2. He is Diferent

78 8 0
                                    

"Maafkan kelancangan saya tadi tuan" Seven membungkukkan badannya lebih rendah. "Saya akan menemani anda." Itulah keputusan yang dibuat Seven setelah menimbang cukup lama.

Leo tersenyum senang. Tanpa mengatakan apa-apa lagi, ia berjalan mendahului Seven menuju absconsis. Tempat tersembunyi di Occidens, yang jauh dari hiruk pikuk kota, tempat yang dihuni oleh rakyat kelas bawah, yang biasanya berprofesi sebagai pedagang, kuli bangunan dan petugas bersih-bersih di Occidens.

Di absconsis, Leo memiliki sebuah rumah miliknya sendiri, rumah paling bagus dan besar di antara rumah lainnya. Sekali melihat siapapun akan tahu itu rumah milik Leo, karena memang rumahnya paling mencolok diantara yang lain.

Leo sangat menyukai tempat itu. Meski di sana ia tetap tidak memiliki teman, karena semua penduduk Occidens takut untuk berhubungan dengan para petinggi dan keluarganya, tapi di sana Leo bisa menenangkan diri diantara pepohonan yang tinggi dan rimbun. Selain tempat tersembunyi, absconsis merupakan satu-satunya tempat yang masih dipenuhi pepohonan hijau yang ada di Occidens. Selebihnya sudah habis dibabat untuk dijadikan bangunan-bangunan megah dan gedung-gedung pencakar langit.

Keberadaan pohon yang semakin sedikit menjadikan wilayah itu sangat gerdang di siang hari, apalagi saat matahari bersinar terik. Namun demikian, jika hujan Occidens tidak pernah banjir karena pemerintah menerapkan berbagai upaya penanggulangan banjir dengan sangat baik.

Setelah berjalan selama satu jam, akhirnya Leo tiba di tempat tujuannya. Ia masuk ke rumah bercat putih yang berada di bagian paling belakang Absconsis. Ia duduk di ruang tamu dengan wajah ditekuk.

"Ada apa tuan?" tanya Seven, saat kedua bola matanya menangkap raut muram di wajah Leo.

"Aku rindu Exortus, sejak kejadian sebelas tahun lalu, aku tidak bisa datang ke sana lagi, penjagaan di perbatasan pun semakin diperketat" Leo menghela napas berat.

"Tapi kita bisa melihatnya dari atas bukit jika anda mau" Seven menawarkan, "para prajurit penjaga tidak akan berani melarang anda untuk berada di sana."

Leo menoleh ragu. "Apa itu bisa mengobati kerinduanku?"

Seven mengangguk yakin sambil tersenyum lebar.

"Baiklah, ayo temani aku ke sana!"

Tanpa membuang waktu mereka pergi ke bukit yang berada dekat perbatasan. Wajah muram Leo berubah menjadi wajah cerah seketika. Melihat hal itu Seven ikut bahagia, diam-diam ia tersenyum.

Seven sudah menganggap Leo seperti cucunya sendiri. Dulu sekali, saat ia terpaksa harus datang ke Occidens, ia meninggalkan istri, anak perempuan dan menantunya. Saat ia pergi, putrinya tengah hamil muda. Tapi sayang hingga kini, lelaki bernama asli Steven Tyler itu harus menelan pahitnya kenyataan bahwa dirinya tidak bisa mengetahui apakah cucunya lahir dengan lengkap dan selamat atau tidak, lalu apa jenis kelamin cucunya, ia tidak pernah tahu hingga hari ini. Bagaimana tumbuh kembang sang cucu, Seven sungguh ingin mengikutinya, tapi sayangnya ia tak bisa.

Sambil memikirkan keluarganya, Seven terus mengikuti Leo dari belakang. Tuan mudanya itu tampak begitu semangat, membuat Seven lagi-lagi tersenyum tipis.

Dari gerbang masuk Exortus, Lea menatap ke arah barat atau lebih tepatnya ke Occidens, "kapan aku bisa ke sana? Aku sungguh penasaran dengan tempat itu" Gadis itu menghela napas berat.

Sementara di atas bukit Occidens, tampak Leo yang tengah menatap lekat hamparan sawah dan ladang Exortus yang masih tertutup rumput hijau, sambil menggendong tangan belakang tubuhnya, "kapan aku bisa ke sana lagi?" Seperti halnya Lea, Leo pun menghela napas berat. Matahari sedang merangkak turun dari singgasananya, tapi Leo nampak masih betah berlama-lama berdiri di tempat itu, ditemani Seven yang setia berdiri di belakangnya.

FAITHFULTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang