Pasir menyelimuti kakiku, hembusan angin ditepi pantai menerpa wajahku layaknya seperti didunia nyata yang telah ku tinggalkan sekarang. Dimana aku sekarang? Apa yang aku lakukan? Aku tak peduli lagi mulai dari sekarang, asalkan aku berada disini dengan mama.. Aku tak perlu memikirkan apapun diduniaku itu.
"Arda.. Kenapa bengong aja? Sini bantuin kita bikin istana pasir!" ajak mamaku. Dengan senyum yang amat bahagia aku menghampiri mereka dan ikut membentuk istana dengan pasir-pasir yang ada disana. Mengingatkan diriku pada Arda kecil saat aku dan kedua orangtuaku bermain di pantai bersama-sama.*flashback on
Seorang anak kecil berlari mengejar ayahnya yang berlari pelan tak jauh dari hadapannya. Kira-kira usia anak itu sekitar 6 tahun. Diikuti oleh ibunya yang berlari lebih pelan darinya, ia berlari sambil tertawa bahagia.
"Waa.. Ayo larii nanti mama makan lohh" ucap ibu dari anak itu sambil tertawa mengejar anak itu.
"Arda capek ga?" tanya ayahnya yang berhenti berlari dan berjongkok memegangi kedua pundak anaknya itu.
"Hehe, Arda laper pa.." jawab anak itu sambil mengelus perutnya. Ibunya tersenyum gemas sambil mengelus kepalanya.
"Kalo gitu kita makan" ajak ayahnya sambil berdiri dari jongkoknya.
"Ayo sayang" ajak ibunya sambil menggandeng tangan mungil milik anak itu. Anak itu menerima gandengan ibunya itu, di sepanjang perjalanan hanya keheningan yang mereka ciptakan. Ayahnya berjalan didepan mendahului mereka layaknya seorang pembina tour, sedangkan ibunya berada disamping anak itu sambil menatap kosong kearah ayahnya. Entahlah, apa yang telah terjadi. Arda masih terlalu kecil untuk memahaminya.
*flashback off
"Ahaha liat deh masa si Arda bikin istana pasir kayak tenda abal-abal hahaha" ucap Natasya sambil tertawa terbahak-bahak melihat hasil karyaku
"Ya.. Kalo gue bikin sendiri emang ancur gini coba kalo lo ngijinin gue bantuin bikinan lo sama mama.." belaku dengan cepat.
"Arda tuh emang paling gabisa berkreasi dari kecil" ucap ibunya sambil tersenyum menggodaku
"Mama, buka kartu aja deh!" jawabku tersipu malu
"Haha, wajar kali tante kalo cowok gabisa berkreasi aku percaya kok pasti mereka bisa dibidang lainnya yang lebih baik dari kreasi dan bisa melakukan sesuatu yang wanita ga bisa." jawab Natasya membela kaum lelaki
"Oke, sekarang gue setuju sama lo" ucapku sambil mengacungkan jempolku yang penuh dengan pasir didepan wajahnya. Lantas, ia pun membersihkan matanya yang kemasukan pasir dari tanganku. Aku pun tertawa, namun kemudian aku membantunya dengan meniup salah satu matanya yang kemasukan pasir.
"Udahh nihh" ucapku saat sudah selesai meniup matanya. Ia terdiam sebelum kemudian ia tersenyum malu
"Kenapa pipi lu merah gitu? Jangan-jangan lo..." ucapku dengan memberi jeda pada akhir kalimat
"Hah? Merah? Apa aku demam ya? Emm aku.. Aku.. Ah kita pulang yuk kayaknya aku mau demam deh!" jawabnya salting
"Eh.. Ga asik banget udah mau pulang aja!" tolakku saat ia mengajak untuk kembali kerumahnya
"Eh kalian berantem aja daritadi.. Nanti jadian loh" ucap mamaku yang sedaritadi memperhatikan kami yang sedang berantem lalu baikan dan begitu seterusnya.
"Apaan sih mama.." jawabku tak setuju sedangkan cewek didepanku ini tak merespon hanya berdiri mematung.
"Ayo kita pulang" ajak cewek itu, kali ini suaranya terdengar lebih serius dari sebelumnya dan sedikit suara seperti menahan tangis(?)

KAMU SEDANG MEMBACA
Dream
Novela JuvenilMuhammad Fikri Ardhaska, pembuat onar terkenal di SMA Pusaka kelas XI IPS II. Namanya selalu terdengar oleh semua orang di sekolah, sikapnya yang badboy, keras kepala membuat semua guru pusing menasihatinya. Natasya Nabila Putri, wanita yang muncul...