Kamu, Si Rollercoaster

7 0 0
                                    

Diko hanyalah satu dari anak-anak remaja yang hidup di dunia ini. Ia menarik napas (tentu saja), ia bisa menghembuskan napas (ya iyalah!) tapi yang paling penting, apa yang membuat ia berbeda? Tentu saja kalian tidak tahu. Bahkan belum tentu mama dan papanya tahu keunikan Diko.

Dia itu garing.

Laki-laki ter-kantong kresek di dunia. Itulah yang selalu ada di benak Ayla tentang teman yang sudah 2 tahun ini selalu dalam kelas yang sama dengannya. Ia duduk di depan, bermain dengan kubiknya, tidak mengacuhkan obrolan wanita-wanita di belakang yang kebelet pengen pacaran. Alias jones. Alias jomblo. A.k.a teman sepermainan Ayla. Ayla bersumpah ia tidak ingin seperti Riska

"Ay, menurut kamu Diko ganteng, kan?" tanya Riska sambil memilin jari-jari gendutnya. Kalau boleh Ayla katakan Riska bukan perempuan bertubuh gendut, malah ia hanya pendek dan entah kenapa jari-jarinya gendut berbeda dengan tubuhnya yang kayaknya langsing. Tapi Ayla tidak tahu dia benar langsing atau tidak, soalnya selama 24 jam, perempuan itu diselubungi oleh baju panjang dari atas sampai bawah dan juga kerudung.

Ayla menatap Riska dan menatap Diko bergantian. Muncul hasrat ingin melakukan sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan buruknya. Ayolah, boleh, kan, sekali lagi?

"Diko?" Ayla menunjuk Diko dengan jarinya tanpa malu-malu dan bergerak menunjuk Riska. Sedikit nada kecewa teredam di hatinya. Barusan ia ingin mengatakan, "Hah? Ganteng? Dia itu ter-ga-ri-ng sepanjang masa, Ris!" Tapi sebaliknya mengatakan hal yang lebih masuk akal atau logis. "Menurut kamu definisi ganteng itu apa?"

Riska terdiam sambil berusaha memikirkan jawabannya, lalu senyum jenakanya muncul ketika ia tidak tahu jawabannya. Ayla tahu itu dan tidak mau membantu. Buat apa menemukan jawabannya untuk Riska? Nanti saat kata-kata itu terlontar ia dianggap yang bukan-bukan oleh telinga yang mendengar. 

Padahal dalam hatinya ia ingin sekali berkata, "Hei, memang tampan itu diukur dari dia pintar fisika? Apa awesome itu dilihat dari tampang tirus dan kurus itu? Katakan coba, apa yang menarik dari laki-laki berotak kantong kresek itu!"

Tapi tidak mungkin mengucapkannya. Nanti (sekali lagi nanti) ada orang yang berkata bahwa Ayla terlalu memperhatikan segala detail laki-laki yang bertengger di ranking tiga itu.

Plak! Sebuah buku paket kimia mendarat di kepala Ayla, atau setidaknya itu yang dia harapkan daripada Elma menggantungkan wajah bodoh di depan wajahnya. Perempuan berkulit putih itu datang dari belakang Ayla dan tangannya yang memegang bukunya terangkat dan membesarkan wajahnya di pupil mata Ayla.

"Apa kau sudah mengerjakan PR kimiaaa?" Tambahkan nada lagu frozen (do you want to build a snowman?) karena seperti itu cara Elma mengatakannya.

Temannya yang aneh akhirnya muncul dan entah mengapa Ayla sedikit bebas menceritakan unek-uneknya.

"Tau gak?—

"Nggak, tuh?"

"Ih, gue belum selesai," cibir Ayla kesal namun kemudian Elma langsung berpura-pura merangkul Ayla seperti anak laki-laki mengajak temannya ke kantin. "Tadi Riska nanyain Diko, loh!"

"Demi Justin Bieber! Kamu kerjain PR kimia dulu sana! 25 menit lagi Bu Ul datang!" maki Elma menginterupsi euforia Ayla.

Oh, iya. Ayla lupa ada pr yang harus diutamakan. Pensil dan buku tulis kimia di lacinya segera ditarik dan mulai menulis salinan dari buku Elma.

"Ayla, Ayla, kebiasaan kamu banget. Terlalu santai." Elma menasihati Ayla yang telinganya mulai budeg ketika mode buru-buru. Ia memutar asal rambut ikat satu Ayla agar mendengar pemberitahuannya. "Jangan lupa itu esai semua. Hati-hati jangan pakai tip-ex, tahu kan Bu Ul orangnya seperti apa?"

❴‘❵

Suasana kelas bercat kuning terang itu terdiam. Siswa dan siswi kelas dua itu hening sekali ketika berdoa pulang. Mereka tidak mau disuruh mengulang doa mereka lagi ketika satu anak di antara mereka tertawa atau berisik dalam momen sakral ini.

"Amin!" Guilio si ketua kelas mengakhiri doa dan membuka mata. Ia memberi kata terakhirnya di kelas hari Senin itu. "Memberi Salam!"

Setelah guru pergi, Lio langsung melesat seperti kijang ke arah mobil parkir. Mungkin ia takut guru terakhirnya balik ke kelas lagi dan bertanya, "Kamu tadi tidak mengucapkan salam ke saya, ya?"

Kan, berabe.

Lio memutar kunci mobilnya seraya melihat pesan di ponselnya. Baru 15 sentimeter roda depan bergerak, laki-laki itu sadar ada sepeda motor di depan menghalangi satu-satunya jalan keluar mobilnya. Ia berdecak kesal. Rambutnya ia tarik ke belakang dan terhenyak ke joknya. Ia menunggu pemilik motor itu yang tidak datang-datang.

Ia memutar matanya sepanjang area parkir sederhana itu. Tonggak kayu lurus menopang tenda agar kendaraan tidak panas, penjaga parkir yang menyeramkan, dan anak-anak selepas sekolah yang capai memasuki area parkir. Rumput bekas lapangan sepak bola itu lama-lama semakin terlihat karena ditinggalkan puluhan kendaraan.

Batinnya terlonjak ketika adiknya mengirim pesan. Jemput. Lio orang yang sabar. Tetapi ia bisa sangat tidak sabar ketika adiknya mengirim pesan dan ada sebuah motor berwarna biru menghalangi mobilnya untuk menjemput adiknya!

Lio baru memperhatikan warna motor itu dan ia semakin yakin ia membenci warna biru beberapa detik yang lalu. Ia menengok kanan kiri dan bertanya ke penjaga parkir apa motor itu bisa dipindahkan atau tidak. Karena di sebelah kanannya ada saing penjaga parkir dan samping kirinya ada mobil guru. Tidak mungkin, kan, seorang anak baik seperti Lio menabrak kedua benda itu demi menghindari motor sialan tersebut?

"Pak, ini uang parkirnya. Makasih, ya." Seorang anak perempuan diikat kuncir satu menjeda perbincangan Lio dengan salah satu penjaga parkir. Bulu matanya lentik dan bibirnya tipis ketika tersenyum sambil memberikan uang dua ribu rupiah ke penjaga parkir. Sepertinya ia kenal perempuan itu, namun tidak mau menyapa sebab terlalu malas berbicara sekarang. Apalagi saat perempuan itu menjalankan motor biru di depannya.

Demi Lovato?

Apa, sih. Sekarang waktunya jemput Nanta bukan bertelmi-telmi ria di sini, Lio.

Baru berjalan beberapa meter seorang laki-laki bertubuh kurus dan berambut lebat tertawa menepuk dari balik kaca mobil Lio yang lupa ditutup.

"Kalem ya Mas Bro nyetirnya," ucapnya kasual, berusaha bercanda sedikit.

Ia tahu orang itu, bukan seperti perempuan motor biru menjengkelkan tadi. Lagipula semua orang di sekolah tahu dia siapa. Master juara lomba fisika, Diko Wirayuda Hendro, satu angkatan dengannya.

Tapi sayangnya dia sok asik dan itu saja kekurangannya.

❴‘❵

Pict∶Diko Wirayuda Hendro


A/N: HAiiiii hiatus selama setahun? Hahaha kalian pasti kesel banget ya sama aku. Huhuhu. Maaf banget ya Aku gak konsisten. Mood aku buruk banget. Tapi tenang aja abis denger Kata-Kata mbak asma Nadia "bahwa penulis setiap hari harus menulis" Aku memberanikan menulis "CHEESE WAFER"

HIYA. Ini judulnya makanan banget. I looove food. Biar kayak cheese wafer yang manis tapi kalau kemanisan bikin eneg. Ups, spoiler dah. Fyi cerita ini mengandung konten EBI. Jadi nggak ada kata "gue-elo" begituuu. Pengen nantang diri sendiri aja buat konten kayak gini. I hope all of you understood my mission.

Dejavu,

Arethamr
March 13, 2017

Cheese WaferTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang