Pagi yang cerah di Negeri Singa, sebuah negara pulau dan negara di lepas ujung Selatan Semenanjung Malaya. Negara yang biasanya terasa panas dan lembab kini berubah menjadi dingin dan sedikit gelap, daun-daun yang masih dihinggapi embun, kawanan burung-burung beterbangan kesana kemari untuk memulai aktivitas pagi mereka.
Seorang remaja, berdiri di depan halaman rumahnya memandangi langit yang sedikit gelap sembari membentangkan kedua tangannya yang masih terbalut piyama tidur. Kakinya yang bersih kini sudah mulai ternoda dengan genangan-genangan air dari tempatnya berpijak.
Cukup lama waktu yang dihabiskannya untuk memandangi langit, sampai sebuah suara melengking yang tegas terdengar dari rumah yang ada dibelakangnya. Remaja itu menurunkan tangannya lalu menoleh.
"AINA, PACK YOUR THINGS AWAY! (AINA, WAKTUNYA BERKEMAS!)" teriak wanita tersebut dari dalam rumah. Aina melihat sosok tersebut, seorang wanita paruh baya yang berdiri di jendala.
"YES, MOM! (YA, IBU!)" jawab Aina balas berteriak.Kakinya melangkah masuk ke dalam rumah, ketika melewati dapur Aina menghentikan langkahnya, ia menatap wanita yang sudah berumur empat puluh tahunan itu sudah berdiri di depan kompor dan sibuk dengan masakannya.
Merasa diperhatikan wanita itu membalikan badannya. Aina terpaku menatap ibunya yang masih memakai celemek biru kesayangannya. Wajah lelah dan sedikit peluh terlihat samar disana.
"Hurry, tidy up your things, tomorrow afternoon we already have to go to the airport! (Cepat, bereskan barang-barangmu, besok siang kita sudah harus ke bandara)" Wanita itu menatap anaknya lembut. Bukannya menurut, Aina memilih berdiam diri di tempatnya.
"Why dowe have to move, mom? (kenapa kita harus pindah, ibu?)" tanya Aina yang berdiri di depan dapur. Tatapan matanya seolah meminta jawaban saat itu juga. Sang ibu mematikan kompor lalu menyuruh Aina untuk mendekat.
"Since Dad, you have to move there. (karena ayah kamu harus pindah kesana)." jawab wanita itu lembut.
"Why didn't Dad just go there... Mom and I stay here? (kenapa gak ayah aja yang kesana...ibu sama aku tetap disini?)" Aina masih kukuh bertanya pada ibunya.
"Baby, it's impossible for Mom to just stay here, while your Dad went to a another country to support our needs... And it's also impossible for you to leave you alone here. The only way, yes, we have to follow Dad to go there. (Sayang,Ibu gak mungkin diem aja disini, sedangkan Ayah kamu pergi ke negara lain untukmenghidupi kita... dan ibu juga gak mungkin ninggalin kamu sendirian disini.Jalan satu-satunya ya kita harus ikut Ayah pergi ke sana)" Wanita paruh baya itu menjelaskan kepada anaknya yang sudah beranjak remaja.
Aina hanya bisa menundukkan kepalanya dan melihat kaki-kakinya yang kotor karena genangan air di depan halaman tadi. Sebentar lagi dia akan menginjak tanah yang berbeda, menghirup udara yang berbeda dan melihat langit dari titik yang berbeda. Apakah rasanya masih akan sama seperti ini?
"You don't have to be afraid, the people over there must be fine, you will definitely have many friends. (Kamugak usah takut, orang disana pasti baik-baik kok, kamu pasti akan punya banyaktemen)" Hibur wanita itu tersenyum seolah menguatkan putri bungsunya, sebagai orangtua dia jelas tahu ada ketidakrelaan dari wajah anaknya itu. Sebenarnya ada rasa janggal di lubuk hatinya, entah perasaan apa itu. Dia berusaha menyangkal namun hanya bertahan sementara dan perasaan itu kembali menyeruak seolah melarangnya untuk pergi.
Aina mengangkat wajahnya untuk menatap ibunya yang sedang memandangnya sambil tersenyum. "Now, you go upstairs, okay, clean up for tomorrow. (sekarang kamu keatas, beres-beres untuk besok.)" suruh wanita itu.
Aina menganggukan kepalanya, lalu berjalan menapaki anak tangga untuk menuju kamarnya yang berada di lantai atas. Saat akan masuk ke kamarnya lagi-lagi langkah Aina terhenti kerena melihat coretan-coretan yang berbentuk garis horizontal yang berada di sisi pintu.
Aina berjongkok di depan sisi pintu itu, lalu tangannya terulur untuk menyentuh coretan-coretan itu. Aina terharu mengingat coretan-coretan yang dibuat oleh kedua orangtuanya. Coretan-coretan yang menunjukan pertambahan tinggi badan Aina dari dia masih berumur 5 tahun sampai berumur 12 tahun.
Aina menatap sekelilingnya dan tangannya masih memegang coretan-coretan itu. Sebentar lagi dia akan meninggalkan semua kenangan yang ada di rumah ini, kesedihan,
kebahagian, keterpurukan, kebersamaan yang tercipta di rumah ini."Goodbye my childhood. (selamat tinggal masa kecilku.)"
JANGAN LUPA VOMENT-NYA YA!!!
See you🙋🙋🙋
KAMU SEDANG MEMBACA
Red Series [1] : 5 Red Sweet [End]
Teen FictionKerena keadaan yang memaksa kedua orangtuanya, membuat Aina juga harus ikut meninggalkan negara kelahirannya, Singapura ke negara tetangga, Indonesia. Dari gadis polos dan pendiam Aina berubah menjadi sosok yang berkebalikan dari sifat aslinya, keti...