Chapter 1 : Warm and Cold

67 8 12
                                    

Kumohon..
Jangan tinggalkan aku...
Aku berjanji akan menjadi gadis yang terbaik untukmu!

Apa?! Tunggu!

Kenapa kau berbalik?!
Kenapa kau menjauh?!
Kembalilah!
Jangan pergi!
Kumohon jangan pergiiiiiii!!!!!!

...

Bunyi rintik hujan di depan rumah membuat suasana terasa sejuk. Gerimis menggantikan embun membasahi dedaunan yang kering. Pagi hari yang cerah harus tertutupi dan menjadi gelap.

"Crys bangun!" suara ibuku yang cukup keras membangunkan aku dari mimpi burukku.

Kantong mata yang menghitam, wajah muram dan keringat yang bercucuran sangat menggambarkan diriku saat ini.

Aku beranjak pergi ke kamar mandi dan merapikan diriku. Tak berapa lama, aku keluar dari kamar mandi dan kembali ke kamarku. Aku bersiap, berpakaian. Casual adalah gaya andalanku. Aku bukanlah tipe gadis pesolek. Dalam masalah rias-merias, tidak perlu ditanya, karena aku sangat payah. Walau begitu, aku bukan gadis yang boyish, aku tetaplah gadis yang suka memakai rok dan gaun. Kupakai kacamataku. Bukan kacamata untuk bergaya, tapi memang pengelihatanku kurang baik yang membuatku di haruskan untuk memakainya.

Merasa diriku sudah rapi, aku pun keluar dari kamarku, namun sebelum itu, aku melihat sebuah piano yang sangat kusayangi. Kutekan salah satu tuts nya

tung...

Suara berat yang di hasilkan oleh piano hitam besar itu membuatku merasa sedih. Kenapa piano itu bisa ada di kamarku? Piano itu di tempatkan di kamarku karena ayah dan ibu tidak suka mendengar suara piano. Jadi di tempatkan di kamarku agar suaranya tidak begitu jelas saat aku sedang memainkannya. Yang menyukai piano ini hanya aku dan adikku. Namun yang bisa memainkannya hanya aku.

Aku pun menuruni tangga besar di rumahku, dan berjalan menuju dapur.

Di dapur, kulihat ibuku sedang sibuk memasak. Tangannya dengan ahli memotong sayuran di atas talenan.

"Ma, mari kubantu."

Aku membantu ibuku. Walau aku tidak ahli dalam memasak, tetapi kalau hanya sekedar bantu-membantu aku bisa. Tentu saja, tidak begitu sulit.

prok... prok... prok...

Aku menoleh ke arah ruang tengah. Kulihat ayahku menuruni tangga sambil merapikan lengan kemejanya agar tidak tertutupi oleh jas. Ayahku memang sangat berisik bila menuruni tangga, seperti puluhan tentara yang berjalan saja. Di belakang ayah, ada Sharon, adikku, yang sudah rapi mengenakan seragam sekolahnya. Ia sedang merapikan riasan wajahnya sambil menuruni tangga. Aku dan ibu menyajikan hidangan di meja makan.

"Crys, hari ini kamu muram sekali? Masih mendapat mimpi buruk itu?"

Aku hanya menganggukan kepalaku tanpa menjawab sedikitpun. Pada kenyataannya... mimpi itu memang menyambangiku malam ini. Sering kali aku mendapat mimpi buruk. Bermacam-macam mimpi. Namun hanya tentang satu orang dan bagaimana pun ceritaku dalam mimpi, semua selalu berakhir buruk.

"Jangan terlalu dipikirkan kak... nanti bisa gila loh!" ledek adikku seraya terkekeh.

Aku hanya tersenyum kecil. Kami semua makan bersama di meja makan. Senyap, itulah gaya kami sekeluarga sejak empat tahun yang lalu. Dalam keluarga ini tidak ada yang saling memperhatikan. Semua sibuk melakukan urusannya masing-masing. Diawali dari Ayahku yang sibuk pada pekerjaannya, lalu ibu yang sibuk pada arisannya dan Sharon sibuk dengan teman-temannya dan juga kekasihnya. Sedang aku? Aku hanya sibuk pada kuliah dan kuliah. Sikap kami sebagai keluarga bisa dibilang cukup kaku belakangan ini. Keluarga ini terasa terlalu dingin.

Cloudy HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang