Chapter IV: INNOCENCE.

1.6K 89 18
                                    




           

304th Study Room Fanfic

—After 304th Study Room [Behind The Heartless]—

Benedict E.J. & Desyca T.

Disclaimer: Felicia Huang

Fic ini terbit atas izin langsung dari Felicia Huang

—DLDR—

CHAPTER IV: INNOCENCE.

.

.

.

Enjoy reading.

.

Sebuah Toyota Camry hitam pekat milik Benedict baru saja memasuki gedung parkir tepat pukul tujuh pagi. Benedict memutar stir ke kiri, lalu memajukan persnelingnya ke bagian R, mengangkat kakinya dari pedal rem, dan memundurkan mobilnya. Suara sensor parkir mobil Benedict menjadi satu-satunya pemecah kesunyian yang terjadi diantara dirinya dengan Desyca. Ya, Desyca Taniadi yang hari ini berangkat ke kampus dengan mantan kekasihnya—Benedict E. Johansson. Mobil sudah terparkir, seat belt sudah terlepas. Benedict membuka pintu, kemudian membuka pintu belakang untuk mengambil tasnya. Baru saja ia berjalan hendak membukakan pintu untuk Desyca, gadis itu sudah membukanya terlebih dulu. Benedict menekan tombol lock begitu Desyca menutup pintu mobilnya, lalu gadis itu berjalan begitu saja tanpa berkata apapun pada Benedict.

"Desyca, tunggu." Benedict berlari kecil menyusul Desyca, menarik tangannya dan menghentikan langkahnya.

Desyca berbalik, "Apa lagi?!" ketusnya sembari menghentakkan tangan Benedict.

Benedict menatapnya sendu, ia mengangkat tangan kanannya untuk meraih kepala Desyca yang masih diperban. Desyca menatapnya bingung, dirinya terkejut ketika tanpa aba-aba pemuda pirang itu menariknya dalam satu pelukan. Desyca mendorong kasar tubuh Benedict, menatapnya jengah.

"Ini tempat umum, mas!"

Kadang Desyca kesal juga mengingat sikap Benedict yang suka tidak kenal tempat jika bersamanya. Pemuda itu dengan mudah mengungkapkan dan melakukan apa yang ia mau, tidak seperti dirinya yang entah kenapa begitu sulit mengekspresikan perasaannya pada siapapun. Akibatnya, ia malah sering memendam semuanya sendiri. Kebohongan paling dahsyat yang pernah ia lakukan adalah dengan mengatakan bahwa ia mencintai Juna, dan kebohongan itu ia ungkapkan di depan sahabat dan Benedict sendiri.

"Des, baru dateng?"

Kali ini suara Dirga membuat keduanya menoleh, sedikit mencairkan ketegangan yang terjadi diantara mereka. Tidak, tidak bagi Benedict. Ketegangannya justru bertambah dua kali lipat begitu melihat sosok Arjuna di belakang Dirga. Pemuda pendek itu dengan angkuhnya berjalan sembari menenggak kopi kalengan di tangannya, ia berjalan begitu saja melewati Benedict dan mendekati Desyca.

"Ayo ke kelas. Ngapain disitu?! Cepetan! Sini gua anterin lu, Des." Ucap Juna sembari berjalan begitu saja melewati Desyca.

Desyca membalikkan tubuhnya, berlari kecil menyusul Juna, menyisahkan pandangan penuh tanya dari Dirga. Dirga menatap Benedict dan Juna bergantian, ia menghela napas begitu menemukan raut kekecewaan Benedict. Pagi itu menjadi pagi yang canggung bagi Dirga, karena ia akhirnya berjalan keluar dari gedung parkir bersama Benedict tanpa kata sedikitpun.

.

.

.

Desyca duduk di kursi yang agak jauh dari Irene, ia sengaja mengambil jarak dari sahabatnya itu. Biasanya memang tempat duduk mereka selalu bersebelahan atau Desyca duduk di belakangnya, jadi lebih mudah untuk berkomunikasi atau sekedar bercanda membicarakan hal tidak penting. Desyca tahu gadis manis bersurai cokelat itu melontarkan tatapan tajamnya ketika melihat Arjuna mengantarnya sampai di ambang pintu, dan itu juga yang menjadi alasan mengapa Irene melontarkan tatapan tajam untuknya. Baru saja hendak Desyca membuka Macbook Air Applenya, pandangannya justru teralihkan ke arah pintu dimana ada Benedict dan Rieva yang tak sengaja bertubrukan karena keduanya masuk ke kelas secara bersamaan. Hati Desyca mencelos begitu saja saat melihat Benedict melemparkan tawa kecilnya kepada Rieva, dan Rieva yang membalasnya dengan senyum manis. Ah, Desyca ingat betul kalau dulu tawa Benedict yang tulus itu hanya ditunjukkan untuknya—bukan untuk gadis lain.

After 304th Study Room [Behind The Heartless]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang