"Ketakutan tidak ada di mana pun kecuali di dalam pikiran pikiran."
~Dale Carnegie~
⬜⬛⬜
Aina membalikkan badannya pelan untuk menghadap gerombolan orang-orang di belakangnya. Matanya menatap cewek-cewek itu takut. Jika orang lain diposisi seperti Aina sekarang pasti mereka juga merasakan apa yang dialami Aina.
Aina berjanji tidak akan membuat kesalahan sedikit pun jika keadaan mendesak seperti ini, termasuk berbicara. Karena jika salah satu kata saja bisa-bisa tangan mereka semua bergerak untuk mencakar wajahnya. Saat bersama Kezia dan yang lain saja Aina ketakutan, apalagi sendiri seperti ini.
Aina merutuki kebodohannya sendiri. Padahal tadi Fany sudah memaksa untuk ikut ke toilet menemaninya dan hebatnya lagi Aina menolak keinginan Fany, hingga sekarang lah akibatnya. Mungkin lain kali Aina akan minta ditemani saja kemana-mana, sayang rezeki ditolak seperti tadi, sekarang malah dapat ruginya.
Hening, tidak ada suara sedikitpun di ruangan kecil yang pengap dan berbau khas ini. Sepertinya mereka juga tidak berniat berbicara dengan Aina. Lalu apa yang mereka lakukan di sini sekarang dengan bergerombol seperti ini? Aina sudah merasa seperti hewan buruan yang terjebak dalam perangkap mereka tanpa adanya alat bantu sedikit pun.
Aina menelan salivanya karena semakin ketakutan setelah menyadari posisinya sekarang. Bahkan burung saja masih bisa sedikit terbang walaupun sayapnya rusak untuk lepas dari jeratan, landak pun juga pernah berhasil lepas dari jeratan ular karena duri-durinya, sedangkan Aina?
Hanya mampu diam ditempatnya saja tanpa melakukan perlawanan. Bahkan mulutnya saja terasa sulit sekali untuk berteriak minta tolong.
Aina menatap mereka lagi bergantin, dia pernah melihat cewek-cewek ini, TST, ya Aina ingat itu. Mereka ternyata benar-benar mengerikan dari jarak sedekat ini. Berarti benar perkataan Fany dulu, mereka selalu datang bergerombol seperti ini, dan hebatnya lagi dia sendirian di ruangan kecil yang nanti akan menjadi saksi dirinya akan habis di tangan mereka semua.
"Lo Aina kan?" Cewek yang pernah diduga Aina dulu adalah pemimpin mereka bertanya lembut. Aina tidak menjawab sedikit pun, suaranya sekarang seperti sudah hilang entah kemana.
"Kenalin, gue Dina," Cewek tadi mengulurkan tangannya untuk berkenalan. "Lo nggak lupa kan sama kita semua?"
Aina tidak menjawab lagi. Mendengar suara lembut Dina saja sudah mampu membuat bulu kuduknya merinding.
"Lo tenyata sombong juga ya. Gue kira muka polos lo sama kaya sifat lo juga, tahunya... penipu." Tekannya pada kata terakhir.
Penipu, Aina belum bisa mengerti maksud ucapan cewek yang bernama Dina tadi. Dia datang bersama gerombolan ke sini cuma mengatakan bahwaAina penipu. Aina berusaha sekuat tenaga untuk mengerti sedikit saja ucapannya. Tapi tidak ada yang lewat sedikitpun di pikirannya.
Aina melirik ke seluruh penjuru toilet melalui ujung matanya, jika hari ini benar-benar beruntung bisa saja Aina lari dari mereka secepatnya nanti, menghampiri Kezia, Ariel, Bella atau Fany untuk minta tolong, setelah itu mengajak mereka semua pulang ke rumah dan tidur dengan nyenyak di kasur.
Tapi pikiran tadi seketika sirna saat mengitari ruangan dengan matanya sekali lagi. Tidak ada orang lain di tempat ini kecuali mereka. Tidak ada juga celah sedikit pun untuk Aina terobos nanti, anggota TST yang lainnya mengelilinginya dengan rapat sekali hingga terpojok seperti ini di depan wastafel.
Aina berpikir lebih keras lagi agar dia bisa keluar dari tempat ini. Kalau tahu kejadiannya akan seperti ini, Aina lebih memilih di tatap semua anak-anak di dalam club tadi daripada mati disini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Red Series [1] : 5 Red Sweet [End]
Novela JuvenilKerena keadaan yang memaksa kedua orangtuanya, membuat Aina juga harus ikut meninggalkan negara kelahirannya, Singapura ke negara tetangga, Indonesia. Dari gadis polos dan pendiam Aina berubah menjadi sosok yang berkebalikan dari sifat aslinya, keti...