chapter ii. lo itu hiperbolis banget

5.1K 806 143
                                    

/

/

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

/

Risiko berteman sama Farrel; a) harus siap jadi samsak kalau tiba-tiba cowok itu kesal, bersemangat, senang, atau sedih, b) harus rela mengerti jalan pikiran absurd-nya, dan c) rela dipeluk-peluk kayak guling, seperti sekarang.

Waktu baru menunjukkan pukul enam pagi, langit masih nggak terlalu terang, dan sekolah masih sepi, tapi Farrel udah mojok bareng Raka, memeluk cowok itu gemas layaknya squishy.

"Astagfirullah," Dan sedari tadi, Raka terus menerus beristigfar sambil memasang raut wajah orang terzalimi. "Lo mau meluk gue sampai kapan, gila? Gue masih normal, ya!"

Farrel melepaskan pelukannya. Mukanya ditekuk. "Lo mah nggak bisa banget deh, liat gue seneng!"

"Ngeliat doang sih, gue bisa dan rela, Rel. Masalahnya ada adegan fisik menggelikan gini, geli tau!" Raka menyahut sambil melotot ke arah lawan bicaranya. Sementara tangannya sibuk memperbaiki kemeja seragamnya yang kusut.

Farrel tertawa lucu. "Iya Bang, maaf."

"Emang lo seneng kenapa, sih?" tanya Raka, lalu menarik sebuah bangku terdekat dan duduk di atasnya.

Farrel terdiam sejenak, kemudian mengambil dua buah pulpen yang dapat ia temukan di kolong meja. Cowok itu menggenggamnya di masing-masing tangan dan memukul-mukulnya pelan ke atas meja seperti drum.

"Jeng-jeng-jeng," Farrel mempercepat gerakan tangannya.

"Kelamaan anjir, keburu nggak penasaran gue."

Farrel tergelak. "Nggak asik, lo!"

Raka tertawa. "Cepet, ah."

"Jadi ..., gue udah upload video di YouTube gueee!" sorak Farrel penuh semangat sambil membanting kedua pulpen tersebut ke meja, membuat benda malang itu terpental ke lantai.

Raka melongo sesaat, kemudian bertepuk tangan heboh selama beberapa detik sebelum akhirnya kembali duduk dengan tenang. "Asiiik. Terus?"

Farrel suka kalau bercerita sama Raka. Karena cowok itu selalu berusaha sekeras mungkin untuk menyenangkan dan menyemangati lawan bicaranya. Raka emang kadang nggak punya solusi-solusi jitu yang berguna, tapi dia pintar mengamati sifat orang sehingga dia mudah berbaur dan disukai banyak orang.

Berbeda dari Farrel yang punya banyak teman, tapi yang benci sama dia lebih banyak.

"Terus, ya udah."

"Gitu doang?" Raka menatapnya nggak percaya.

"Gitu doang," angguk Farrel. Tapi kemudian cowok itu buru-buru menggeleng, "Eh, nggak, deng! Ada sesuatu."

Gitar Akustik FarrelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang