Ayla mengais-ngais isi tas. Buku-buku tebal dan beberapa kertas terletak berantakan di dalam tas punggungnya yang berwarna kuning.
"Dari matamu, matamu, kumulai ..."
"Bisa berhentikan tidak lagunya?" geram Ayla kepada Riska, sepertinya ia masih tergila-gila dengan Diko yang tidur di mejanya.
Riska tidak mengacuhkan sikap sembrono Ayla dan lebih asyik memperhatikan pria bertulang pipi tinggi dan bibir tipis yang sedang memejamkan matanya. Bulu matanya menyembunyikan bola mata hitam yang disukai Riska.
"Oh, mungkin ini cinta pandangan pertama?"
Lagu Dari Mata yang dinyanyikan Jaz mengiringi Riska semakin dalam terhanyut juga membuat kepuncakan amarah Ayla berada di titik tertinggi. Ayla menutup resleting tasnya asal, menggedikkan kepala ke arah luar yang khas, Riska akhirnya tersadar dari lamunannya dan mengikuti Ayla keluar kelas.
Setelah benar-benar terlepas dari lagu Jaz, wajah menggerung dan berbeda betul dari Ayla yang biasanya sekarang terlihat jelas. Sialnya perempuan itu semakin cepat berjalan membuat Riska tidak punya pilihan selain mengikutinya. Rambut gelombang yang diikat satu terbang masai ketika Ayla tiba-tiba berhenti mendadak di tangga ke bawah menuju kantin.
"Astaga Atlantis!" pekiknya kaget melihat seseorang di tangga bawahnya. Seorang pemuda berambut lebat, dipotong rapi tetapi karena diacak terlalu sering membuatnya gampang dikenali sebagai anak IPS.
Pemuda itu, Lio, mengempiskan hidungnya menahan tawa melihat wajah kaget Ayla.
"Nih." Tangannya menjulurkan tas bekal yang biasa dibawa Ayla. Bekal makan yang dicarinya tadi sampai-sampai mengacak tas dan bermuka masam.
Ayla melongo menatap Lio. "Eh, kok bisa ada di kamu?" tanyanya heran.
Lio berbalik dan melambaikan tangannya. "Mantra Ibu Suri Gunadarma. Udah makan sono." Setelah mengucapkan kata-kata itu ia pergi ke kelasnya di bawah.
"Demi apa?" gumam Ayla kepada dirinya sendiri.
"Demi apa?" Riska mengernyit. "Obrak-abrik tas gara-gara cari makanan? Marah-marah turun tangga? Ya ampun, aku kira kamu itu disuruh menghadap Bu Yul karena tidak bawa tugas tambahan!"
Ayla berbalik memandang Riska yang kini bermuka dongkol. "Makanan! Tidak ada hal yang lebih membahagiakan daripada ini, Ris!"
"Membahagiakan bagian mana? Tolong jelaskan lebih detail," desis Riska sebal ketika naik tangga bersama-sama ke kelas mereka.
"Ya, makanan!" jawab Ayla sama sekali tidak menyadari kedongkolan Riska. "Daripada lagu yang tadi kamu putar." Ayla bergidik. "Itu bukan pandangan pertama, kan kita sudah sekelas dari kelas sepuluh. Ini namanya pandangan sehari-hari yang mendadak jadi spesial. Tapi buat kamu ya Ris, aku sih ogah."
"Aku juga ogah dapat bekal makan yang persis sama yang biasa kamu bawa sehari-hari dan dibawa anak asing," balas Riska tak mau mengalah.
Wajah hampa menampar Ayla. Benaknya membatin apakah normal seorang anak teman ibunya membawa bekalnya? Ia memeriksa tas bekalnya untuk menyakinkan bahwa tas itu milik Guilio bukan punya dirinya. Wajah pias kini menerpa Ayla saat melihat tanda bintang di atas tas bekalnya yang berwarna hijau itu.
"Membuatku jatuh terus, jatuh terus, jatuh ke hati.."
"Riska, aku bilang hentikan lagu itu!"
❴'❵
Bola mata penasaran Ayla bisa saja membunuh Elma sewaktu-waktu, diragukan membuat Ayla berpaling dari tas bekalnya- isinya tentu saja sudah dimakan-yang dipandang semenjak pelajaran fisika hingga jam pulang sekolah. Riska yang duduk di sebelah Ayla seolah pasrah dan pergi menyingkir selepas bel pulang berbunyi nyaring. Elma memanggul tas lalu berjalan ke arah Ayla hati-hati.
"Ay? Pulang tidak?" tawar Elma ragu-ragu.
"Menurut kamu normal tidak Lio bawa tas bekal punya aku?"
"Maaf?"
Ayla kini berpaling menatap Elma yang ragu-ragu. "Menurut kamu normal tidak Lio bawa tas bekal punya aku?"
"Lio?" Namanya asing sekali bagi Elma. Temannya yang masih duduk mengangguk cepat. Tanpa sadar ia membereskan buku-buku Ayla yang tergeletak di meja sedangkan harusnya sudah di dalam tas. Elma melakukan gerakan rileks dan memberikan pendapat pertama yang muncul di dalam kepala.
"Kalau kamu penasaran, tanya saja orangnya. Mudah kan?"
Dari ekspresi Ayla tampaknya butuh waktu seribu tahun sampai solusi itu keluar dari pikirannya sendiri. Ia menjentikkan jarinya dan menggaet tangan Elma yang sedang memasukkan tempat tulis ke dalam tas kuningnya. Terburu-buru Elma mengikuti Ayla menuruni tangga sambil membawa tas bekalnya sedangkan ia memeluk tas yang belum sempat diresletingnya.
Sesampai di kelas sebelas IPS 2, Ayla melongokkan kepala ke dalam kelas kosong tersebut. Sambil menunggu gerakan sia-sia Ayla, Elma menggunakannya untuk membereskan tas kuning Ayla dan menutupnya dengan cepat.
"Tidak ada," kata Ayla terengah-engah.
Ia memutar otak mencari solusi lain untuk bertemu Guilio. Sampai akhirnya ia menelpon Ibu dan menanyakan rumah Ibu Suri Gunadarma seperti kata anaknya tadi. Ibu malah tertawa sebelum menyebutkan sebuah alamat di perumahan baru dekat rumah sakit.
Ayla kini menatap Elma berbinar-binar. "Kamu ikut aku." Ia menggandeng tangan sahabatnya dan menyeret ke parkiran motor. Elma pasrah saja ketika disuruh naik, pergi ke rumah yang di dalamnya ada orang bernama 'Ibu Suri Gunadarma'.
❴'❵
Di depan mata dan kaki Elma dan Ayla sebuah bangunan rumah tingkat memenuhi pupil mereka. Rumah hitam seperti jelaga dengan bunga Krisan kuning di halaman depan sungguh pemandangan paling aneh yang pernah dilihat mereka berdua.
Seperti rumah identik lainnya, bangunan tingkat dua di jalan Mi Koclok itu tidak mempunyai pagar. Ayla takut membayangkan jika rumah itu diberi pagar tinggi dan runcing di ujungnya, bisa-bisa menelan rumah di dalamnya."Kita masuk, nih?" tanya Elma takut-takut.
Ayla menelan ludah. "Demi rasa penasaran," katanya lebih kepada dirinya sendiri.
Ia memarkirkan motornya di depan rumah tersebut dan berjalan ke arah pintu kayu jati yang keras. Tangan Elma memencet bel di dinding dekat pintu.
"MAMAAA, ADA TAMUUU!!!"
"YA DIBUKA ATUH NANTA!" balas suara ibu-ibu berlogat sunda sama kencangnya.
"GAK MAU, MAMA!" sanggah suara yang lebih berat dan terdengar malas.
"AWAS KAMU GAK MAMA KASIH DUIT JAJANNN!"
Pintu kayu terayun ke dalam seraya Nanta mengomel tidak jelas, "Ya bodo, Nanta ada duit sampingan ini."
"Assalamualaikum..."
"Permisi," ujar Ayla sopan. Figur wajah keras, bibir tipis, dan cekungan matanya membuat Ayla sama sekali tidak mengenali siapa pemuda di depannya.
Pemuda berkaos hitam itu men-scan perempuan berkulit kecokelatan dan perempuan berkerudung putih. "Cari siapa? Kak Lio?" tanyanya berusaha ramah sambil menghubungkan seragam putih abu-abu dengan teman-teman kakaknya yang sering datang ke rumah.
"Iya," jawab Elma cepat. Lagipula ia malas berlama-lama di depan pintu dengan orang lelet macam pemuda tinggi itu.
Namun pandangan Ayla membeku dalam sedetik. Jantungnya berdebar-debar cepat. Lurus ke dalam ruang tamu yang sama suramnya, Ayla bergeming melihat apa yang ada di atas meja.
❴'❵
A/N:
Hayo Ayla kenapa tuh.
Pict: (spirit of Ayla)
March 21, 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Cheese Wafer
Teen FictionBiru vs Pink Kakak vs Adik Pisang goreng vs Bakwan. Sebenarnya ada apa sih antara Diko dan Nanta?