Volume 2 Bagian 9 : Pertemuan Pertama

11 3 0
                                    

Cahaya terang yang berasal dari jendela segera membutakan mereka. Ana tampak membuat perisai tepat di depan jendela dan segera berlari ke arah jendela sambil menarik pedangnya. Dia dapat merasakan sesuatu menabrak perisainya dengan kuat. Ayunan pedang nan kuat disertai sihir angin membuat sebuah bilang pedang angin yang mengarah ke perisainya yang diciptakan oleh Ana.

"Menghilang!"

Ana terkejut karena tidak ada apa-apa dibalik perisainya. Sesuatu yang menyerang mereka menghilang begitu saja tanpa ada jejak. Rowen melihat ke sekeliling dan sepertinya mereka hanya mencoba sekali saja.

"Apa kamu yakin ada sesuatu di balik perisaimu, Ana?" tanya Rowen memastikan.

"Aku sangat yakin! Ada sesuatu dengan struktur keras yang menghantam perisaiku, cukup besar tapi tiba-tiba saja menghilang! Sihir macam apa itu?"

"Sayangnya aku juga tidak tahu. Kamu tetap di sini, aku akan memanggil spesialis pertahanan sihir."

Rowan meninggalkan mereka dengan bergegas. Ana menyarungkan kembali pedangnya. Ana dapat melihat kekhawatiran di wajah Sylvie.

"Instruktur sepertinya sangat terkenal sampai diincar oleh banyak orang, ya? Kira-kira, apa instruktur tahu siapa mereka?" tanya Ana.

Sylvie menghela napas sambil menjawab,

"Aku tidak yakin. Ada banyak yang mungkin saja mengincarku atau pun Heugo. Aku baru mengerti bagaimana perasaan diteror begitu menakutkan dan benar-benar membuatmu merasa tidak berdaya."

"Instruktur sudah banyak menjalankan misi penting, mungkin karena itu Anda merasa punya banyak musuh. Ah lihat! Mereka sudah mulai memasang sihir pelindung."

Ketika Sylvie melihat ke arah jendela, dia tidak dapat melihat apa pun. Dia semakin mengerti bahwa betapa berbedanya dia dengan yang lain. Dia hanya manusia biasa yang tidak dapat melihat keajaiban sihir. Terkadang, inilah saat-saat dirinya merasa ditinggalkan oleh yang lain.

***

Mereka bertiga segera menyusul Romel yang tampak terdiam.

"Ada apa, Romel?" tanya Natalie.

Ravenna dapat melihat seorang perempuan berada di belakang Romel. Hanya perempuan dengan luka tepat dijantungnya yang belum menghilang dibakar oleh api putih.

"Kenapa dia tidak menghilang, Kak?" tanya Ravenna cemas.

Romel berbalik dan menjawab,

"Hanya yang sudah dikuasai Phantom seluruhnya yang akan dibakar oleh api putih. Perempuan ini... masih memiliki sisi manusianya tapi tidak akan bertahan lama. Setidaknya dia meninggal sebagai manusia."

"Bukankah itu berarti... Kakak membunuhnya?"

Kata-kata yang keluar dari mulut Ravenna membuat semua orang hening. Bukan berarti mereka tidak tahu sebelumnya, hanya saja baik Ferdinand maupun Natalie tentu tidak ingin membicarakan masalah tersebut.

"Bisa dibilang begitu. Setidaknya dia tidak harus menderita lagi," nada Romel tampak begitu sedih.

"Apa... kita tidak bisa menyelamatkannya? Menekan kekuatan Phantom dari dalam tubuhnya, mungkin?"

Romel segera menggeleng.

"Bisa saja kita menekan kekuatan Phantom tapi jika sudah parah, dia akan terus merintih kesakitan. Kurang lebih sama seperti seseorang yang dibakar hidup-hidup."

"Dan apa membunuhnya adalah pilihan yang tepat?" mata Ravenna tampak tertuju pada Romel.

Jelas, Romel tak memiliki jawaban pasti. Bagi Romel, dunia terlihat abu-abu. Ada kejahatan ada pula kebaikan. Namun di dunia ini, tak mudah menemukan kepastian apakah sesuatu itu baik atau buruk, benar atau salah. Dirinya bahkan tak pernah berpikir bahwa tugasnya untuk menghentikan Phantom adalah benar dari awal.

Shadow OrderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang