Ariel melangkah dengan pelan saat memasuki sebuah cafe bernuansa vintage dengan tema Eropa yang sangat kental.
Berbagai furnitur dengan aksen-aksen yang rumit akan nuansa klasik dan gotik membanjiri seluruh ruangan hingga kesan Eropa-nya masuk sekali.
Ariel celingak-celinguk ke seluruh penjuru ruangan, mencari cowok yang menjadi alasannya datang kemari.
Tepat di meja dekat dengan jendela yang mengarah langsung ke jalanan Jakarta yang ramai, Ray duduk dengan santai, kaki kanannya bertumpu di atas kaki kirinya sedangkan tangannya sedang sibuk mengutak-atik benda pipih berwarna hitam itu.
Ariel berjalan ke arah meja Ray. Dia berdiri di depan Ray yang masih tidak menyadari akan kehadirannya. Tapi tidak terlalu lama. Ray mendongakan kepalanya untuk menatap Ariel.
"Duduk!!" Ray meletakkan handphone-nya di atas meja.
Ariel duduk dengan nyaman. Dia memperhatikan Ray yang tengah memanggil seorang waitress. Bahkan saat Ray tengah memesan makanan dan minuman pun, tatapan Ariel tidak pernah lepas darinya.
"Riel!!" Ariel tersentak saat suara serak milik Ray memanggil namanya.
"Kenapa?" Ariel menyelipkan beberapa anak rambutnya ke belakang telinga, sekaligus sebagai pengalihan karena Ray mengetahui kebengongannya.
"Lo lagi ngelamun ya?"
"Ahh itu... nggak gue cuma lagi mikirin tugas yang dikasih sama Bu Mita." kilah Ariel.
Ekspresi tidak enak langsung tampak di wajah gagah milik Ray.
"Lo lagi ada tugas sekolah ya? Kenapa nggak bilang sama gue tadi? Kalo gitu mending kita bicarain besok aja?" Beberapa pertanyaan sudah meluncur dari bibir Ray. Ariel malah menjadi kebingungan.
"Eh... bukan gitu, maksud gue itu... tugasnya nggak terlalu susah juga, gampang kok nanti pulang dari sini gue juga bisa selesaiin." Ariel meremas celana jeans-nya dengan erat. Dia harap-harap cemas dengan jawaban Ray nanti.
"Yakin nggak sulit? Kalo misalnya itu mendesak banget kita bisa bicara nanti kalo lo nggak sibuk." Ray menatap Ariel dengan tatapan bersalah nya.
"Nggak, nggak pa-pa kok, tugas gue nggak terlalu mendesak banget jadi bisa diatur lah, nanti." Ariel menggaruk lengannya yang berada di bawah meja, ujung sepatunya mengetuk-ngetuk lantai dengan tempo cepat.
"Yaudah kalo gitu. Gue udah mesenin lo tadi, seperti biasanya kan?" Ray menyilangkan kedua tangannya yang berada di atas meja.
Ariel mengangguk. Memang tidak bisa dipungkiri lagi bahwa cafe ini sudah menjadi tempat favoritnya bersama dengan Ray sejak dulu. Mereka sering menghabiskan waktu di sini bersama dengan beberapa teman Ray yang lain, seperti Dhani dan Rio. Atau kalau biasanya sedang hari libur, Kezia dan yang lainnya juga akan ikut.
"Jadi, kenapa lo tiba-tiba ngajak gue ketemuan?" Ariel memposisikan tangan kirinya untuk menopang dagu. Pandangan matanya lurus untuk menatap Ray.
Ray bergerak dari posisinya nyamannya, tubuhnya sedikit memundur untuk memberikan akses tangannya memasuki saku celana jeans-nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Red Series [1] : 5 Red Sweet [End]
Teen FictionKerena keadaan yang memaksa kedua orangtuanya, membuat Aina juga harus ikut meninggalkan negara kelahirannya, Singapura ke negara tetangga, Indonesia. Dari gadis polos dan pendiam Aina berubah menjadi sosok yang berkebalikan dari sifat aslinya, keti...