Chapter 3

448 75 10
                                    

                                "Bertemu"

Prilly mengedarkan pandangannya kesekeliling. Meneliti setiap sudut ruangan sebuah rumah yang kini menjadi tempat tinggal barunya. Mungkin akan sangat sulit beradaptasi disini. Iya, butuh waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun untuk menyesyaikan diri dirumah barunya itu.

Jika saja peristiwa itu tidak terjadi mungkin saja Prilly tidak akan mengalami semua ini. Peristiwa enam bulan lalu. kecelakaan yang merenggut kedua orang tuanya. Membuat ia terpukul hingga  Sempat ia menyalahkan Tuhan atas takdir yang harus dijalaninya. Selalu bertanya mengapa Tuhan begitu tak adil terhadapnya? Mengapa Tuhan membiarkannya hidup sebatangkara? Mengapa Tuhan mengambil kedua orang tuanya? Apakah Tuhan tidak sayang kepadanya?

Namun Prilly sadar bahwa itu adalah takdirnya. Takdir yang sudah digariskan Tuhan untuk hidupnya. Prilly merasa bodoh karena sempat menyalahkan takdir Tuhan. Kesedihan yang mendalam atas kepergian sang ayah dan bunda membuatnya salah arah. Untung saja Prilly masih mempunyai mbok Sum, asisten rumah tangga yang sudah menemaninya sedari kecil.

Mbok Sum lah yang memberi semangat untuk Prilly terus menjalani kehidupan. Mengingatkannya tentang takdir dan rencana Tuhan. Sebuah skenario yang dibuat oleh Tuhan untuk mahkluknya.

"Non Prilly...." Panggil mbok Sum karena sedari tadi melihat Prilly melamun.

"ehh iya mbok?" Sedikit kaget atas panggilan mbok Sum yang tiba-tiba berada disampingnya.

"ini koper sama barang-barang yang lain mau ditaroh dimana non?" Prilly melirik dua koper hitam serta barang-barang lain yang ada di depan pintu.

"koper aku ditaroh dikamar atas aja, barang-barang yang lain taroh disini dulu bair nanti aku suruh orang buat angkat-angkat sekalian nempatin barangnya"

"Mbok Sum istirahat dulu beres-beresnya dilanjut ntar sore lagi.ini aku juga mau naik keatas,mau istirahat capek banget ngurus pindahan" Jelas Prilly sebelum akhirnya melangkahkan kaki kearah tangga menuju kamarnya.

Menempuh perjalanan jauh selama dua jam membuat badannya terasa lelah.

Prilly menghempaskan badan mungilnya pada Queen size yang ada didalam kamar. Terlentang memandang langit-langit kamar. Berpikir apakah keputusan yang ia ambil benar. Meninggalkan rumah yang memberinya kebahagiaan serta kenyamanan dan memilih pindah kerumah baru. Prilly melakukan itu untuk mengurangi rasa sedihnya. Prilly memilih pindah rumah untuk bisa melupakan kenangan indah dirumahnya yang dulu.

"Dirumah ini Prilly akan memulai hidup baru tanpa kalian. Do'akan Prilly untuk bisa melewati ini semua. Prilly yakin Ayah dan Bunda melihat Prilly dari atas sana" Matanya mulai berkaca-kaca. Mata hazel cantiknya kini memancarkan kesedihan yang mendalam.

"Ayah..Bunda..Prilly kangen. Tapi Prilly tau Ayah sama Bunda sudah menjadi Bintang dilangit,berbaur dengan ribuan bintang lain dan selalu mengamati Prilly"

Untuk sejenak Prilly terdiam. Membiarkan air matanya menetes,mengalir membasahi pipi chubby nya. Berharap bahwa semua yang ia alami adalah mimpi buruk. Dia ingin terbangun dari mimpi ini. Namun apalah daya, ketika ia dihadapkan pada sebuah kenyataan pahit. Yang bukan merupakan mimpi belaka.

"Prilly sayang kalian....." Gumamnya dengan suara serak menahan tangis.

Prilly memejamkan mata kala rasa kantuk
menghampirinya. Melupakan sejenak beban pikiran yang ada. Mengistirahatkan badan dan berharap ketika ia bangun badannya kembali fresh. Prilly menaikkan kedua kakinya yang menjuntai keatas kasur. Memiringkan badan dengan posisi kaki tertekuk seperti janin. Memeluk boneka Doraemon besar,tokoh kartun kesukaanya. Boneka hadiah ulang tahun yang diberikan sang Ayah untuk terakhir kali.

Memilih CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang