengan guru itu hebat, aku setuju dengamu. Wink~

PS: jangan tunjukan surat ini pada siapaun kalau kau masih menyayangi keluargamu.-

Rasanya aku ingin muntah, apa-apaan ini? Omong kosong! Aku tidak ingin menyentuh makanan ini sama sekali. Aku membuangnya karena jijik (maaf bu) dan membuat mie instan, semoga ini hanya kejailan orang saja.

Aku kembali ke kamarku, siapa dan mengapa ia melakukan ini? Aku berhenti berjalan saat aku kembali mengingat surat yang mengatakan kejadian di kelas tadi.

Kenyataan menghantamku.

Pelakunya berada di kelas yang sama denganku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 19, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

[Crysantheum] Yandere Story BxB (Indonesia Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang