Teman Satu Kost

14.6K 1.9K 54
                                    

Angkasa

Keningku berkerut melihat sesosok perempuan muda terlihat bersegera naik motor Pelangi yang berada di depan halaman lobi Alexa Kemang, wajahnya disembunyikan di balik area kepala dan punggung staf keuanganku.

Aku terus saja berusaha memarkirkan mobilku. Pelangi kemudian mendapati wajahku lalu tersenyum canggung sambil melambaikan tangannya kepadaku.

Tak lama kemudian, perempuan di belakangnya beranjak menuruni motor untuk kemudian berlari masuk ke dalam Alexa.

Mmm. Siapa dia?

"Pak Asa, kok Bapak ke sini? Ada meeting di Alexa yah?" Pelangi bertanya sambil berdiri di dekat motornya saat aku berjalan mendekatinya.

"Kok kamu tahu?"

"Umm... kan saya staf keuangan... suka dapat surat pengantar invoice buat ditindaklanjuti. Alexa Tatoo Parlor kan salah satu kliennya Angkasa Finance Consulting. Saya hapal lho, UP-nya Ibu Mey, Alexa Finance Manager atau Bapak Ronald, Accounting Officer. Iya kan?"

Aku tersenyum menanggapi perkataan Pelangi lalu mengangguk.

"Iya, tapi hari ini saya mau ketemu kakak saya. Kamu ngapain di sini?" Aku mulai menyelidik.

"Kakak Pak Asa kerja di sini?" Pelangi balas bertanya, tak mengindahkan pertanyaanku sebelumnya.

Aku mengangguk.

"Iya, owner Alexa itu.... kakak saya. Sekarang jawab pertanyaan saya. Ngapain jam segini kamu di sini bukannya di kantor?"

Pelangi mulai tersenyum. Gesturnya mulai salah tingkah. Menceritakan bahwa semalam dia sakit, sehingga hari ini izin datang siang.

"Sakit? Sakit apa?"

Pelangi melipat bibirnya. Kepalanya menunduk, sikapnya terlihat canggung.

"Umm... sakit perut, Pak..."

"Sakit perut?"

Gadis berambut panjang lurus sepunggung itu mengangguk.

"Di-diare..."

Huh.

"Dah berobat?"

Perempuan setinggi 160an senti meter itu menggelengkan kepalanya.

"Ke dokter sih belum. Tapi, sudah makan obat. Dah baikan. Cuma tinggal lemes dikit," tuturnya.

Aku mengangguk.

"Terus, kamu ngapain di sini?"

Pelangi mengangkat kepalanya. Wajahnya kini menatap wajahku dengan serius.

"Saya tadi nganterin temen kostan saya. Namanya Ana. Dia kerja di sini," terangnya.

Keningku berkerut.

"Ana? Medical Advissor itu? Dia teman se kostan kamu?"

Perempuan putih berlesung pipi itu tersenyum lebar.

"Iya... bukan cuma Ana. Lin juga sekostan sama saya. Terus... Gemintang juga," ucapnya antusias.

Hah?

"Gemintang?"

Pelangi mengangguk bertubi-tubi.

"Iya. Perawatnya ibunya Pak Asa."

"Waduh. Kok kalian bisa ngumpul gitu? Gimana ceritanya?"

Pelangi tertawa.

"Awalnya Lin yang kost di situ, saya di kasih tau dia waktu lagi nyari kostan. Ya udah pas saya datengin cocok, ngekost di situ, deh. Tapi dari awal saya masuk, Ana dan Gemi udah ngekost di situ juga..." ceritanya.

"Kalian dekat?"

Pelangi menggelengkan kepalanya.

"Dibilang dekat, enggak juga sih. Dibilang jauh juga enggak. Biasa aja. Kita kan sibuk masing-masing," jawabanya.

Aku mengangguk. Kemudian sesuatu menelisik hatiku.

"Cewek yang tadi lari masuk ke dalam itu... Ana?"

Pelangi mengangguk.

"Iya, Pak."

"Kenapa dia lari?"

Pelangi mengangkat kedua bahunya.

"Gak tau, Pak. Sudah telat masuk kerja mungkin..."

Huh.

Aku mengangkat bahuku.

"Ya, sudah... kamu ini mau ke kantor atau balik ke kostan?"

"Kantor, Pak."

Aku mengangguk.

"Ya, sudah, sana... dah lewat jam 10 ini," kataku mengingatkan.

"Siap, Pak," jawabnya dengan sigap.

Sekejap kemudian, Pelangi mengendarai motornya. Pergi berlalu meninggalkan area parkir Alexa Kemang.

Aku berdiri di halaman lobi. Keningku berkerut mengingat perempuan berambut hitam tebal yang diikat ke balakanng tadi yang lari masuk ke dalam.

Ana.

Kenapa dia lari?

Benarkah karena sudah terlambat kerja, atau menghindariku?

Huh.

Menghindariku?

Memangnya kenapa?

Apa yang salah dengan aku?

Apa yang membuatnya malu untuk betatap muka denganku?

Aneh.

Aku menggelengkan kepala.

Sungguh tak masuk akal.

Beberapa saat kemudian, aku melihat mobil Raya masuk ke area parkir Alexa.

Aku tersenyum ke arah adik perempuanku yang masih mengemudikan mobilnya. Matanya sudah menemukan mataku. Bibirnya menyunggingkan senyuman untukku. Kuputuskan untuk mengesampingkan pikiranku soal perempuan bernama Ana tadi.

Saat ini, aku akan fokus untuk meeting dengan saudara-saudaraku.

Mematangkan rencana bisnis kami. Membangun sebuah kafe yang kami tujukan untuk mempererat tali persaudaraan kami.

Khatulistiwa bersaudara.

Angkasa #1 Unstoppable Love SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang