Sepanjang perjalanannya menuju laboratorium, ia memandangi jalanan di depannya. Allea berhenti tepat saat lampu lalu lintas berganti merah, siang itu jalanan cukup padat, beberapa orang mengeluh kepanasan bahkan beberapa dari mereka memakai kupluk jaketnya terlebih dahulu baru memakai helm. Salah satu penjual tisu keliling menjadi pusat perhatiannya, hingga kemudian penjual tersebut berjalan ke arah mobilnya lalu mengetuk kaca mobilnya pelan, Allea menurunkan kaca mobilnya sebatas lehernya.
"Dua dek," ujar Allea sambil meraih dompetnya dari dalam tas ranselnya.
"Ini kak."
Allea menyerahkan selembar uang berwarna merah, "Ambil aja kembaliannya."
Allea menjalankan mobilnya setelah menutup kaca mobilnya rapat.
-
"Siapa disana?"
"Hei paman, kau bahkan tak mengenaliku lagi?"
"Ah Elleorku sayang, maafkan aku."
"Bukalah paman, sebelum aku matang terbakar terik matahari."
Suara pintu berdecit, memekikkan telinga siapa saja yang mendengarnya. Rumah kecil bernuansa kuno itu membuat mata Allea terdiam sejenak, rumah ini juga salah satu saksi bisu kenakalannya di masa kecil, terasnya cukup luas dan ditumbuhi rerumputan segar yang biasa digunakan Ara untuk berlarian di masa kecilnya, ruang tamunya pun sederhana hanya dihiasi oleh kursi sofa dan meja dengan asbak diatasnya, di sebrang ruang tamu terdapat perpustakaan buatan dengan bermacam judul buku koleksi Allea maupun Ara.
"Paman tak pernah merubah sejengkal sudut rumah ini, paman selalu menjaganya untukmu."
"Untukku?" tanya Allea sambil mengkerutkan alisnya kesal.
"Ya, untukmu. Paman ingin agar kau bisa ..."
"Memaafkan bajingan yang membuat mama membenciku?"
"Elle, dengarkan paman sayang."
"Untuk apa paman? paman tak ingat ketika mama menjadi murka dan membenci Elle? saat Nesa masih kecil, paman tak ingat apa yang telah dilakukan bajingan itu terhadap Nesa? dia hampir membuang Nesa, paman!" ujar Allea murka, ia memegang lututnya lalu terduduk lemas dilantai kayu beralaskan karpet halus dengan corak rumit.
"Paman Rod paham, maafkan paman."
Allea bangkit lalu menunjukkan tas plastik hitam yang ia bawa, "Ini, aku ingin paman melihat benda ini." Ia mengulurkan tangannya, memberikan tas plastik tersebut pada Rod.
Rod adalah kakak Hawa, ia seorang professor sekaligus dosen di kampus Ara, Rod juga kepercayaan Arman, Rod jugalah yang membantu Allea bebas. Semenjak Arman mengubah nama Allea menjadi Elleor, Rod jadi sering memanggilnya dengan nama Elle. Bukan, itu bukanlah suatu hal yang berbahaya karena dalam hukum, identitas Allea bukanlah Elleor tapi Elle, jadi itu bukanlah hal yang berbahaya baginya.
"Sepatu ini untuk paman?" tanya Rod.
"Bukan paman, bawalah ke lab mu."
Rod mengangkat kedua alisnya lalu menghela napasnya perlahan, "Kau sudah makan?" tanyanya pada Allea.
Allea hanya menggeleng, ia menuju dapur sendirian lalu mengambil segelas air putih dan meneguknya kasar. Ia menyusul pamannya di lab, lab pamannya berada di dalam rumah tepatnya di kamar lama Allea. Pamannya merubah kamar tersebut menjadi lab canggih disertai banyak perlengkapan medis, bahan-bahan kimia, hingga peralatan yang beraneka-macam bentuknya. Selain menjadi lab pribadi, rumah tersebut juga menjadi gudang penyimpanan senjata tajam maupun api milik Arman dan anak buahnya. Persediaan dan penyimpanan memang dibedakan, persediaan berada di gudang markas dan isinya lebih sedikit ketimbang gudang penyimpanan.
Tiba-tiba dari tabung besar yang berisi sepatu tersebut mengeluarkan ledakan kecil disertai asap berwarna hijau, dengan sigap Rod mengambil kain lap basah lalu ia lemparkan perlahan diatas tabung tersebut. Allea melemparkan pandangannya menuju katana yang ia letakkan dibawah meja disudut ruangan, benda tersebut patah menjadi 2 dan dalam hitungan detik benda yang tadinya tajam menjadi rapuh. Namun, ada satu hal yang mengejutkan Allea, di dalam gagang tersebut terdapat secarik surat beserta alat. Sebuah alat. Alat berbahaya bagi mereka. Alat pelacak! Allea dengan segera membuka surat tersebut yang bertuliskan, "Surprise!"
Tamu tak diundang mulai bertebaran, Allea sudah sigap dengan revolver yang hanya berisikan 10 amunisi, sedangkan Rod sendiri hanya memakai pistol kecil dengan 5 amunisi didalamnya. Terhitung di tangan mereka hanya ada 15 amunisi yang tak sepadan dengan senjata tamu mereka, Allea tak menyerang mereka terlebih dahulu, ia menunggu serangan itu, ia tak mau terburu-buru dengan menyerang mereka secara brutal. Rod sendiri mengatur napasnya, ia sadar saat dalam kondisi seperti ini, ia tak boleh menjadi panik, ia harus tenang.
"Paman, kau baik-baik saja?" tanya Allea.
"Aku baik, Elle bagaimana dengan wajah dan matamu?" tanya Rod balik sedikit berbisik.
"Hanya mataku saja yang terungkap, aku sudah bersiap bila saja data diriku terungkap semua," ujar Allea sambil memandang Rod sejenak, ia tak ingin kehilangan fokus lagi.
"Jangan bicara begitu Elle, semoga saja mereka tak sadar dengan warna bola matamu."
Allea dan Rod sudah benar-benar bersiap bila saja tamu mereka menyerang secara brutal, namun kenyataannya mereka juga hanya bersiap bila saja Allea yang menyerangnya. Allea memutar pikirannya cepat, di dalam ruangan tersebut ada sekitar 6 orang yang Allea maupun Rod sendiri tak tahu seberapa hebatnya mereka, masing-masing dari mereka memegang semjata yang berkaliber 0,50 serta ketepatan yang luar biasa, bahkan senjata ini bisa membunuh orang dari jarak jauh sekalipun dan sekarang apa? demi apapun Allea dan Rod bahkan satu ruangan bersama senjata mematikan itu. Itu senjata asli, bukan senjata mainan seperi miliknya dulu SD.
"Elle? kau tahu senjata apa yang mereka pakai?"
"Itu produksi Jerman."
"Kau yakin? berapa isi amunisi mereka?"
"Aku tak tahu pasti, 50 mungkin?"
"Bukankah itu terlalu banyak?"
"Entahlah, paman."
Allea menukar posisinya dengan Rod, ia berjalan maju selangkah dan Rod tetap ditempatnya, sedangkan 6 orang tadi mengikuti ketukan kaki Allea. Ia terus melangkah maju dan orang-orang yang di depannya mundur, terus seperti itu sampai salah satu orang diam di tempatnya dan memegang telinganya. Allea memberi kode pada Rod untuk menyerang orang tersebut dari belakang, Rod menendang pria tersebut dengan keras hingga tersungkur tepat di bawah Allea, ia mengambil senjata milik orang tersebut lalu menodongkan ke anggota lain, sedangkan Allea tetap fokus menatap 5 anggota yang tersisa dihadapannya. Allea memberi kode kepada Rod untuk melemparkan pistol kecilnya, sedangkan Rod memegang senjata panjang milik musuhnya.
Dengan gerakan cepat dan tangkas ia berjongkok lalu memanjangkan sebelah kakinya dengan tujuan menjegal salah satu lawan yang tepat berada di depanya, lalu ia menembak kaki 2 orang lainnya yang berada di belakang lawannya tadi. Allea menggelinding ke arah samping lalu menembak bagian kaki lagi di 2 orang terakhir lalu bangkit dan keluar dari lab secara perlahan, Rod dengan cepat mengambil senjata mereka lalu menembakkannya ke bagian kepala mereka dan ikut serta dengan Allea.
Revisi,
18 Mei 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Dangerous Woman
Action#3 in Bigboss (18 Juli 2018) #5 in Bigboss (15 November 2018) Menjelang kelulusan yang kurang seminggu lagi, ia memergoki Kris berselingkuh dengan gurunya, Bu Merry. Karena hal tersebut, Allea melakukan hal yang fatal sehingga harus memasuki proses...