"Cheerrss!"
Gelas-gelas diangkat dan diadu di udara. Semua orang bersulang, kemudian meneguk cairan memabukan itu dengan semangat. Musik kembali berdentang, dan meja-meja menjadi kosong seketika. Mereka semua menuju lantai dansa, berjoget dengan gaya urakan. Yah, semua orang kecuali aku. Aku terlalu muak dengan apa yang mereka sebut dengan pesta. Pesta tahun baru? Apanya yang dirayakan? Aku bukan tipe pria melankolis yang tidak tahu caranya berpesta. Aku suka pesta. Bahkan, orang bilang aku rajanya pesta. Itulah mengapa di saat seperti ini, aku malah muak dengan apa yang ada di depan mataku ini. Muak dengan hingar bingar, muak dengan gadis-gadis berpakaian minim, dan muak dengan minuman beralkohol yang membuat peminumnya jadi lupa diri.
Diantara orang-orang lupa diri itu, aku menyusup keluar. Kulirik jam yang melingkar di tangan kiri, masih 40 menit lagi sebelum Desember benar-benar usai. Aku berdiri di luar, berteduh dibawah sisi bangunan yang menonjol. Gerimis di jam seperti ini ternyata cukup membuatku merasa kedinginan. Bomberku tertinggal di dalam. Ck! Sial. Kusulut sebatang rokok untuk menghalau dingin. Dari bawah cahaya Diskotik yang warna-warni, aku bisa melihat seseorang sedang berjongkok di gang sempit beberapa meter di depanku. mulanya aku tidak peduli, tapi berhubung gerak-geriknya mencurigakan, pandanganku tak jadi berpindah objek. Laki-laki itu berjongkok, kemudian mengendap-endap ke arah bak sampah di depan toko roti yang sudah tutup. Seperti yang sudah kuduga, dia mengaduk bak sampah itu untuk mencari barang-barang bekas yang bisa di jual. Klasik.
"Jo! Nggak masuk?" Pandanganku teralih ke gadis yang baru saja memanggilku. Kalau tidak salah namanya Sandra, atau mungkin namanya Siska. Aku tidak ingat, yang jelas tangannya sekarang sedang bergelayut di lenganku.
"Masuk yuk Jo, dingin nih..." Sandra atau Siska tadi menyeretku mendekat ke pintu. Nah, yang seperti ini nih yang membuatku muak. Samar-samar aku mendengar pekik girang dari seberang jalan.
"Asik! Dapet roti isi daging! Masih gede lagi." Itu suara anak perempuan.
"Punyaku kok nggak ada isinya pak? Nggak mau!" kali ini suaranya lebih keras, laki-laki.
"Hus! Kamu tuh! Bapak makan apa?" Dan sebelum aku bisa mengetahui jawabannya, suara mereka tertelan dentuman musik yang makin menggila. Kami, aku dan gadis berinisial S yang masih menempel ini melewati barisan kue-kue kecil pengganjal perut.
"Lo mau kue nggak?" Aku menawari si S ini seketika.
"Lo nawarin gue makan? Plis deh Jo. Gue ini model, makan di atas jam segini bisa rusak body gue."
Setelah berkata seperti itu, si S melempar tasnya sembarangan dan menyeretku berjoget bersamanya. Dari dalam kepalaku, muncul pekikan girang si anak perempuan tadi, kemudian di susul kalimat terakhir yang kudengar. 'Bapak makan apa?' dengan tiba-tiba suara itu terganti dengan suaraku sendiri, kata-kata itu terus muncul berulang-ulang. 'Desember belum habis Jo, masih bisa melakukan hal baik di tahun ini.'
Diantara puluhan orang yang sedang berjoget seirama dengan musik, tubuhku membatu. Gerakan mereka melambat dimataku, detik jam di tangan kiriku bergerak pelan. Masih ada waktu! Spontan aku berbalik, berjalan cepat ke bagian dalam diskoti ini. Salah seorang karyawan menegurku, tanpa membalas kalimatnya aku langsung berbicara.
"Mas, tolong carikan 3 nasi bungkus sekarang ya, kalau bisa secepatnya. Cepet, cepet, cepet." Aku menyodorkan beberapa lembar uang, dan mendorong karyawan itu keluar. Ya, harus cepat kalau tidak ingin mereka pergi.
Sudah lebih dari 20menit, dan karyawan itu baru datang dengan terengah-engah. Secepat kilat aku mengambil kantung kresek di tangannya dan berlari ke luar. Di pinggir jalan langkahku terhenti. Bukan karena kendaraan yang melintas, tapi aku tidak tahu apa yang harus aku katakan. Ketiga orang yang harus ku temui masih duduk di dalam gang gelap itu, mungkin tertidur. Sekelebat ide muncul di kepalaku, dengan senyum mengembang aku menghampiri si Bapak yang berada di pinggir.
"Selamat tahun baru pak!" kusodorkan bungkusan tadi, kedua anaknya terbangun. Mencium aroma masakan di tanganku, mereka langsung berebut mengambilnya.
"Terima kasih kak! Terima kasih! Asiikk makan!" Berbeda dari kedua anaknya, si bapak hanya melihatku dan tidak merespon. Kuletakkan bungkusan terakhir di tangannya, setelah mengangguk sopan aku berbalik. Kulangkahkan kaki ke arah mobil yang terparkir. Ingin cepat pulang dan memakan masakan rumah. Sebelum pintu mobil tertutup aku mendengar bapak tadi berteriak.
"Terima kasih nak! Desember belum berakhir!" Ah, ya benar. Kembang api belum dinyalakan, itu tandanya Desember belum berakhir.

KAMU SEDANG MEMBACA
Menelisik Kata
Short StoryBerisi sekumpulan cerita pendek yang dibuat kalo ada waktu luang dengan ide yang mendadak muncul. Cerita romans? mungkin iya. Sedih? yaa coba kita lihat besok 😄