Malam ini, Aina bertekad untuk pergi ke alamat yang diberikan pada Fany tadi siang, yang di mana tertulis rumah Ariel di bagian bawahnya.
Dia sudah mulai penasaran dengan Ariel karena sikapnya selama ini yang terlalu dingin, entah itu hanya pada Aina atau semua orang di dekatnya.
Alih-alih mencari semua informasi itu melalui sahabat-sahabatnya Ariel, Aina malah di suruh datang ke rumah Ariel langsung oleh Fany. Ini sama saja Aina bunuh diri dengan masuk ke kandang singa.
Aina heran, apakah mereka--Ariel, Bella, Fany dan Kezia-- bisa dikategorikan dalam suatu pertemanan atau persahabatan, mengingat mereka tidak tahu menahu sama sekali tentang keluarga Ariel.
Apa mereka juga belum pernah bertemu dengan kedua orangtua Ariel?
Memikirkan ini semua benar-benar membuat kepala Aina menjadi pusing, kenapa ada saja orang yang masih mampu hidup dengan keadaan rumit seperti ini?
Aina mengusap kedua telapak tangannya untuk memberikan kesan hangat pada tubuhnya saat ini, cuaca malam yang dingin membuat tubuhnya sempat menggigil beberap kali. Aina merutuki kebodohannya sendiri karena hanya memakai celana jeans dan kaos oblong lengan pendek yang tipis.
Semenjak dia turun dari ojek yang mengantarnya ke depan rumah besar dan mewah bercat putih ini, Aina sempat bergulat dengan pikirnya. Dia bingung harus memulai dari mana jika sudah bertemu dengan Ariel nanti.
Apakah aku harus berbicara to the point langsung pada Ariel "Ariel, kenapa kamu selalu bersikap dingin?"
Aina menggelengkan kepalanya pelan, bodoh, bisa-bisa wajahnya langsung di cakar oleh Ariel jika seperti itu.
Apa aku harus menyapanya dulu? Bagaimana jika Ariel malah mengataiku sok akrab?
Apa sebaiknya aku pulang ke rumah saja?
Aina menggeleng lagi untuk yang kesekian kalinya. Lebih baik dia dibilang sok akrab daripada menyiayiakan uang tabungannya hanya untuk datang ke tempat ini.
Aina Melangkah dengan pasti dan hati-hati memasuki pekarangan rumah megah dan indah di depannya. Sosok laki-laki berusia sekitar 45 tahunan menghampirinya dengan cepat.
"Ada yang bisa saya bantu, Dek?" Aina meneliti penampilan laki-laki itu sekilas. Seragam security melekat dengan pas di tubuhnya, tidak ketinggalan nametag yang bertuliskan Achmad Salim di dada sebelah kanannya.
"Apa benar alamat yang tertera di kertas ini sama dengan alamat rumah ini, Pak?" Aina memberikan kertas putih yang berisi alamat rumah itu pada laki-laki security tadi.
Security itu membaca dengan cermat tulisan yang tertera pada kertas itu, lalu mengangkat wajahnya untuk menatap Aina.
"Iya benar, Adek ini mau ketemu sama siapa ya?" tanyanya.
"Saya Aina, teman satu kelasnya Ariel. Ariel-nya ada, Pak?" Aina berharap dalam hati jika Ariel ada di rumah saat ini, karena jika dia tidak ada maka benar-benar hangus lah sudah uang tabungannya.
Laki-laki itu mengangguk mengerti. "Non Ariel ada di dalam, kalo mau ketemu Adek masuk saja," suruhnya sambil menggeser tubuhnya ke samping agar Aina bisa lewat untuk masuk ke dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Red Series [1] : 5 Red Sweet [End]
Teen FictionKerena keadaan yang memaksa kedua orangtuanya, membuat Aina juga harus ikut meninggalkan negara kelahirannya, Singapura ke negara tetangga, Indonesia. Dari gadis polos dan pendiam Aina berubah menjadi sosok yang berkebalikan dari sifat aslinya, keti...