1/1

91 10 2
                                    

Kalo aku tau akhirnya akan seperti ini, untuk apa aku berjuang?

***

Ini sudah kesekian kalinya Wulan menatap pantulan dirinya di cermin, dengan pandangan kosong. Dia ingin menangis tetapi air matanya tak kunjung keluar, mungkin sudah terkuras habis semalaman.

Langit Bandung kala itu sedang berawan, seakan dirinya ikut merasakan kesesakan yang tengah Wulan alami. Iya sesak, Wulan tidak pernah menduga jika semua ini akan terjadi pada dirinya.

Ada yang bilang kepercayaan seseorang akan hancur dan sulit untuk mengembalikanya jika kamu merusaknya sedikit saja. Wulan sedang merasakan hal itu sekarang. Laki-laki yang sudah tiga tahun menjalin hubungan denganya, Kemarin malam dibawah langit Bandung, mantan kekasihnya mengatakan sesuatu yang sangat membuat Wulan tergores hatinya.

9.45 pm

Kemarin malam dia mendapatkan sebuah pesan dari Bayu, kekasihnya. Yang mengatakan jika dirinya ingin membicarakan sesuatu dengan Wulan, Wulan menyetujuinya. Mereka bertemu di salah satu taman yang berada di kota Bandung.

Wulan senang kala itu karena akan bertemu dengan Bayu setelah beberapa hari mereka tidak bertemu. Mereka jarang bertemu dikarenakan tugas kuliah yang menumpuk, alasannya klasik memang.

Wulan melihat Bayu yang berjalan kearahnya, dia mengenakan kaus hitam  polos yang dibalut dengan hoodie berwarna abu-abu dengan  jeans hitam yang sering ia gunakan.

Wulan tersenyum kala Bayu sudah berada didepanya, wangi  parfume  Bayu yang sudah sangat ia hafal membuat dirinya sangat ingin memeluk laki-laki itu. Rindu akan laki-laki di depanya itu sudah mencapai tingkat tertinggi.

Tapi ini bukan saatnya untuk itu, Ekspresi Bayu yang terlihat merasa bersalah memandangnya membuat Wulan tidak tahan mengetahui apa yang terjadi dengan Bayu.

"Kamu sakit?"

Pertanyaan paling bodoh yang Wulan utarakan, seharusnya dia menanyakan hal itu pada dirinya sendiri.  Ketika hatinya dan luka akan bermain di bawah langit Bandung ini.

Wulan sangat terkejut ketika Bayu yang memeluknya tiba-tiba, dia bisa merasakan Bayu terisak dibahunya. Wulan mencoba menebak apa yang terjadi pada Bayu sebenarnya.

Setelah bergulat dengan hati dan pikiranya, tangannya terangkat membalas pelukan Bayu.

"Maafkan saya."

Wulan mendengar Bayu yang berbisik didalam pelukanya, dan dengan keluarnya sepenggal kalimat dari mulut Bayu tadi, Wulan menjadi tidak ingin menebak-nebak apa yang sebenarnya terjadi. Jika ini akan menyakitinya, Wulan lebih baik tidak tahu.

Air mata Wulan tidak dapat dibendung lagi, bahkan Bayu belum mengatakan apapun. Ia tentu tahu kalimat yang akan keluar dari mulut Bayu selanjutnya bukanlah sesuatu yang baik.

"Maafkan saya, Lan."

Bayu mengulangi perkataanya ketika dia melepaskan pelukannya. Dia menatap Wulan dengan tatapan sendu, melihat Wulan yang menagis seperti ini tentu menyayat hatinya. Tetapi Bayu juga tahu bahwa dia lebih dulu menghancurkan hati Wulan.

Wulan mengusap airmatanya, dia bukan tipe wanita yang selalu menggunakan senyum palsu ketika keadaan sedang tidak baik-baik saja. Dia lebih memilih mengeluarkan semuanya tanpa harus berpura-pura, haruskah seseorang bertingkah seakan itu bukan masalah ketika sebenarnya iya. Itu hanya akan lebih menyakiti dirinya sendiri.

"Saya telah melanggar janji-janji saya pada kamu," Bayu mengangkat tanganya untuk mengusap air mata yang berada di pipi Wulan, tetapi tanganya ditepis begitu saja oleh Wulan, Bayu kembali menurunkan tanganya dengan tatapan sendu, "Saya tau, kamu pasti akan marah, Lan."

Wulan tetap diam tidak menanggapi, dia lebih memilih melihat Bayu dengan pandangan yang sama; kecewa.

"Seandainya saya bisa memutar waktu, saya tidak akan melakukan suatu hal yang akan membuatmu seperti ini. Karena membuat kamu kecewa adalah ketakukan terbesar saya, Lan."

Wulan tidak tahan lagi, dia mengalihkan tatapannya kearah lain, "But you did."

"Saya menyesal."

Bayu menundukan kepalanya, dia memang menyesal-  benar-benar menyesal. Menyakiti hati Wulan adalah sesuatu yang sangat Bayu hindari selama ini. Apa yang sudah mereka jalin selama tiga tahun ini dengan mudahnya Bayu hancurkan begitu saja.

Andaikan Bayu tidak melakukan itu, andaikan Bayu tidak pernah bertemu dengan orang itu, andaikan berbicara dengan Wulan saat ini hanyalah mimpi, Bayu tidak perlu khawatir seperti ini. Tapi ini bukan waktunya Bayu untuk berandai-andai.

"Bilang aja, Bay. Apa yang kamu lakukan? Kalo emang benar-benar fatal. Maaf saya harus marah dan mungkin kata 'kita' diantara saya dan kamu tidak akan ada lagi." 

Itu yang Bayu takutkan, dia tidak ingin memutuskan hubunganya dengan Wulan, dia belum siap. Tapi mau tidak mau itu pasti akan terjadi.

Bayu menghela nafas, dia memjamkan matanya sebentar sebelum kembali menatap Wulan,

"Maaf saya telah membuat seorang perempuan tengah mengandung anak saya saat ini."

Wulan menggigit bibir bawahnya, air matanya mengalir kembali, kali ini lebih deras. Wulan hancur, tentu. Bagaimana tidak, jika seseorang yang ia percaya selama tiga tahun ini melakukan hal sejahat itu kepadanya.

6.29 am

Kemarin malam dibawah langit Bandung, pengakuan Bayu yang membuatnya sesak hingga kini.

Dia menghela nafas sebelum mencuci wajahnya. Dia terlalu lelah untuk menangis, percuma saja. Menangis tidak akan membuat semuanya kembali seperti sebelumnya bukan?

Bayu,

Jika kamu memang bukan bahagia saya, kenapa saya membuang-buang waktu saya selama tiga tahun ini.

Untuk apa saya menyakiti diri saya sendiri, jika memang akhirnya akan seperti ini.

Tolong jaga perempuan itu seperti kamu menjaga saya dulu. Sayangi dia.

-Wulan

***

Thanks for reading <3

Langit Bandung [1/1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang