BAB 7

37 4 0
                                    




BAB 7




Airin merasa jiwanya melayang saat ketukan palu terdengar memenuhi ruangan tempat sidang perceraiannya berlangsung, tepat setelah hakim ketua selesai membacakan putusan akhir dari gugatan yang di layangkannya dua Bulan yang lalu.

Airin kemudian bangkit dari kursi yang di dudukinya untuk menyalami anggota hakim dan pengacara dari pihak Rendra, mantan suaminya. Lelaki itu tak pernah datang kecuali di sidang mediasi pertama mereka. Dan Airin tidak mau tahu alasannya. Dia sudah tidak peduli lagi pada apapun. Bahkan Airin tak mengingat lagi kapan tepatnya pertemuan terakhir mereka. Sebab setelah meminta cerai, Airin tak pernah kembali ke rumah Rendra lagi.

Airin bergegas meninggalkan gedung pengadilan itu dengan langkah tergesa. Kemudian, langkahnya tertahan kala sebuah mobil berhenti di depannya. Airin tertegun sekian detik. Kaca bagian depan turun menampilkan sosok lelaki familier dengan penampilan kacau dan berwajah muram.

Meski begitu Rendra mengulas senyum tipis, yang terlihat begitu menyedihkan.

"Masuklah," katanya pada Airin yang membuang muka.

"Aku naik taksi aja," jawab Airin langsung.

"Sekali saja, aku perlu bicara," bujuk Rendra lemah.

Airin menghela napas menyerah sebelum memutuskan untuk masuk ke dalam mobil Rendra, duduk bersebelahan dengan lelaki itu. Tak lama, kendaraan itu mulai melaju pergi.

Cukup lama keheningan melanda keduanya. Airin sama sekali tak berminat membuka obrolan, tidak suka berbasa-basi atau beramah tamah dengan orang yang jelas-jelas membuat luka di hatinya. Tidak perlu. Tak ada gunanya.

Namun, berbeda dengan Rendra yang sedang mengumpulkan keberanian di sisi yang lain.

"Aku gak menyangka akan begini akhirnya," mulai Rendra dengan senyuman pahit.

Aku pun begitu, Airin menyahut dalam hati. Tetapi, memilih tetap diam dan menatap ke luar kaca seolah-olah ada hal yang sangat menarik di sana.

Siapa yang akan menyangka akan begini ending kisah antara dirinya dan Rendra? maksudnya, rasanya baru kemarin dia menikmati kebahagiaan beruntun di hidupnya.  Menjalani pernikahan sesuai impiannya. Berkunjung ke makam Ario dan bertekad akan memulai sesuatu yang baik ke depannya. Lalu, tanpa di sangka-sangka di hari yang sama pula Airin menerima fakta mengerikan. Seperti bom waktu yang menghancurkan semuanya tanpa sisa.

Dan segalanya terasa seperti mimpi aneh bagi Airin. Tidak akan ada yang bisa memahaminya.

Mungkinkah ini kutukan?


"Aku gak pernah berpikir untuk berpisah dengan kamu sama sekali. Aku merasa bersalah dengan semua kejadian ini. Aku mau kita terus bersama. Tapi, mungkin memang kamu perlu waktu untuk menerima semuanya. Kejadian ini menyadarkan aku kalau mungkin, aku memang bukan yang terbaik untuk kamu," ujar Rendra perlahan dengan tatapan menerawang jauh ke depan.

Airin bergeming tanpa ekspresi.

"Sekeras apapun kita mencoba, pada akhinya akan kembali ke garis yang sudah Tuhan tentukan. Ario mungkin gak bersama kamu, tapi bukan berarti aku bisa menggantikan dia, ternyata memang gak bisa, karena alurnya memang bukan begitu," lanjut Rendra bermonolog.

Airin sendiri sibuk dengan pikirannya, masih tak bersuara bahkan setelah mobil Rendra berhenti di depan apartemen tempatnya tinggal untuk sementara.


"I will always loving you," kata Rendra sesaat setelah Airin turun dari mobilnya. Yang sekarang hanya terdengar bagai angin lalu di telinganya. Tidak menimbulkan efek apapun. Tidak membuat jantungnya bergetar atau tersipu malu. Tidak.


Airin merasa jantungnya membeku, segala hal yang terjadi lewat begitu saja tanpa kesan, perasaanya datar. Airin masih tetap tak mengerti, apa yang sebenarnya dia alami, kenapa bisa begini. Airin ingin komplain, tapi pada siapa? bukankah ini keinginannya sebelum bertengkar dengan Ario dan kecelakaan merenggutnya lalu Tuhan mengganti kehidupannya sesuai dengan yang dia inginkan saat itu. Airin rasanya tidak tahu diri bila harus menangis dan merintih menyedihkan dengan kisah yang dia pilih sendiri.


Airin merasa dirinya yang dulu naif sekali, harusnya dia tahu, dengan siapapun dia menikah dan menjalani kehidupannya kelak, rintangan serta masalah akan tetap menyertainya. Dan tentu saja dengan kapasitas yang berbeda. Tetapi, Tuhan memilihkan Ario karena tahu Airin akan bisa mengimbanginya.

Namun, Airin yang egois malah melayangkan hal lain dari ketentuan yang telah Tuhan pilihlan sesuai kadar kemampuannya. Mempertanyakan ketentuan penciptanya sendiri. Kemudian inilah hasilnya.

Airin tidak sanggup lagi dengan semua ini, terlalu berat, terlalu menyakitkan. Airin tidak bisa menangung perasaan ini sendirian. Dia hancur sekali. Tapi, menangis saja rasanya tidak cukup.

Airin ingin di bangunkan dari mimpi buruk ini, bila memang hanya mimpi. Airin berharap segala yang dialaminya hanya delusi. Dia ingin kembali pada hidupnya yang dulu. Dengan Ario dan segala ketidaksempurnaanya.

Airin menyesal.





Jika Bukan Dia ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang