Halalkan atau Tinggalkan

202 4 0
                                    

Farchana pov

Malam semakin sunyi, aku berdiam di sudut kamar hotel yang disewa untuk acara karantina kepenulisan. Tak bisa ku tolak ajakan laki-laki yang ku cinta, karena dia sendiri yang menghandle acaranya

"Dik, nanti kalau ada yang ngajak kenalan terima aja ya?"
Bisiknya saat kami tiba di hotel Mutiara, Malang.

"Yaelah kak aku gak sesombong itu kali..."

"Hehe...Kita sekamar aja..."

"Kok gitu sih, aku ya pengen dekat dengan orang lain kak, biar aku membaur sama mereka..."

"Yaelah dik cuma pas tidur selebihnya silakan sama mereka..paling kita istirahat cuma sebentar selebihnya banyak aktivitasnya..."

Aku hanya manyun.

"Biar irit biaya dik, kalau kita sekamar kan bisa joinan.."

"Eeeehh..bukannya situ gratis?" Bantahku.

"Tetap bayar lah, kan acara ini ada yang mengordinir..."

"Terserah kakak deh entar kalau ada yang salah paham kakak yang jelasin aku males..."

"Beres...!!" Kak Alan mencubit hidungku. "Hidung mungil" katanya.

Kini aku beralih menatap layar datar, ku biarkan jemariku menari di atas keyboard. Meski saat ini aku tak punya imajinasi yang memikat hati. Ku lihat kak Alan belum juga masuk kamar. Mungkin masih evaluasi dan briefing untuk besok.

Aku bosan, ku buka pintu ke balkon. Ku nikmati dinginnya malam kota Malang. Mataku tertuju pada sepasang kekasih yang sedang duduk di gazebo. Aku semakin penasaran dan aku berlari keluar kamar.

Kak Alan yang sempat melihatku, mengikutiku dari belakang.

"Assalamu'alaikum akhy...." sapaku kepada laki-laki yang ku kenal.

"Wa'alaikumsalam hei Farchana apa kabar? Kok kamu ada di sini?"

"Alhamdulillah baik kang. Iya lagi ada acara di sini.."

"Oh kebetulan donk, oiya kenalin ini istriku."

"Waah, hei mbak? Aku Farchana, kalian nikah gak kabar-kabar..." aku menyalami istrinya

"Iya maaf pernikahan kami mendadak.." kata suaminya.

"Oh iya terimakasih ya Farchana berkat kamu aku bisa menikahi perempuan yang sangat ku kagumi ini..." aku tak mengerti dengan ucapannya. Kini dia beralih memandang istrinya.

"Jadi begini dik, aku dan Ning Farchana itu berteman. Nah saat aku kenal kamu, aku juga menceritakan semuanya kepada ning Farchana ini. Kalau dia gak menantangku mungkin aku gak bisa menghalalkanmu sekarang." Istrinya tampak bingung. "Saat aku cerita kepadanya dengan tegas dia bilang halalkan atau tinggalkan? Hanya dengan kata itu aku mampu menghalalkanmu. Ternyata benar apa yang dia bilang, nikmat pacaran setelah menikah."

"Hemmm...hemm..." ternyata kak Alan sudah menghampiriku. "Mau jadi obat nyamuk di sini?" Bisiknya di telingaku.

"Kunci kamarnya mana?" Aku langsung memberikan kuncinya kepada kak Alan.

"Buruan balik ke kamar, aku tunggu! Gak pake lama! Dan jangan jadi obat nyamuk!" Satu pukulan mendarat di lengan kanan atas kak Alan.

"Oke deh semoga kalian menjadi keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah.. kalau sudah ada dedek jangan lupa lagi kabari aku!"

"Insya Allah...semoga kamu cepat menyusul..." kata kang Faiz.

"Lhoh mas, bukannya itu tadi suaminya.." celetuk istrinya. Aku tahu yang dia maksud pasti kak Alan yang resek itu.

"Hehehehe" aku cengengesan sendiri. "Ya sudah ya aku balik ke kamar dulu, takut singanya marah... Assalamu'alaikum..."

"Wa'alaikumsalam..." jawab mereka berdua.

Flashback on

"Farchana aku galau nih?" Kang Faiz datang menghampiriku di bangku gazebo.

"Kenapa sih kang?"

"Aku lagi ta'arufan dengan seseorang, dia ustadzah di ponpes Madani."

"Terus ada kemajuan gak?"

"Aku bingungnya apa iya aku siap nikah muda?"

"Jangan main-main dengan hati perempuan kang, lebih baik kau segerakan saja. Segera kau halalkan atau kau tinggalkan?" Kang Faiz tampak berpikir.

"Kalau sudah ada keyakinan dan kemantapan di hatimu lebih baik kau segera nikahi dia. Kalau kau belum siap kau tinggalkan. Toh kalau jodoh gak kemana kok kang..meninggalkan bukan berarti tak cinta kan? Meninggalkan itu karena ikhlas atas ketentuan yang diberikan Tuhan dan jangan buat dia menunggu dengan ketidakpastian."

"Begitu ya Na?"

"Ya begitu kali..." kataku yang tak mau dianggap sok bijak. "Cuma copas saja aku." Kataku.

"Kamu ada-ada saja deh, bantu do'a ya..." aku mengangguk. Aku terlalu fokus dengan laptopku dan ku lihat kang Faiz sudah berjalan jauh, pergi tanpa pamit.

Huuufffttt

Flashback off

_____________________

Haii readers, jazakumullahu khairan


Jalan Singlelillah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang